Mohon tunggu...
Ella Wargadinata
Ella Wargadinata Mohon Tunggu... Dosen - Dosen yang memiliki ketertarikan di bidang kehidupan sosial masyarakat

Life is really simple, but people insist on making it complicated

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Ikatan Cinta", Mengapa Digdaya?

20 Februari 2021   10:40 Diperbarui: 20 Februari 2021   11:05 1500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Apakah IC sinetron berkualitas? Debatable, rating dan share audience memang bukan indicator yang tepat yang bisa digunakan, karena faktor tersebut merupakan pengukuran kuantitas jumlah penonton dan tidak menggambarkan kualitas tayangan  (Bintang, 13/9/2011; Ombrill, 2013).  

Dalam ilmu politik ada adagium 'vox populi vox dei' suara rakyat adalah suara Tuhan, kebenaran diukur oleh mayoritas. Berbeda dengan dunia politik, penonton bukan voters yang harus diiming-imingi suap-sogok-serangan fajar untuk memilih kandidat tertentu. 

Penonton sinetron adalah masyarakat jujur dan awam yang pasti tidak aware atas standar teknis pembuatan film dengan kriteria: Penyutradaan, Editing, Sinematografi dan scenario. Apabila mereka fall in love terhadap satu tayangan diantara sekian banyak tayangan, maka tayangan tersebut adalah pilihan terbaik. Apabila melihat pencapaian IC sejauh ini, I do believe, IC menggunakan standar teknis ini ketika berproses.

 Lesson Learned

 Keberhasilan IC setidaknya memberikan pelajaran berharga bagi entitas entertainment dan publik di Indonesia

  • Pangsa pasar sinetron di dalam negeri masih sangat lebar, oleh karena itu manajemen/pemilik modal dapat membuat tayangan yang komersil sekaligus memenuhi standar berkesenian yang baik. Para pebisnis dunia hiburan pe TV-an tidak hanya berjiwa Profit oriented namun sekaligus memiliki tanggungjawab moral mengingat tayangan mampu mempengaruhi perilaku penonton. Pelajaran penting bagi pemilik modal untuk membuat tayangan yang komersial tapi tidak ngasal.  Jika film dibuat dengan bagus, tentu banyak yang menonton. Namun jika film dibuat dengan jelek, uang habis dan dosa justru bertambah (Deddy Mizwar, 2019)[15].
  • Sinetron dijadikan ajang bagi para sineas untuk melakukan proses kreatif sesuai dengan pakem berkesenian   
  • IC memberi pelajaran penting bagi pemain sinetron berwajah kinyis-kinyis, berpenampilan kece badai untuk kembali belajar seni peran. Begitu juga bagi pemain IC yang masih belum mampu berperan secara maksimal, jadikan IC sebagai ajang untuk belajar, bermain sinetron bukan hanya untuk menambah pundi-pundi, jadikan IC  sebagai sekolah untuk melangkah lebih jauh.
  • Manajemen-seniman harus mengetahui titik jenuh dimana plot sempalan tidak dapat digunakan untuk memperpanjang episode, enough is enough. Ketika IC memberi contoh dengan meraih penonton setinggi ini, maka  IC juga harus memberi contoh untuk berhenti pada saat berada di peak level, titik klimaks.
  • IC juga memberi pelajaran berharga untuk penonton, agar meningkatkan kesabaran dan tidak mengernyitkan dahi, apalagi lempar barang,  ketika adegan terpotong iklan sisipan ataupun jeda iklan pariwara yang begitu panjang. Iklan yang menghidupi stasiun TV untuk bisa terus berproduksi dan membayar para pemain. Tayangan gratis dibayar dengan kesabaran.

 *) Penonton Ikatan Cinta yang bekerja sebagai Pengajar di PTN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun