Mohon tunggu...
Ella Wargadinata
Ella Wargadinata Mohon Tunggu... Dosen - Dosen yang memiliki ketertarikan di bidang kehidupan sosial masyarakat

Life is really simple, but people insist on making it complicated

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Ikatan Cinta", Mengapa Digdaya?

20 Februari 2021   10:40 Diperbarui: 20 Februari 2021   11:05 1500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

.........disapa di Plaza Indonesia oleh Ibu-ibu yang menenteng tas LV dan Hermes,.menjadi  indikator kuat bahwa IC telah menembus segmen pasar kelas A+......

Raihan rating dan TV share Sinetron Ikatan Cinta (IC) menorehkan rekor-rekor mengagumkan dalam sejarah pesinetronan Indonesia. Sukses ini membawa ketercengangan sekaligus menarik untuk diulik agak sedikit  serius.

Kehebatan IC tercatat sebagai berikut: pertama, hanya butuh lima hari bagi IC untuk menggeser sinetron Anak Jalanan dan sampai tulisan ini dibuat, IC bertengger di puncak sinetron nomor satu sejak penayangan perdana 19 oktober 2020 (tribunsumsel.com,25/10/2020).

Kedua  bukan hanya soal urutan yang membuat IC mengejutkan, IC mencapai raihan rating dan share audience yang tidak pernah dicapai sinetron apapun di Indonesia. IC leading jauh di depan meninggalkan competitor lainnya. Hanya butuh 49 episode bagi  IC untuk menembus rating dua digit, pada 22 November, IC  membukukan rekor dengan mencetak angka 10,1 dengan share 35,9.

Ketiga, Rating IC terus melesat, pada episode 94-95 tayang 26 Desember 2020, rating IC tercatat 12,6/44,3 menumbangkan rekor Cinta Fitri episode 150   yang telah bertahan selama 11 (tabloidbintang.com,28/12/2020).

Keempat, trend kenaikan IC berlanjut terus, rating IC makin menjulang dan menembus angka 14,2/48,6 pada episode 150-151 yang tayang 3 Februari 2021 (Jurnal Soreang, PR 4/2/2021). Bahkan audience share IC menembus angka 50,1 pada episode tayang 8 Februari 2021[1]. 

Hasil perhitungan yang dilakukan oleh Nielsen memang menggunakan metode sampling dengan memasang panel people meter pada setiap televisi di 2.273 rumah tangga di 11 kota besar di Indonesia (Juniman, 23/09/2017)[2]. 

Lupakan dulu masalah representativeness sample dalam ilmu statistic, bila metode sampling Nielsen valid dan reliable, maka sample Nielsen dianggap mewakili populasi seluruh pemilik TV di Indonesia. 

Bahasa sederhananya diterjemahkan sebagai berikut: bila penduduk usia 15 tahun ke atas dengan jumlah 129,5 juta[3] sedang menonton TV pada saat IC tayang, diprediksi 65 juta-an orang menonton IC. Dan angka ini akan jauh lebih besar karena bocah di bawah 15 tahun juga ikutan nonton. Angka yang mengejutkan bagi sebuah tayangan sinetron.

 Kelima, melihat trend dan cerita yang masih jauh dari titik klimaks. IC setidaknya masih hutang dua plot besar, yakni: reaksi Mama Rossa apabila tahu Andin dihukum atas pembunuhan Roy, anak kesayangannya. Serta, bagaimana Aldebaran cs bisa menuju ke Elsa yang sudah diketahui penonton sebagai pembunuh Roy.

 AAdIC, Ada Apa dengan Ikatan Cinta? Betulkah pandemi membuat penonton TV menjadi terpaku pada sinetron ini? Wait a minute,  bukankah selama pandemi, banyak sinetron tetap wara wiri di berbagai chanel TV? 

Pandemi tidak menghentikan produksi tayangan sinema elektronik, namun dari sekian banyak tayangan hanya sedikit yang menyentuh angka 5, jangankan mendekati angka dua digit.

Sinetron Samudra Cinta yang sudah tayang lebih dari 500 episode, hanya mampu mencapai TVR 5.8 dan share 21.8 persen pada 14 Feb 2020 (sisnettv.com, retrieved 7/02/2021). Postulat bahwa IC booming karena pandemi sepertinya bukan jawaban yang sepenuhnya tepat.

 Sinetron adalah tayangan bebas biaya, semua sinetron memiliki probabilitas yang sama untuk dipilih dan sebaliknya penonton memiliki hak prerogratif untuk memilih. Tapi mengapa mayoritas menjatuhkan pilihan pada IC sebagai tayangan wajib dan  ikhlas meninggalkan sinetron yang lain?  IC digdaya karena pandemi? Nope, absolutely No

 Once more, AAdIC? Ada Apa dengan Ikatan Cinta? apa yang menyebabkan IC begitu powerful? Berikut disajikan beberapa variable dan postulat

 1. Kekuatan Cerita, Plot, Plot Twist dan Script. Sinetron, Film, Drama atau apapun yang berhubungan dengan seni peran, pada dasarnya adalah adegan yang bertujuan untuk menyampaikan sebuah cerita. Cerita menjadi fondasi utama untuk sebuah seni peran, termasuk sinetron.IC pada dasarnya adalah drama percintaan, namun plot yang dibangun membuat IC muncul as not as an ordinary romance drama. IC adalah drama yang menggunakan plot tipe eksposisi. 

Di awal tayangan IC sudah  mempersiapkan plot yang kuat untuk merajut cerita yang akan datang. Di bagian plot inilah, karakter utama diperkenalkan, latar ditetapkan, dan konflik utama cerita dibuka. Pemirsa sudah  mendapatkan wawasan mengenai karakter dengan baik, sifatnya, bagaimana cara mereka berpikir dan berperilaku. 

Namun IC tidak berhenti disitu, IC menyajikan plot twist yang mislead dan mampu menyesatkan prediksi penonton. Plot Twist IC beberapa kali membuat penonton kecele dan memaksa untuk menunggu untuk melihat perkembangan cerita. Kemudian, kualitas script. Naskah-Dialog yang dibuat tim penulis disebut oleh beberapa pemain sebagai 'dialog yang padat'.  

Tim penulis IC sangat konsisten menjaga alur cerita memiliki kesinambungan. Penulis juga membuat dialog-dialog yang bernas untuk para pemain. Dengan tidak mengurangi rasa hormat , kualitas akting pemain IC tidak semua excellent, namun kekuatan script dan dialog yang dibuat mampu menutupi kekurangan itu. 

Semua pemain IC memperlihatkan kedisiplinannya untuk patuh pada naskah yang telah dibuat. Namun disisi lain pemain nampaknya diberi keleluasaan untuk melakukan improvisasi dengan menambahkan frasa maupun kalimat sesuai dengan karakter yang dimainkan. Lihat tokoh Mama Rossa yang selalu menambahkan frasa asing untuk dialog-dialognya. 

Dalam banyak scene, English phrases tersebut directly translated oleh Mama Rosa. Namun dalam beberapa scene terlihat frasa asing dibiarkan tanpa translation dan sepertinya Sari Nila menambahkannya secara spontaneously. 

Hasil akan beda ketika pemain tidak memiliki kemampuan berbahasa se-fluent Sari Nila. Surya Saputra pernah menyatakan bahwa dalam beberapa scene, tokoh Papa Surya menuntunnya untuk membuat kalimat-kalimat ajaib yang membuat dirinya sendiri terkejut, daengan hasil yang superb. 

Inilah kekuatan IC, cerita yang bagus, plot yang kuat, naskah yang konsisten, dialog yang padat serta kemampuan extra ordinary pemain yang mampu menambah kekuatan verbal IC.

2.  IC memperluas pangsa pasar dan segmen target penontonSelama ini produksi sinetron berada di comfort zone, membuat project dengan kualitas alakadar karena yakin bahwa penonton is there. Sinetron dibuat atas dasar selera pasar, mengabaikan cerita, memasang pemain yang fresh, good looking, tidak grogi di depan kamera, sehingga kemampuan berakting menjadi penilaian nomor buncit. 

Hanya beberapa PH yang memiliki idealisme tinggi yang memiliki bargaining position kuat yang mampu memproduksi project anti mainstream, sebut saja PPT/Para Pencari Tuhan, SDAS/Si Doel Anak Sekolahan, Bajaj Bajuri atau Preman Pensiun. Mengusung cerita non-romance, memasang pemain berpenampilan kebanyakan, without wardrobe ataupun luxurious things sebagai properties, toh tayangan mereka komersil dan sekaligus menjadi tontonan inspiratif (mengambil terminologi Mas Menteri Nadiem Makarim)[4]. 

Balik lagi ke IC, susunan pemain IC ini unik, masing-masing pemain mewakili kelompok penikmat seni peran yang berbeda, kelompok usia yang berbeda dan genre yang juga beda. 

Memang, nama Amanda Manopo tidak dapat dipungkiri menjadi daya tarik kuat untuk menarik penonton sinetron existing. Berkarir dari usia muda, konsisten berada di jalur seni peran,  berada di usia 20-an, periode golden age bagi pemain sinetron di Indonesia,mengantarkan Manda menjadi bintang sinetron berbayaran mahal di Indonesia. 

Manda memiliki fanbase yang kuat  dengan jumlah follower terbanyak dinatar pemain IC yang lain. Namun, terlalu riskan juga bagi MNC apabila hanya mengandalkan Manda untuk lifting IC setinggi ini, toh selama berkarir di dunia sinetron sebagai pemeran utama, sinetron Manda tidak pernah se digdaya ini. 

Namun harap catat, tokoh Andin menggunakan high end product dari top to toe. Manda menggunakan property pribadi untuk semakin memperkuat tokoh Andin sebagai isteri Sultan Pondok Pelita yang dibekali black card. 

Nama yang lain? Arya Saloka, Surya Saputra adalah pemain layar lebar dan juga rajin nongol di layar kaca, membuat nama mereka  memiliki pangsa pasar tersendiri.  

Atau ambil Sari Nila, salah satu model legend , namun namanya nyaris tidak terdengar bagi generasi millennial dan generasi -Z-.  But, look at her now, Berapa banyak para menantu yang ingin ibu mertuanya transform menjadi Mama Rossa, perempuan well educated, high class, stylish, wise dan sayang kepada anak, cucu dan menantunya dengan cara yang elegant. 

Chika Waode? Bermain ajaib di Lenong bocah tahun 90, membuat namanya tetap dikenang  dalam ingatan kelompok umur tertentu. Dan jangan lupakan Evan Sanders, selebriti multi talenta, main sinetron, layar lebar, penyanyi, VJ MTV, host. 

Bung Evan punya basis penggemar tersendiri. MNC memiliki kalkulasi yang matang dan fully rely on pada proses kreatif pekerja seni bahwa IC adalah sinetron yang 'beda' sehingga berani menaruh IC pada prime time dan head to head dengan sinetron yang dibintangi oleh pemain yang selama ini dkenal sebagai pasangan idola, raja-ratu sinetron Indonesia. 

MNC menyadari betul peta kekuatan  IC dan menakar kelemahan competitor. MNC take a risk dengan mengambil pemain di luar gambaran idola bintang sinetron versi masyarakat awam, namun, sebagai gantinya, IC memberikan pemain bukan kaleng-kaleng, dilihat dari track record , Cast Ikatan Cinta bukan pelakon kelas receh. 

Sekarang, mari kita lihat dari segi penonton. Penonton sinetron tidak bisa dibandingkan dengan movie goers, kedua kelompok sama sekali tidak apple to apple. Penonton sinetron adalah public yang berasal dari strata heterogen. Survey menunjukan bahwa penonton sinetron berasal dari kelas B dan C, dengan komposisi kelas C mencapai 51% (Nielsen, 2010)[5]. 

Kelas ini lah yang voracious melahap sinetron apapun yang disajikan oleh Channel TV, tanpa melihat kualitas tayangan apalagi kualitas pemain. Sinetron adalah tayangan free of charge, oleh karena itu sinetron menjadi hiburan utama bagi kelompok ini. Sementara, kelas A adalah kelompok yang memiliki kemampuan untuk memilih tayangan sesuai dengan selera  (Wardhana, 2016)[6].  

Dan kelompok inilah yang belum digarap dengan baik oleh produsen tayangan hiduran. Movie goers dan kelas A, mereka ini pastinya bukan penonton yang rela duduk diam manis depan TV untuk menunggu tayangan yang sama sekali tidak menarik minat mereka. Tetapi masuknya Arya Saloka dan Surya Saputra dan penggunaan properties mewah di IC membuat segmen target IC menjadi lebih lebar. 

Selain itu, penonton fanatic Drakor adalah penonton potensial yang selama ini terlupakan, padahal demand Drakor semakin hari semakin tinggi. Rendahnya kualitas sinetron yang ada, cerita yang absurd, kualitas pemain yang cuma segitu doang, episode yang panjangnya minta ampun.  

Namun sebaliknya, Drakor memiliki kelebihan di:  sinematografi kelas dunia, alur cerita yang menarik,  visual yang indah, OST yang easy listening,  fashion pemain, adegan romantis yang bikin baper serta durasi pendek menjadikan Drakor lebih menarik daripada Sinetron   (Kompas, 30/05/2020[7], Wolipop 25/10/2020[8]). 

Merujuk pada wawancara Ayya Renita oleh Boy William yang menyatakan bahwa perannya sebagai Mis Kiki membuat AR disapa di Plaza Indonesia oleh Ibu-ibu yang menenteng tas LV dan Hermes,.menjadi  indicator kuat bahwa IC telah menembus segmen pasar kelas A+ [9]. 

Melihat raihan IC yang beyond the limit, sepertinya IC berhasil melakukan hattrick, untuk 1) merebut kelas B-C dari channel lain untuk berpindah ke IC 2) Merambah pasar ke kelas A untuk mengubah non sinetron lovers menjadi new-born sinetron audience.  3) menjadikan IC sebagai alternatif tayangan selain Drakor. Cast IC berasal dari lintas generasi, lintas segmen dan lintas genre.

3.  Penjiwaan Pemain. Casting IC yang memang pekerja seni, membuahkan hasil yang mengagumkan. Apresiasi untuk pemeran utama yang mampu memvisualkan tokoh dengan outstanding. 

Arya Saloka yang rajin bermain di banyak FTV,  film pendek , kemudian berperan dalam film besar di bawah arahan sutradara hebat. Kematangan berakting AS, tidak perlu dipertanyakan, bermain berbagai peran, apakah sebagai pemuda petakilan (FTV, Sinetron), mahasiswa cool yang akan kuliah di New Zealand (Purnama di Terminal 3) atau peran utamanya di film 'Menunggu Pagi'. 

Sembilan tahun berkiprah berhasil mencetak seorang AS sebagai pemain watak yang patut diperhatikan, "Bermain dengan hati' (wawancara AS di beberapa media) , konsistensi dan persistensi telah mendorong AS semakin dikenal sekaligus menjadi pengungkit IC sebagai mega sinetron. 

Bermain di sinetron kelas stripping tidak menurunkan kualitas berperan seorang AS. Secara teknis, IC banyak mengambil adegan secara close up sehingga ekspresi wajah pemain sangat berperan untuk menyampaikan pesan cerita. 

Lihat kecerdasan Arya Saloka yang mengekspresikan tokoh melalui optimizing kelenturan otot-otot muka untuk bertransformasi menjadi sosok Aldebaran yang self-confidence, tegas, solitaire, introvert, jaga jarak, jutek, jaim dan juga galak. 

Menjaga dengan konsisten otot-otot rahang untuk berbicara dengan intonasi rendah penuh tekanan. Namun sebaliknya, pada episode 12 Februari 2021,  AS  sukses membawa tokoh ke titik nadir, runtuh sudah ke superior -an seorang Aldebaran Al Fahri, seorang konglomerat muda, ketika sikap sadisnya dibombardir hebat oleh Tokoh Angga. 

Beberapa scene memang memperlihatkan  Mas Al meneteskan air mata melihat keterpurukan tokoh Andin, namun tetesan air mata ketika diminta untuk menyerahkan diri ke polisi, sebagai pengakuan dosa atas kejahatannya terhadap Andin, menggambarkan betapa powerless nya seorang Iron Man-IC. Saya yakin para MICIN/ Emak -emak Ikatan Cinta ikut meneteskan air mata bersama penyesalan sang tokoh utama. 

Lihat bagaimana Amanda Manopo berhasil menampilkan transformasi tokoh Andin perfectly, dari karakter perempuan yang super duper baik menjadi perempuan yang penuh dignity. Tetesan bulir air mata Manda mengalir natural, atau kemarahan tokoh Andin yang divisualkan dari mulai raut wajah, tatapan mata, atau adegan menampar, menginjak bahkan membanting,  semua dilakukan properly,  tidak over acting.

 Atau Sebut bintang sekelas Surya Saputra, sebagai salah satu jaminan mutu bagi  movie goers. Perannya yang iconic sebagai gay di Arisan! dengan ganjaran Piala Citra FFI 2004. SS pernah menyatakan bahwa dirinya adalah pemain yang sulit mengeluarkan air mata, namun dalam beberapa scene terlihat Papa Surya meneteskan air mata dengan amat sangat indah. 

Ayya Renita adalah salah satu aktris yang patut mendapat acungan dua jempol, peran ART dimanfaatkan secara full speed oleh Ayya untuk berekspresi. Dalam beberapa kesempatan, Ikbal Fauzi, lawan main Ayya menyatakan keterkejutannya karena Ayya melakukan beberapa improvisasi diluar  scenario, dengan hasil marvelous. 

Ayya Renita yang magnificent di real life sukses mengubah diri menjadi Mis Kiki yang 'hah-hoh' di dunia tipu-tipu. Kejeniusan berkesenian AR diperlihatkan dengan kemampuannya untuk menurunkan IQ ketika menjadi Mis Kiki. Hilang sudah wajah glamour AR-berubah menjadi wajah 'hah-hoh' Mis Kiki. Sebuah totalitas yang jarang terjadi. 

Miss Kiki mampu membuat penonton terpingkal-pingkal walau dengan mata sembab. Satu lagi, Fara Simatupang, aktris cilik berbakat yang mampu membuat pemirsa kompak menangis berjamaah. Penjiwaannya atas tokoh Reyna membuat IC semakin banyak ditonton. 

Over all mayoritas pemain IC begitu masuk, melebur blend dengan karakter  sehingga identitas real pemain fade away tertelan karakter yang dimainkan. IC sukses memberikan rasa kepada pemirsa, seakan ikut terlibat dalam kehidupan para tokohnya. 

Reaksi dan histeria penonton menjadi bukti kepiawaian pemain IC. Kehaluan penonton menjadi bukti betapa IC membuat penonton sulit membedakan mana kehidupan nyata dan dunia fantasi.  Pemain IC memiliki totalitas penjiwaan dan kecerdasan akting DARR (di atas rata-rata).

4.  Original Soundtrack Tanpa Batas Waktu/TBW . Musik memiliki beberapa fungsi penting dalam film, bisa sebagai gambaran emosional atau membantu meningkatkan penceritaan. Keberuntungan IC adalah mendapatkan OST Tanpa Batas Waktu yang fit dengan suasana kebatinan IC. TBW sepertinya memang ditakdirkan untuk IC. 

Keindahan TBW (di luar sebagai OST IC) dapat dilihat dengan banyaknya versi cover yang dinyanyikan oleh penyanyi dengan kemampuan teknis vocal yang berbeda, dari mulai Cakra Khan,  pemenang The Voice Jerman 2019, Caludia Emmanuella Santoso, atau Metha Zulia yang membawakan TBW dengan versi yang berbeda, sangat indah. 

Bahkan TBW dinyanyikan dengan music koplo dan Jawa -Dangdut pun ada. Dari sekian banyak versi, hanya Astrid yang mampu menembus angka 7 juta viewer. Ketika OST TBW yang dinyanyikan Fadly telah ditonton 15 juta viewers dalam waktu enam bulan sejak rilis, cover TBW versi Amanda Manopo tembus 20 juta kali dalam waktu satu bulan (tribunnews, 3/2/2021)[10]. 

TBW menjadi berbeda ketika dinyanyikan oleh Amanda Manopo sang pemeran Tokoh Andin, lirik dan melodi yang muncul menggambarkan rasa kepedihan yang tak berujung. TBW bukan hanya as a song which can be sang by any singer. TBW adalah lantunan jiwa seorang Andini Kharisma Putri, TBW seakan menggambarkan penantian dan keraguan cinta tanpa akhir  Tokoh Andin terhadap Mas Al. 

Tiap kali mendengar "Tanpa Batas Waktu" saat Ikatan Cinta mengudara, penonton sudah merasa tersayat-sayat. Lirik yang diciptakan Ade Nurulianto terasa mewakili kisah Aldebaran Al Fahri dan Andin (Kurniawan, 31/12/2020)[11]. IC kuat karena OST yang reflecting dan heart touching.

4. Hubungan antara Sinetron-Iklan- Emiten TV. TV merupakan media iklan utama di Indonesia, TV adalah tempat favorit bagi produsen untuk memasang iklan. Coverage yang luas, waktu penyampaian yang cepat, membuat TV menjadi media yang paling efektif untuk memasang iklan. 

Pemasang iklan berharap produk maupun jasanya dapat dikenal dan dipergunakan oleh konsumen, disisi lain stasiun TV menadapat imbalan jasa atas spot iklan yang masuk. 

Untuk itu, stasiun TV berlomba untuk membuat tayangan yang menarik dengan harapan mendapatkan penonton yang banyak sehingga dapat meningkatkan harga jasa iklan. Sinetron adalah program andalan stasiun untuk memperoleh pendapatan  dari iklan. 

Semakin banyak penonton sinetron, semakin banyak pendapatan stasiun TV dari iklan. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila emiten-emiten TV akan sangat menaruh perhatian besar terhadap sinetron. 

Kesuksesan sebuah sinetron berdampak positif pada kinerja televisi. Emiten tiga kelompok media arus utama seperti PT Surya Citra Media Tbk (SCMA), PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) dan PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) berlomba menyajikan program terbaik untuk meraih perhatian para pengiklan. 

Semakin banyak iklan, berarti pundi-pundi emiten televisi semakin besar. (Chandra, 27/03/2017)[12]. Sebagai contoh penerimaan iklan Sinetron SCTV di kuartal III 2015 mencapai Rp 980,049 miliar atau menyumbang hampir 40% pendapatan SCTV. Pada periode yang sama, RCTI melalui tayangan drama berhasil meraup Rp 849,336 miliar, berkontribusi 28% pendapatan RCTI (Gunawan, 02/10/2015)[13].  

Ilustrasi tersebut hanya menggambarkan hubungan antara sinetron dengan performa finansial emiten TV. Semakin tinggi rating sinetron, semakin tinggi bargaining power di mata pengiklan. Disisi lain, belanja iklan selama pandemic tumbuh sebesar 72% dan semakin memperkuat posisi TV sebagai media iklan (wartaekonomi, 26/08/2020)[14].

Peluang besar ini tentu akan sangat dimanfaatkan oleh emiten TV untuk mengambil kue iklan ini melalui sinetron. Rating dan Share digunakan oleh pemilik channel untuk menentukan harga slot iklan, semakin banyak penonton, semakin tinggi harga iklan. Oleh karena itu hasil hitungan Nielsen akan sangat ditunggu dan dijadikan dasar pengambilan keputusan mengenai nasib sebuah tayangan. 

Rangsangan ekonomi dan birahi profit taking  pelaku bisnis entertainment seringkali mengabaikan nilai, etik maupun moralitas yang harus dijunjung tinggi oleh tayangan atau melupakan alur cerita yang makin absurd dan keluar plot dengan memanjangkan episode demi menangguk untung. Pada dasarnya IC adalah produk yang dilahirkan dari pertimbangan financial feasibility yang  juga menempatkan sinetron sebagai sebuah karya seni. 

Pihak manajemen  memfasilitasi kepentingan sineas untuk berkreasi, namun sebaliknya, sineas pun harus  memfasilitasi kepentingan manajemen ketika hadirnya spin off plot (atau apapun namanya) dengan penambahan plot untuk pemeran pendukung.  Berbeda dengan layar lebar yang membuat project baru untuk memfasilitasi cerita spin off, sinetron menaruh plot tersebut di tengah produksi. 

Contoh di IC bisa dilihat dengan plot yang diciptakan untuk cerita "Putra Kidul" dengan menciptakan plot bagi tokoh Rendy-Kiki-Bu Mayang. Nasib plot sempalan ini akan sangat ditentukan oleh survey Nielsen yang memberikan daily report. 

IC sekarang menemukan the new uwu couple antara tokoh Angga dan Michele yang bisa memperpanjang episode dan sedikit melupakan plot utama yang harus digarap. Bahkan untuk kepentingan ini, tokoh Angga harus convert dari peran kriminal menjadi mantan preman bucin.  IC Berjaya karena kesepahaman antara Manajemen-Sineas, Money vs Seni, Pragmatis vs Idealis.

5.  IC adalah Sinetron berbasis Budaya Timur. Indonesia adalah negara yang memiliki budaya timur yang penuh dengan sopan santun, adab, etika serta agama menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari. IC mampu menarik perhatian karena mampu menampilkan adegan yang berada dalam koridor adat istiadat dan budaya Timur.  

Romantisme divisualkan lewat gesture dan adegan yang terjaga, tidak ada adegan vulgar. IC sangat memperhatikan detail adegan untuk menciptakan efek baper penonton. Penggunaan symbol-simbol/ ritual keagamaan dalam beberepa scene. 

IC menggambarkan tokoh sebagai muslim yang taat menjalankan ibadah sholat. Faktor ini menjadi salah satu daya tarik bagi penonton  yang merasa terwakili dan menjadikan tokoh  seakan menjadi gambaran ideal muslim yang baik.  IC membawa cerita yang lekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. 

IC momentum kebangkitan Sinetron Indonesia

Keberhasilan IC untuk menarik perhatian pemirsa dengan direfleksikan pada capaian rating dan share menjadi indikator kuat bahwa IC  menciptakan milestone dalam sejarah sinetron tanah air. Keberhasilan IC memberi lesson learned bagi banyak entitas entertainment di Indonesia. 

Apakah IC sinetron berkualitas? Debatable, rating dan share audience memang bukan indicator yang tepat yang bisa digunakan, karena faktor tersebut merupakan pengukuran kuantitas jumlah penonton dan tidak menggambarkan kualitas tayangan  (Bintang, 13/9/2011; Ombrill, 2013).  

Dalam ilmu politik ada adagium 'vox populi vox dei' suara rakyat adalah suara Tuhan, kebenaran diukur oleh mayoritas. Berbeda dengan dunia politik, penonton bukan voters yang harus diiming-imingi suap-sogok-serangan fajar untuk memilih kandidat tertentu. 

Penonton sinetron adalah masyarakat jujur dan awam yang pasti tidak aware atas standar teknis pembuatan film dengan kriteria: Penyutradaan, Editing, Sinematografi dan scenario. Apabila mereka fall in love terhadap satu tayangan diantara sekian banyak tayangan, maka tayangan tersebut adalah pilihan terbaik. Apabila melihat pencapaian IC sejauh ini, I do believe, IC menggunakan standar teknis ini ketika berproses.

 Lesson Learned

 Keberhasilan IC setidaknya memberikan pelajaran berharga bagi entitas entertainment dan publik di Indonesia

  • Pangsa pasar sinetron di dalam negeri masih sangat lebar, oleh karena itu manajemen/pemilik modal dapat membuat tayangan yang komersil sekaligus memenuhi standar berkesenian yang baik. Para pebisnis dunia hiburan pe TV-an tidak hanya berjiwa Profit oriented namun sekaligus memiliki tanggungjawab moral mengingat tayangan mampu mempengaruhi perilaku penonton. Pelajaran penting bagi pemilik modal untuk membuat tayangan yang komersial tapi tidak ngasal.  Jika film dibuat dengan bagus, tentu banyak yang menonton. Namun jika film dibuat dengan jelek, uang habis dan dosa justru bertambah (Deddy Mizwar, 2019)[15].
  • Sinetron dijadikan ajang bagi para sineas untuk melakukan proses kreatif sesuai dengan pakem berkesenian   
  • IC memberi pelajaran penting bagi pemain sinetron berwajah kinyis-kinyis, berpenampilan kece badai untuk kembali belajar seni peran. Begitu juga bagi pemain IC yang masih belum mampu berperan secara maksimal, jadikan IC sebagai ajang untuk belajar, bermain sinetron bukan hanya untuk menambah pundi-pundi, jadikan IC  sebagai sekolah untuk melangkah lebih jauh.
  • Manajemen-seniman harus mengetahui titik jenuh dimana plot sempalan tidak dapat digunakan untuk memperpanjang episode, enough is enough. Ketika IC memberi contoh dengan meraih penonton setinggi ini, maka  IC juga harus memberi contoh untuk berhenti pada saat berada di peak level, titik klimaks.
  • IC juga memberi pelajaran berharga untuk penonton, agar meningkatkan kesabaran dan tidak mengernyitkan dahi, apalagi lempar barang,  ketika adegan terpotong iklan sisipan ataupun jeda iklan pariwara yang begitu panjang. Iklan yang menghidupi stasiun TV untuk bisa terus berproduksi dan membayar para pemain. Tayangan gratis dibayar dengan kesabaran.

 *) Penonton Ikatan Cinta yang bekerja sebagai Pengajar di PTN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun