Mohon tunggu...
Inovasi

Rangkuman Buku "MITOS JURNALISME" karya Dudi Sabil Iskandar dan Rini Lestari

8 Juni 2016   14:08 Diperbarui: 8 Juni 2016   14:18 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Harga : Rp 65.000

PROLOG

Ada apa dengan pers kita? Apakah pers kita bisa netral, objektif, dan independen? Mau dibawa kemana pers ini? Mengapa pers ikut perebutan kekuasaan dan seterusnya. Itulah sederet pertanyaan terhadap eksistensi pers dinegeri ini.

Tengoklah pertarungan media pada pemilihan umum legilatif dan pemilihan presiden 2014. Mereka terbelah secara tajam dan sarkatis, bahkan mengarah ke konflik. Tidak ada lagi penghargaan terhadap “profesi agung dan mulia,” bernama wartawan. Etika juralistik hanya bahasa di “langit,” kode etik dibuang ke tong sampah, bahksan nilai berita diinjak. Singkat kata, fase pileg dan pilpres 2014 menjadikan martabat jurnalisme jatuh pada titik nadir, yaitu jurnalisme tidak memiliki nilai setitik pun!

Singkat kata, jurnalisme kita memberikan absurditas dan tanpa makna apapun! Oleh sebab itu, jangan pernah bertanya dimanakah nilai berita (news value), kebenaran, kepentingan public, dan etika jurnalistik, serta nurani wartawan dalam dunia jurnalistik di negeri ini. Sebab semuanya sudah terbeli oleh beragam kepentingan diluar jurnalisme. Adalah 2 pakar jurnalisme kondang Bill Kovach dan Tom Rosentiels yang membuat standar mutu jurnalisme. Keduanya menyebutnya dengan 9elemen dasar sebuah jurnalisme. Kesembilan elemen tersebut adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Pertama, kewajiban utama jurnalisme adalah pencarian kebenaran. Ironisnya adalah seusatu yang abstrak dan sulit didefinisikan, bahkan cenderung controversial. Kebenaran yang dimaksud 2 pakar jurnalisme itu adalah kebenaran fungsional, yaitu kebenaran dalam tataran factual, bukan kebenaran filosofis yang abstrak sehigga sulit untuk mengukurnya. Elemen kedua jurnalisme yaitu, loyalitas utama jurnalisme adalah pada warag negara. Berita sebagai produk jurnalistik harus menyangkut dan untuk kepentingan masyarakat. Elemen ketigayang lebih konkret yaitu, kebenaran dan keberpihakan warga yang merupakan buah dari disiplin dalam melakukan verifikasi fakta.

Elemen keempat yakni jurnalis harus menjaga indepedensi dari objek liputannya. Independen bermakna tidak bergantung pada apa dan siapapun. Kelima, memantau kekuasaan dan menyambung lidah yang tertindas. Sesungguhnya inilah tugas utama jurnalisme. Ia berada diluar kekuasaan tetapi mampu memengaruhi jalannya roda kekuasaan. Keenam, jurnalisme harus memberi forum bagi public untuk saling kritik dan menemukan kompromi. Poin ini bukan hanya tempat keluhan bersama forum pembaca atau ralat, tetapi jurnalisme harus memberikan ruang secara adil dan proposional kepada semua kalangan untuk memperebutkan kebenaran.

Ketujuh, jurnalisme harus memikat dan relevan. Memikat bukan mencari sensasi. Memikat banyak hal. Misalnya melalui data dan fakta yang akurat, atau menggunakan bahasa yang menarik. Kedelapan, kewajiban jurnalisme adalah menjadikan beritanya proposional dan komperehensif. Proposional berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya yaitu menempatkan fakta sesuai dengan proporsinya. Antara judul berita dan tubuh berita harus memiliki hubungan yang jelas.Kesembilan, jurnlias diperbolehkan untuk mendengarkan hati nuraninya. Kenapa mesti hati nurani? Karena nurani tidak pernah salah. Ia sumber kebenaran. Siapapun itu termasuk wartawan.

Sesungguhnya, kata mantan wartawan Tempo Farid Gaban, ada elemen jurnalisme yang ke-10 menurut Kovach dan Rosensteil. Yakni public. Ini bisa dilihat dalam subjudul buku “What Newspeople Should Know and the Public Should Expect.” Elemen ini dipicu dan dipacu oleh perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang bernama internet. Munculnya beragam tulisan dimedia social diblog dan difacebook, misalnya menujukkan kebangkrutan jurnalisme (konvensional) dan pada sisi lain, kebngakitan jurnalisme (baru) yang berbasis warga, public, atau masyarakat. Inilah yang disebut Gaban sebagai media alternative.

Hingga kini, belum ada tanda-tanda pers menyadari kekeliruannya atau kembali kejalan yang benar. Bahwa mereka sudah menyimpang dari tujuan awal, sebagai penyampaian berita dan pencari kebenaran. Kondisi ini menempatkan masyarakat sebagai tumbal, karena menerima informasi sesat yang di konstruksi menurut kepentingan pribadi dan golongan, bukan public. Pada masa kini, menuntut media objektif, netral, independen, imparsial, dan non-partisipan bak berteriak digurun pasir. Ia akan menghilang dengan sendirinya. Lantas mati secara tragis. Mengenaskan!

BAGIAN I MITOS DALAM JURNALISME

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun