Tidak. Ia tidak gila. Justru sangat waras Aku rasa. Hanya saja ... entahlah.
Aku sambung ucapannya dengan menghela napas sejenak, "Kalau Bapak pergi. Apakah keluarga Bapak tidak kehilangan?" Aku balas memandangnya lekat.
"Kehilangan itu hanya milik mereka yang merasa memiliki, Anak muda. Sedangkan aku tak ada yang merasa, sebab aku tak punya siapa-siapa," jawabnya sembari menerawang cakrawala.
Kali ini ekspresi bapak itu sedikit berbeda, wajahnya mendadak tenggelam dalam kesedihan.
Aku jadi tak enak hati.
"Jadi, Bapak hanya hidup sendiri?"
Dia mengangguk lemah.
Diam-diam hatiku menjadi trenyuh. Aku tahu betul bagaimana rasanya kesepian. Sangat menyiksa.
Aku menghela napas yang entah sudah beberapa kali. Aku juga teguk botol minuman lagi.
Tiba-tiba pengeras suara stasiun berbunyi kembali. Aku kira keretaku yang akan tiba, tetapi ternyata ....
Aku menelan ludah. Tercekat untuk beberapa saat.