***
Laquita menyandarkan punggung pada jok mobil, menatap sosok pria yang duduk di sebelahnya yang sudah mengambil alih kemudi. Ia sempat berpikir, andai Jeremy melepas topengnya dan menunjukkan wajah aslinya, apakah ia akan mendapatkan satu kejutan? Dari bentuk leher yang kuat Laquita meyakini---wajah di balik topeng itu pasti sangatlah menawan.
Lama Laquita membiarkan imajinasinya meliar. Membayangkan wajah Jeremy dan dirinya tanpa topeng. Membayangkan pria gagah itu tersenyum lalu menyentuh dagunya.
Ah, ia membayangkan begitu banyak hal menyenangkan sehingga tidak menyadari mobil yang mereka tumpangi telah meluncur jauh meninggalkan kota.
Laquita tersadar dari lamunan ketika mobil mulai melewati jalanan menanjak. Lalu menurun lagi mengikuti jalan yang berkelok-kelok.
"Je, masih jauhkah tempat praktik dokter itu?" Laquita menoleh ke arah Jeremy. Jeremy tidak menyahut. Laquita melirik sekilas arloji di pergelangan tangan kirinya.
Sudah hampir satu jam mereka berkendara.
Setelah melewati jalan makadam berbatu, mobil berbelok, lalu berhenti di depan sebuah rumah berpagar tinggi. Roda mobil mendecit. Suara mesinnya menggerung-gerung berpadu dengan bunyi klakson yang dipencet berkali-kali.
Seorang laki-laki berumur tergopoh menggeser pagar ke arah samping.
Mobil bergerak lagi memasuki halaman rumah. Kali ini berhenti tepat di sebelah taman kecil. Pengemudinya melompat turun, berjalan memutar dan siap membukakan pintu untuk Laquita.
Laquita masih tertegun, menatap bangunan megah yang berdiri di hadapannya. Matanya yang bulat sibuk mencari-cari tulisan Praktik Dokter---atau semacamnya.