Mohon tunggu...
Emilsky Maulina Praba
Emilsky Maulina Praba Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar suka menulis

Bocah SMA yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Abisatya

2 Oktober 2024   04:41 Diperbarui: 2 Oktober 2024   04:59 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Andai kita tak bertemu kembali, apakah ini akan terjadi?

Langit cerah, pantulan sinar matahari menembus kaca kamar membuatku terbangun dari tidurku. Aku membuka mataku pelahan-lahan berusaha mendapatkan kesadaran penuh, jam dinding kini menunjukkan pukul 9 pagi.

 Selama 5 menit, aku diam sejenak berpikir apa yang harus kulakukan selama seharian ini. Tak dapat ide, aku keluar kamar. Rumah kini sunyi seperti biasa, hanya perabotan yang memenuhi seluruh ruangan. Aku kembali ke kamar, mengambil kanvas dan alat lukis. Kegiatanku setiap libur hanyalah melukis.

 Di tengah aku melukis, terdengar suara klakson mobil pick up yang membawa banyak barang. Mobil itu berhenti di depan rumah kosong tepat di depan rumahku. Rumah itu memang sudah lama tak ditinggali, aku senang kini bangunan itu sudah tak gelap lagi nantinya.

Tok! Tok!

"Iya, sebentar." jawabku.

Aku keluar kamar, menuruni anak tangga dan membuka pintu.

 "Permisi, ini rumah bunda Ana, ya?" tanya seorang remaja lelaki itu.

"Iya, siapa ya?"

"Senang bisa ketemu kamu lagi, Ody."

"Ody?" jawabku heran. Lelaki itu hanya tersenyum dan pergi meninggalkanku sendiri.

"Lama tak dengar, bagaimana dia tahu nama kecilku?"

 Langit mulai gelap, aku mulai menyalakan semua lampu rumah sambil menunggu bunda pulang. Waktu menunjukkan 6 sore, suara klakson mobil bunda sudah terdengar. Aku segera turun ke bawah menyambut kepulangan bunda.

"Hai, Maudy sayang." ucap bunda

"Maudy kangen, Bunda."

"Maafin bunda, tadi pagi ada panggilan urgent dari client."

"Nggak apa-apa, Maudy tahu kok."

"Oh iya, kamu dandan yang cantik ya sayang, kita mau dinner jam 7 sama temen lama bunda."

"Siapa?"

"Rahasia, kamu pasti senang deh."

Aku mulai bersiap-siap sambil bertanya-tanya siapa yang akan kami temui malam ini.

18.45

"Aku sudah siap, Bunda."

Kami pun berangkat. Aku semakin bingung ke mana kami akan makan malam disaat waktu sudah sangat dekat dari waktu yang dijanjikan, sampai akhirnya langkah kami terhenti di bangunan yang berada tepat di rumah kami, rumah yang baru saja terisi.

Tok! Tok!

"Selamat datang, Bunda. Hai, Ody!"

Aku terkejut melihat anak lelaki yang tadi pagi datang ke rumah. Ia mempersilaahkan kami masuk.

"Hai, Ody. Apa kabar?" tanya wanita yang tak tahu siapa namanya.

"Saya baik."

"Maudy, ini Bunda Rena. Kamu dulu paling nempel sama dia." ungkap Bunda

"Oh ya, maaf Maudy lupa."

"Ayo duduk, sayang." sahut Bunda Rena.

Aku tak tahu harus berbuat apa, aku sangat canggung. Apalagi saat anak bernama Nata terus saja melihat ke arahku. Bunda sangat menikmati perbincangan ini hingga tak terasa waktu menunjukkan pukul 9 malam. Kami pun berpamitan karena besok aku harus sekolah.

 Keesokan harinya, aku berangkat sekolah menaiki sepeda seperti biasanya. Di tengah jalan, aku merasa ada yang mengikutiku. Aku mengayuh dengan cepat hingga aku sampai di sekolah.

**

 Bel berbunyi, semua anak memasuki kelas menunggu guru masuk. Ibu guru masuk namun dengan seseorang di belakangnya. Dia?

"Anak-anak, ada murid pindahan. Silahkan perkenalkan diri!." pinta ibu guru.

"Hai, namaku Dinata Kurniawan, biasa dipanggil Nata. Alasanku pindah kesini karena ayah dipindah tugas kesini, juga karena pengen ketemu Maudy." tutur Nata

"Cie!" teriak anak-anak kelas sambil menoleh ke arahku.

"Pacarmu, dy?" tanya Najwa, sahabatku.

"Ih, apasih. Aku gak punya pacar!" ungkapku.

"Sudah, Nata kamu duduk di bangku kosong belakang Maudy." jelas ibu guru.

 Bel pulang berbunyi, semua anak bersemangat ingin pulang ke rumah masing-masing. Maudy berjalan ke parkiran ingin mengambil sepedanya. Saat tiba di sepeda, Nata beridir di depan sepedanya.

"Hai, Ody. Ayo pulang bareng!"

Aku meraih sepedaku dan mengayuhnya dengan cepat namun Nata menyusulku dengan sepedanya. Sepanjang jalan, Nata terus saja mengoceh hingga ia tak melihat jalan dan terjatuh karena tersandung batu di tengah jalan.

"Nata! Kamu gak apa-apa?" tanyaku khawatir.

"Gapapa, Ody."

"Ih siku kamu berdarah. Ayo duduk di kursi taman itu!"

Aku teringat punya persediaan plaster luka di tas. Aku mengambilnya dan menempelnya di luka Nata!"

"Makasih, Ody!"

"Sama-sama. Mmm, kalau boleh tahu, kenapa kamu panggil aku Ody?"

"Kamu gak inget? Kamu suka banget dipanggil Ody waktu kecil. Kita selalu main bareng tiap hari sampai kamu gak mu pulang."

"Oh ya?"

"Iya." Lalu kami melanjutkan perjalanan sambil mendengarkan cerita tentang masa kecil kami yang sudah kulupakan.

 Hari silih berganti, hari ini adalah hari yang kutunggu-tunggu. Ya! Hari ulang tahunku. Seperti biasa, kegiatan pertama di hari spesialku yaitu mengunjungi papa bersama mama. Tapi lagi-lagi mama sibuk dengan pekerjaannya.

"Selamat ulang tahun, sayang."

"Terima kasih, bunda."

"Maudy, maaf kali ini kamu rayain ulang tahun sama temen sekolahmu aja ya? Nanti bunda kasih uang. Bunda ada kerjaan penting."

"Tapi-"

Bunda tak menghiraukan, ia segera berangkat menuju kantor. Aku memutuskan pergi. Saat membuka pintu..

"Selamat ulang tahun, Ody!"

"Terima kasih, Nata."

"Ody kenapa sedih gitu?" tanya Nata

"Harusnya aku dan bunda nemuin ayah sekarang, tapi bunda sibuk."

"Gak apa-apa, Ody kan bisa sama aku."

 Sesampainya di rumah ayah, aku dan Nata membersihkan rumput liar dan menabur bunga di ayah. Kami juga membacakan doa untuk ayah.

"Maaf, kali ini Maudy nggak sama Bunda."

"Tenang aja om, Ody bakal habisin hari istimewa ini bareng Nata." ucap Nata.

Mendengar ucapan Nata membuatku tersenyum.

            Langit semakin memerah, matahari menuju ke arah barat. Kami memutuskan pergi dari rumah ayah, menaiki kendaraan roda dua milik Nata. Sepanjang perjalanan Nata terus membual dan aku mengiyakan hingga tak terasa jalan rumah kami terlewat.

"Eh, Jalannya kelewatan, Nata!"

"Aku tahu, udah ikutin aku aja." jelas Nata

Aku kembali mengiyakannya karena aku percaya dengan Nata. Kami berhenti di suatu taman, Nata menutup mataku dan memegang tanganku sebagai penunjuk arah.

"Kita mau ke mana sih, Nat?"

Tak ada jawaban. Tiba-tiba kami berhenti, penutup mataku dilepas. Nata membawa sebuah kue bertuliskan "Happy birthday Ody", aku tersipu malu dan hanya bisa berterima kasih padanya.

"Suka?" tanya Nata

"Suka banget!"

"Bentar, kayanya ada yang kurang."

"Apa?" tanyaku

"Eh, sebentar." ucap Nata sambil berlari menuju tukang balon di sebrang jalan.

Setelah membeli balon, Nata melambaikan tangan e arahku dan menyebrangi jalan menuju kemari. Aku membalas lambaian sembari tersenyum. Tiba-tiba..

Bruakkk! Balon itu terbang ke udara. Orang-orang berkerumun melihat Nata yang sudah berlumuran darah. Seseorang menelepon ambulance.

     Di rumah sakit, keluarga Nata datang dan bertanya padaku.

"Apa yang terjadi, Maudy?"

"Maaf, ini salah Maudy. Seharusnya Maudy nggak bolehin Nata beli balon."

Dokter keluar dari ruangan, menunduk ke arah kami.

"Maaf, saudara Nata tidak berhasil kami selamatkan."

**

    Sebulan sejak kepergian Nata, aku masih terus teringat kejadian yang berlangsung di depan mataku. Semua orang memintaku melupakan kejadian itu, meyakinkan bahwa itu bukan salahku. Aku mendatangi rumah baru Nata, tempatnya tak jauh dari rumah ayah.

"Nata, terima kasih karena mau jadi temanku. Ody kangen, tunggu Ody di surga, ya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun