Mohon tunggu...
Inovasi

Rangkuman Buku "MITOS JURNALISME" karya Dudi Sabil Iskandar dan Rini Lestari

8 Juni 2016   14:08 Diperbarui: 8 Juni 2016   14:18 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama : Elsa Aditya Disti

N.I.M : 1371510486

Program Studi : Ilmu Komunikasi (Broadcast Journalism)

Mata Kuliah : Bahasa Jurnalistik

 

* IDENTITAS BUKU                                                                                                  

Nama Buku : Mitos Jurnalisme

Karya : Dudi Sabil Iskandar dan Rini Lestari

Penerbit : CV. ANDI OFFSET (Penerbit ANDI,Anggota IKKAPI)

Tahun Terbit : 2016

Jumlah halaman : 328 hlm             

Harga : Rp 65.000

PROLOG

Ada apa dengan pers kita? Apakah pers kita bisa netral, objektif, dan independen? Mau dibawa kemana pers ini? Mengapa pers ikut perebutan kekuasaan dan seterusnya. Itulah sederet pertanyaan terhadap eksistensi pers dinegeri ini.

Tengoklah pertarungan media pada pemilihan umum legilatif dan pemilihan presiden 2014. Mereka terbelah secara tajam dan sarkatis, bahkan mengarah ke konflik. Tidak ada lagi penghargaan terhadap “profesi agung dan mulia,” bernama wartawan. Etika juralistik hanya bahasa di “langit,” kode etik dibuang ke tong sampah, bahksan nilai berita diinjak. Singkat kata, fase pileg dan pilpres 2014 menjadikan martabat jurnalisme jatuh pada titik nadir, yaitu jurnalisme tidak memiliki nilai setitik pun!

Singkat kata, jurnalisme kita memberikan absurditas dan tanpa makna apapun! Oleh sebab itu, jangan pernah bertanya dimanakah nilai berita (news value), kebenaran, kepentingan public, dan etika jurnalistik, serta nurani wartawan dalam dunia jurnalistik di negeri ini. Sebab semuanya sudah terbeli oleh beragam kepentingan diluar jurnalisme. Adalah 2 pakar jurnalisme kondang Bill Kovach dan Tom Rosentiels yang membuat standar mutu jurnalisme. Keduanya menyebutnya dengan 9elemen dasar sebuah jurnalisme. Kesembilan elemen tersebut adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Pertama, kewajiban utama jurnalisme adalah pencarian kebenaran. Ironisnya adalah seusatu yang abstrak dan sulit didefinisikan, bahkan cenderung controversial. Kebenaran yang dimaksud 2 pakar jurnalisme itu adalah kebenaran fungsional, yaitu kebenaran dalam tataran factual, bukan kebenaran filosofis yang abstrak sehigga sulit untuk mengukurnya. Elemen kedua jurnalisme yaitu, loyalitas utama jurnalisme adalah pada warag negara. Berita sebagai produk jurnalistik harus menyangkut dan untuk kepentingan masyarakat. Elemen ketigayang lebih konkret yaitu, kebenaran dan keberpihakan warga yang merupakan buah dari disiplin dalam melakukan verifikasi fakta.

Elemen keempat yakni jurnalis harus menjaga indepedensi dari objek liputannya. Independen bermakna tidak bergantung pada apa dan siapapun. Kelima, memantau kekuasaan dan menyambung lidah yang tertindas. Sesungguhnya inilah tugas utama jurnalisme. Ia berada diluar kekuasaan tetapi mampu memengaruhi jalannya roda kekuasaan. Keenam, jurnalisme harus memberi forum bagi public untuk saling kritik dan menemukan kompromi. Poin ini bukan hanya tempat keluhan bersama forum pembaca atau ralat, tetapi jurnalisme harus memberikan ruang secara adil dan proposional kepada semua kalangan untuk memperebutkan kebenaran.

Ketujuh, jurnalisme harus memikat dan relevan. Memikat bukan mencari sensasi. Memikat banyak hal. Misalnya melalui data dan fakta yang akurat, atau menggunakan bahasa yang menarik. Kedelapan, kewajiban jurnalisme adalah menjadikan beritanya proposional dan komperehensif. Proposional berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya yaitu menempatkan fakta sesuai dengan proporsinya. Antara judul berita dan tubuh berita harus memiliki hubungan yang jelas.Kesembilan, jurnlias diperbolehkan untuk mendengarkan hati nuraninya. Kenapa mesti hati nurani? Karena nurani tidak pernah salah. Ia sumber kebenaran. Siapapun itu termasuk wartawan.

Sesungguhnya, kata mantan wartawan Tempo Farid Gaban, ada elemen jurnalisme yang ke-10 menurut Kovach dan Rosensteil. Yakni public. Ini bisa dilihat dalam subjudul buku “What Newspeople Should Know and the Public Should Expect.” Elemen ini dipicu dan dipacu oleh perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang bernama internet. Munculnya beragam tulisan dimedia social diblog dan difacebook, misalnya menujukkan kebangkrutan jurnalisme (konvensional) dan pada sisi lain, kebngakitan jurnalisme (baru) yang berbasis warga, public, atau masyarakat. Inilah yang disebut Gaban sebagai media alternative.

Hingga kini, belum ada tanda-tanda pers menyadari kekeliruannya atau kembali kejalan yang benar. Bahwa mereka sudah menyimpang dari tujuan awal, sebagai penyampaian berita dan pencari kebenaran. Kondisi ini menempatkan masyarakat sebagai tumbal, karena menerima informasi sesat yang di konstruksi menurut kepentingan pribadi dan golongan, bukan public. Pada masa kini, menuntut media objektif, netral, independen, imparsial, dan non-partisipan bak berteriak digurun pasir. Ia akan menghilang dengan sendirinya. Lantas mati secara tragis. Mengenaskan!

BAGIAN I MITOS DALAM JURNALISME

A. Dua Mahzab Komunikasi

Komunikasi adalah salah satu cara manusia mempertahankan harkat dan maratabat kemanusiaannya. Dengan komunikasi, manusia mengaktualisasikan segala potensinya. Komunikasi juga merupakan konsekuensal dari posisi manusia sebagai makhluk social. Sepanjang sejarahnya, komunikasi menganl 2 aliran mahzab pemikiran. Yakni aliran perpindahan pesan (mazhab transmisi) dan aliran pertukaran makna (mazhab semiotika). Elemen pokok dari aliran transmisi adalah komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Dalam perspektif ini, komunikasi adalah sebuah proses perpindahan pesan atau komunikasi bisa dipahami sebagai proses-proses penyampaian pesan, baik verbal maupun nonverbal.

Sedangkan aliran pertukaran makna ini dipopulerkan oleh tokoh seperti James Carey dan John Fiske. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda dan makna. Komunikasi dalam pendekatan semiotic ini melibatkan unsure bahasa dan aspek-aspek seni. Dalam perkembangan jurnalisme kekinian, teori tentang pertukaran mana menemukan momentumnya. Hal terpenting dari jurnalisme kontemporer bukan pada penyampaian pesan tapi pada pertukaran makna. Ditengah banjir informasi dimedia konvensional dan media social, jurnalisme mazhab pertukaran makna menjadi alternative atau pilihan dari jurnalisme konvensional tentang penyampaian pesan (berita) dari media (komunikator) ke khalayak (komunikan).

B. Konstruksi Realitas Sosial

Teori konstruksi realtas social adalah khas Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Secara umum, teori Berger dan Luckman membahas tentang sosiologi pengetahuan. Keduanya berusaha mengembalikan hakikat dan peranan sosiologi pengetahuan dalam kerangka ranah sosiologi. Menurut keduanya, kenyataan yang dibangun secara social, sehingga sosiologi pengetahuan harus menganalisis terjadinya kenyataan tersebut. Darisinilah larihnya 3 konsep mereka yang terkenal yaitu, proses-proses dialektis objektivitasi, internalisasi, dan ekternalisasi.

