Mohon tunggu...
Elvrida Lady Angel Purba
Elvrida Lady Angel Purba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menuangkan isi pikiran

Mengalir

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dia yang Memberi Kesan

12 Maret 2024   21:31 Diperbarui: 12 Maret 2024   21:39 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Langkahnya pasti walau tertatih, memnghampiri pria yang tidak berdaya. Kulihat matanya yang tertutup dengan mulut yang sedang berkata-kata. Apa yang diucapkannya? Dia tak gentar dengan parang yang mendekat.

Ketika parang itu diangkat, duar!... petir menggelegar dari langit. Suara itu menjadi pembuka hujan badai yang membubarkan kerumunan. Bagaimana mungkin? Langit yang tadinya tersenyum, mengapa kini menjadi murka hanya dalam hitungan menit? Upacara terhenti, sajen persembahan berserakan dimana-mana. Masyarakat yang takut petaka pontang-panting menyelamatkan diri. Tiada yang mengingat kawannya, seakan kiamat sudah didepan mata. Sekali lagi, apa yang sebenarnya sedang terjadi?

"Dengarlah hai manusia! Leluhurmu tidak akan mengkehendaki keturunannya bengis dan tidak beradat! Setanlah yang sudah berbicara pada kepalamu sehingga menjadi brutal. Jangan sampai kalian jatuh lagi seperti mereka yang di Lobupining!" Sebuah suara bergaung saat badai mulai mereda.

Mataku terbelalak. Aku mencari-cari sumber suara hingga akhirnya tertuju pada satu sosok yang tidak asing. Itu Si Bontar Mata. Diriku tertegun memandang dari kejauhan. Sosok itu pergi, menghilang ditengah derasnya hujan. Tatkala gelap masih menyelimuti Siatas Barita yang kebasahan.

"Siapa dia?" Kembali tanya itu hadir dalam benakku.

Langkah demi langkah kutapakkan melintasi lumpur yang tercipta karena derasnya hujan. Hanya sendirian, bergerak ditengah keramaian. Masih terpatri jelas ucapan dari mulutnya. Siapa gerangan begu yang disebut Setan ini? Dia juga menyiratkan tragedi Lobupining, persekusi dua orang seperti dia. Kejadian itu memang mengerikan. Cukup untuk memberikan pengalaman tak terlupakan.

"Ternyata dirinya mengetahui seluk beluk kami." Gumamku di dalam hati sembari memasuki pelataran rumah.

"Tidakkah engkau lelah?" Tanya Dainang, isteriku dari kejauhan menuju rumah.

"Beristirahatlah. Acara itu pasti membuatmu letih." Sambungnya setelah berhasil menggapai pundakku.

"Upacara itu berhenti. Hujan badai menyelimuti Siatas Barita, tatkala kurban hendak disembelih." Kubalas sedikit ucapannya.

"Aku sudah mendengar berita itu dari orang lain."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun