Aku mengangkat kedua tanganku di depan wajah. Kudekatkan hingga menempel tepat di ujung hidung. Kemudian perlahan aku menjilati darah kental yang meleleh dari sela-sela jariku yang terluka.
Manis.
Darah itu ternyata manis, Rafael! Darah itu manis! Kau dengar, Rafael? Kau iblis! Darah iblis pasti lebih manis! Dan aku akan menenggak habis darahmu! Menguliti seluruh tubuhmu lalu melemparkan serpihan dagingmu ke tengah laut.Â
Aku akan menghabisimu, Rafael! Camkan itu!
Kuraih lagi satu gelas red wine di ujung meja.Â
"Kau sudah terlalu banyak minum, Aluna," suara seseorang---berat, menghentikan gerakan tanganku.Â
"Jangan larang aku! Memang kau siapa?"
"Aku Bram."
"Bram? Aku tidak pernah melihatmu."
"Itu tidak penting. Yang lebih penting adalah, sampai kapan kau akan terus melukai dirimu seperti ini?"
"Sampai Rafael biadab itu berhasil kutemukan!" aku berteriak, menahan airmata.Â