Interalisasi adalah proses ketika masyarakat sebagai kenyataan subjektif menyiratkan realitas objektif ditafsirkan secara subjektif oleh setiap individu. Objekitivikasi merupaka hasil yang digapai (mental dan fisik) dari ekternalisasi. Realitas objektif itu berbeda dengan kenyataan subjektif setiap individu. Sedangkan ekternalisasi adalah usaha atau ekspresi setiap individu kedalam dunia, baik mental ataupun fisik.

C. Konstruksi Realitas Media

Menurut Akbar S. Ahmed ada beberapa karakteristik media. Pertama media tidak setia dan tidak ingat teman. Keduamedia memperhatikan warna kulit dan pada lahirnya bersifar rasis. Ketiga media adalah pengabdian diri dan bersifat sumbang. Keempat media massa telah menaklukan kematian. Kelima pada dasarnya media bersifat demokratis dan mewakili masyarakat umum. Keenam media telah membuat fakta menjadi lebih asing daripada fiksi, sehingga fiksi lebih enak dilihat dan didengar. Ketujuh media dengan dingin bersifat netral terhadap posisi-posisi moral dan pesan-pesan spriritual. Kedelapanmedia kuat Karena teknologi tinggi, tetapi lemah karena antropologi cultural. Kesembilan media memainkan peran kunci dalam masalah internasional dan akan terus meningkatkan peran tersebut.

D. Bahasa Dan Konstruksi Realitas Media

Bahasa kata Ahmad Mulyana adalah kombinasi yang diatur secara sistematis. Karenanya bahasa bisa dijadikan alat komunikasi. Bahasa merupakan tanda yang mempresentasikan kekuasaan, gaya hidup, cara berpikir dan sebagainya. J.S. Badudu mendefinisikan wacana dalam 2 bentuk, pertama sebagai rentetan kalimat yang saling berkaitan dan kedua, wacana sebagai kesatuan bahasa yang tertinggi dan terlengkap. Dengan demikian, wacana yang dikonstruksikan media cetak harus dibedah dan dianalisis sehingga akan terkuak maknanya. Acuan yang dipakai adalah aturan dan norma social.

E. Representasi Makna Media

Menurut Marcel Denasi representasi sebagai penggunaan tanda (gambar, bunyi, dan sebagainya) untuk mnenghubungkan, menggambarkan, memotret dan memproduksi sesuatu yang dilihat, diindra, dibayangkan atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu. Makna timbul karena ada interaksi antara satu orang atau lebih dalam konteks tertentu melalui berbagai medium. Ada 3 strategi yang digunakan membuat wacana. Yaitu signing, framing, dan priming. Signing adalah penggunaan tanda bahasa baik verbal maupun nonverbal. Framingadalah pemiihan wacana berdasarkan pemihakan dalam berbagai aspek wacana.sedangkan priming adalah mengatur ruang atau waktu untuk mempublikasikan wacana dihadapan khalayak.

F. Jurnalisme Online

Beberapa karakteristik media/jurnalisme online, antara lain:

1. Unlimitied Space. Jurnalistik online memungkinkan halaman tak terbatas. Ruang bukan masalah. Artikel dan berita bisa sepanjang dan selengkap mungkin, tanpa batas.

2. Audience Control.Jurnalistik online memungkinkan pembaca lebih leluasa memilih berita/informasi.

3. Non-Lienarity.Jurnalistik online masing-masing berita berdiri sendiri,sehingga pembaca tidak harus membaca secara berurutan.

4. Storage and Retrieval.Jurnalistik online memungkinkan berita “abadi”, tersimpan, dan bisa diakses kembali dengan mudah kapan dan dimana saja.

5. Immediacy. Jurnalistik online menjadikan informasi bisa disampaikan secara sangat cepat dan langsung.

6.Multimedia Capability. Jurnalistik online memungkinkan sajian beita berupa teks, suara, gambar, video, dan komponen lainnya sekaligus.

7. Interactivity. Jurnalistik online memungkinkan interaksi langsung antara redaksi dengan pembaca, seperti melalui kolom komentar dan social media sharing.

G. Mitos Jurnalisme Sebagai Pilar Keempat Demokrasi

Nyaris semua media memiliki afiliasi, hubungan, dan kepentigan dengan partai politik. Dengan begitu, media di indonesia tidak independen dan tidak bisa menentukan dirinya sendiri sebagai media. Diera modern dengan kapitalisme sebagai urat nadi, media dan politik bertemu dengan factor bisnis. Media hanya bisa menjadi pilar keempat demokrasi jika mengambil jarak dan independen dengan 3 jenis kekuasaan yang terdapat pada lembaga negara. Persekutuan media, bisnis, dan politik ditangan satu orang hanya akan melahirkan orde baru dalam bentul ain atau orde baru jilid 2. Dengan demikian, harus dibedakan antara demokrasi procedural dan demokrasi substansial.

H. Teks Dan Wacana Perspektif Teori Kritis

Teks adalah semua bentuk bahasa. Teks meliputi gambar, suara, citra, gambar, efek, dan sebagainya. Konteks berarti memasukkan semua situasi dan kondisi yang berada diluar teks. Wacana adalah makna dari teks dan konteks secara bersama. Saat ini dikenal 3 pandangan mengenai analisis wacana. Pertama mewakili kaum positivism-empiris. Menganalisis wacana dengan menggambarkan kata-kata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. Keduakonstruktivisme menempatkan wacana sebagai suatu analisis untuk membongkar tujuan dan makna-makna yang tersembunyi.Ketiga pendekatan kritis menggunakan paradigm dengan menekankan konstelasi kekuatan pada produksi dan reproduksi makna. Saat ini analisis wacana kritis menjadi primadona dalam penelitian teks ( media khususnya).

I. Semiotika Roland Barthes

Semiotika adalah ilmu tentang tanda. Menurut Barthes tanda denotative terdiri atas : penanda dan petanda. Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotative adalah juga penanda konotatif. Dengan kata lain, menurut Cobley & Jansz hal tersebut merupakan unsure material. Studi Barthes tentang tanda bertumpu pada peran pembaca. Ia membuat sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dan tanda-tanda. Focus barthes adalah gagasan tentang siignifikasi 2 tahap. Tahap pertama merupakan hubungan antara penanda dan petanda dalam sebuah tanda terhadap kualitas eksternal. Tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos. Mitos adalah bagaimana kebudayaan memahami aspek tentang realitas atau gejala alam.

BAGIAN II JURNALISME SEBAGAI MITOS

Berikut ini ada beberapa contoh berita yang beredar di situs/laman berita internet mengenai jurnalime sebagai mitos.

A. Liputan6.com

“50 Buku Jihad dari Teroris Ciputat Diserahkan ke Komnas HAM”

Kelemahan paling nyata dari berita berjudul “50 Buku Jihad dari Teroris Ciputat Diserahkan ke Komnas HAM”adalah tidak ada verifikasi data. Dalam berita ini tidak jelas apa yang dimaksud dengan teroris? Apa itu jihad? Apa itu tadzkirah? Tidak ada penjelasan yang cukup. Pembaca hanya tahu bahwa polisi menyita 50 buku berisi ajaran jihad dari penggerebekan terduga teroris di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.

Seharusnya wartawan harus bertanya, skeptic, atau bahkan ragu dengan keterangan kepolisian sehingga ia berusaha mencari tahu fakta tentang 3 istilah teroris, jihad, dan tadzkirah. Dengan demikian, mitos dalam berita ini adalah teroris, jihad, dan tadzkirah bukan pada makna sebenarnya (denotative). Ia menjadi makna kontatif, kata teroris, jihad, dan tadzkirah menjadi mitos karena dalam berita ini menunjuk bukan pada sesuatu yang sebenarnya.

B. Merdeka.com

“Cerai dari Brad Pitt, Begini Perasaan Jennifer Aninston”

Frasa “ Begini Perasaan” dalam judul berita ini mengandung pengertian hasil atau perbuatan merasa dengan pancaindra, rasa atau keadaan batin suatu menghadapi sesuatu atau kesanggupan untuk merasa atau merasai, dan pertimbangan batin (hati) atas sesuatu. Bagaimana mungkin perasaan bisa diverifikasi? Berita ini dengan sendirinya tidak factual? Media kini sudah terseret memberitakan sesuatu yang bersifat pribadu dan tidak ada kepentingannya untuk public. Cerai, selingkuh dan kawin misalnya semua itu adalah urusan pribadi.

C. Vivanews.co.id

“Diam-diam Naikkan Harga Elpiji 12Kg, Ini Alasan Pertamina”

Pemberian judul “Diam-diam” dalam berita tersebut tidak emnunjukkan yang sebenarnya. “Diam-diam” berarti dilakukan dengan tanpa pemberitahuan. Dalam judul yang dipakai dalam berita ini diasumsikan wartawan turun ke lapangan untuk mencari dan menemukan data tentang kenaikan harga elpiji 12 kg yang secara diam-diam dilakukan pertamina. Ternayata wartawan tersebut hanya melakukan kontak melalui saluran telepon bukan berdasarkan pencarian ke lapangan.Dengan demikian, makna denotative “Diam-diam” tidak ada dalam berita tersebut. Justru dari judul berita tersebut memunculkan makna konotatif yang kemudian memunculkan mitos versi Roland Barthes.

D. Tempo.co

“Serang SBY, Anas Pertanyakan Surat Dukungan”

Makna denotative dari kata “Serang SBY” dalam judul berita ini memiliki pengertian mendatangi untuk melwan (melukai, memerangi,dsb) menyerbu, melanda, melanggar, menimpa atau menentang (seperti melancarkan kritik), atau menolak hujan, menagkal. Tetapi dalam keseluruhan teks beritanya tidak ada satu pun kata yang menegaskan Anas menyerang Susilo Bambang Yudhoyono. Anas yang berkedudukan sebagai Ketua Umum harus tunduk tanpa syarat ditangan pendiri dan Ketua Dewan Pembina SBY. Namun, segala sesuatuyang miliki Anas pernah berada di bawah penguasaan SBY.

E. Cnnindoesia.com

Keselamatan Penerbangan

“Auditor PBB : Penerbangan Indonesia Punya Masalah Kronis”

Judul berita ini ingin menginformasikan badan PBB, sebagai badan/organisasi tertinggi dunia, menyatakan penerbangan Indonesia memiliki masalah yang sudah akut. Penggunaan kata “kronis” adalah mitos yang diciptakan situs berita ini. Kronis seperti merujuk ke makna aslinya adalah sesuatu yang sudah dalam tahap sangat berbahaya atau bahkan mendekati kematian. Tetapi fakta menujukkan penggunaan kata “kronis” adalah sesuatu yang sangat berlebihan. Artinya, benar adanya dunia penerbangan Indonesia ada yang salah, tetapi penggunaan kata “kronis” akan membuat kata ini menjadi mitos.

F. Sindonews.com

“Pelantikan Jokowi-JK Hapus Nuansa Kebencian”

Nuansa kebencian yang diungkapkan media ini sangat berlebihan, sepertinya pascapilpres, bangsa, pemimpin dan rakyat ini terjebak dalam kebencian. Padahal faktanya kebencian hanya segelintir saja yang tidak puas dengan hasil pilpres, beberapa waktu lalu. Persaingan sangat keras antara Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta dalam pilpres 2014 seolah-olah menular dan menembus jiwa semua anak bangsa. Padahal hanya segelintir saja yang merasakan hal tersebut.

Penggunaan kata “nuansa kebencian” menjadi mitos yang berangkat dari makna dasarnya. Ketidakpuasan pasti ada dari sebuah proses politik dibelahan manapun, tetapi penggunaan kebencian terlalu diada-adakan. Tidak berpijak pada fakta pascapilpres semua stakeholder bangsa ini aman-aman saja. Antara Jokowi dan Prabowo tidak berselisih, mereka hanya berkompetisi, yag berselisih adalah pendukung keduanya. Tidak ada kebencian seperti dalam judul berita ini. Hanya tim sukses keduanya yang penuh dengan kebencian. Kebencian dalam berita ini adalah mitos.

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian pada beberapa situs/laman berita di media online itu, ada beberapa temuan penelitian, antara lain :

  • Banyak Penggunaan Bahasa Dan Istilah Asing
  • Semuanya menggunakan bahasa asing yang sesungguhnya tidak perlu. Penggunaan bahasa asing bisa atau diperbolehkan dalam tulisan media dengan beberapa alasan. Antara lain tidak ada terjemahan bahasa indonesia yang tepat dari bahasa asing tersebut. Bahasa asing tersebut dipergunakan untuk menghindari kesalahpahaman. Factor lain banyaknya penggunaan bahasa asing dalam berita online adalah kemalasan wartawan menterjemahkan atau mencari padanan kata yang sama dalam bahasa indonesia. Hal yang tak kalah pentingnya bahasa asing sebagai pengaruh budaya popular biar disebut keren.
  • Narasumber Tunggal Dan Tidak Kompeten
  • Salah satu indicator jurnalisme prasangka adalah narasumber tunggal. Narasumber adalah elemen terpenting dari sebuah karya jurnalisme. Dengan narasumber tunggal dan tidak kompeten, jurnalisme bukan saja menjadi sebuah karya tidak bermutu tetapi juga ia juga berbahaya.
  • Penuh Prasangka Dan Tidak Ada Verifikasi Fakta
  • Kejujuran yang utama dari sebuah karya jurnalistik sedangkan verifikasi fakta yang menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel adalah jantung jurnalisme. Jika kejujuran dan veifikasi fakta sudah hilang dari sebuah karya jurnalistik, bisa dipastikan berita itu tidak memiliki orientasi dan bertujuan untuk kebenaran.
  • Nilai Kesejatian Pers
  • Pers adalah subsistem dari sebuah system pemerintah. Kelangsungan hidup pers bergantung pada system politik yang berjalan saat ini. Pers adalah lembaga independen yang tidak memihak kepada salah satu golongan ataupun pemerintah, tetapi berpihak kepada kebenaran informasi berupa fakta yang disampaikannya kepada masyarakat. Pers bukan pilar formal seperti yudikatif, eksekutif, dan legislative. Pers adalah sebagai pengontrol kinerja dan kebijakan 3 pilar formal negara. Pers bukan bagian dari pembagian kekuasaan dalam trias politika. Oleh sebab itu, pers idealnya tidak memihak kepada salah satu pihak. Pers itu independen dan imparsial, cenderung kepada kebenaran.
  • Objektivitas Versus Subjektivitas Media
  • Perspektif berita sebagai hasil rekonstruksi yang tidak mungkin sepenuhnya netral, objektif, dan berimbang adalah berangkat dari paradigma positivism. Menurut Everrest E. Dennis objektivitas dalam jurnalisme adalah kondisi yang mungkin dicapai. Sebaliknya, John C. Merril membantahnya. Objektivitas tidak mungkin terjadi (mustahil). Dengan kata lain pembaca , pemirsa, dan penonton menginterpretasikan pesan dan makna yang disampaikan media dengan penuh kepentingan, bukan kebenaran. Hal ini terjadi karena produksi pesan dan maknanya pun berbanding lurus dengan penerima dan pembacanya. Media jurnalisme memiliki agenda sendiri dan mandiri. Ia tidak berhubungan dengan kepentingan public.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun