Sementara Busu tidak setetes pun meneguk isi cawan di tangannya. Pikirannya masih tertuju pada satu orang.
Nyai Fatimah.
***
Pikiran itu bagai langit. Tidak bisa diukur sejauh mana ketinggiannya. Dan hati itu ibarat laut. Tidak bisa diduga sejauh apa kedalamannya.
Gubraak!!!
Pendekar Tanpa Bayangan ambruk di atas lantai. Ia mabuk berat. Tubuhnya nglimpruk bak karung goni tanpa isi.
Busu menghela napas panjang. Dalam kondisi teler begini mana mungkin sang pendekar---yang memiliki nama kecil Supol itu bisa membantunya membuatkan ramuan penawar racun?
Busu menyesal. Seharusnya ia tidak membiarkan sang pendekar meneguk minuman begitu banyak.Â
Tapi mana ia berani? Pendekar Tanpa Bayangan adalah mantan gurunya. Dan, ia tahu betul bagaimana polah sang guru jika kehendaknya dihalangi. Ia tidak akan segan mengajak bertarung!
Cawan yang sedari tadi hanya ditangkupnya disorongkan jauh ke tengah amben. Wajahnya murung. Haruskah ia kembali ke padepokan Siur Bertuah dengan tangan hampa?