Ia datang ketika lustrum waktu berputar pada kisaran 160 kali.Â
Perempuan itu. Ia muncul dalam tampilan yang berbeda. Namun masih dengan jiwa dan isi kepala yang sama.
Dan tentu saja lelaki itu langsung bisa mengenalinya dengan baik.
Ia biarkan perempuan itu berjalan tergesa-gesa. Berteduh dari sengat terik matahari, tepat di bawah pohon mangga yang siang itu mulai menggugurkan sari bunga-bunganya.
Perempuan itu nyaris bersandar pada batang pohon kalau saja matanya yang redup tidak keburu menangkap sesuatu yang ganjil.
Kata-kata!
Begitu banyak kata-kata tertangkap oleh tidak saja indera penglihatannya, tapi juga mata hatinya. Perempuan itu terjengah. Merasa Deja vu.
Beberapa detik lamanya dada perempuan itu naik turun. Menahan gejolak yang seolah hendak meledak dan melumatnya habis-habisan.
kutandur rindu pada tiap gulir waktu
semampuku
Perempuan itu sontak bersimpuh. Menenggelamkan diri pada kedua tangkup jemarinya.
tentang bagaimana rindu mesti kukultivasi
menjadi petani waktu yang mendatangi tanah hati
menanam bibit-bibit rindu tatkala sengat gairah mentari: hangat menciumi pipi embun-embun pagi