Di bawah temaram lampu templok Ni Ayu mengompres kening Nyai Fatimah dengan kain basah. Sesekali jemarinya menyentuh kain basah itu dan mencelupkannya kembali ke dalam air sekiranya kain dirasa mulai hangat dan mengering.
Sementara Busu alias Pendekar Kulkas Dua Pintu, berdiri mengawasi tak jauh dari sisi ranjang. Pandangannya sayu tertuju pada tubuh Nyai Fatimah yang terbujur diam. Yang sepintas lalu bagai orang sedang tidur.
Dalam hati Busu sama cemasnya dengan Maha Guru Ayah dan Ni Ayu. Ia tahu bagaimana dahsyatnya racun Kalamenjing jika sudah merasuk ke dalam tubuh seseorang. Racun itu akan membuat saraf-saraf menjadi lumpuh.
"Ni! Jaga Nyai Fatimah baik-baik!" Ditepuknya pundak Ni Ayu perlahan sebelum tubuhnya melesat meninggalkan padepokan. Malam itu ia nekat menembus kegelapan malam.Â
Ya. Sang pendekar yang pendiam itu ingin mencari pertolongan dengan caranya sendiri.
***
Segala kehidupan berawal dari timur
Hutan Garangan
Malam tergelincir semakin jauh. Busu telah melintasi perbatasan sisi timur Hutan Garangan.
Di sebuah tanjakan langkahnya terhenti. Matanya tajam menyapu sekeliling. Otaknya fokus pada satu titik. Yakni gubuk tua yang ditinggali seseorang yang ingin ditemuinya.
Sesaat ia menghela napas lega. Ia merasakan kakinya yang tak beralas sudah menginjak tanah berpasir hitam yang lembap dan dingin. Tanah yang beberapa tahun silam pernah akrab menemaninya berlatih ilmu kanuragan.