"Semua akan baik-baik saja kan, Pak Her?" aku membesarkan hatiku sendiri.
***
"Kita benar-benar terperangkap di tempat mengerikan ini" Kanaya kembali ribut. "Dan sialnya, hp-ku lowbat. Please! Aku phobia gelap!"Â
Aku tidak menanggapi kata-kata Kanaya. Sebagai orang yang bertanggung jawab penuh atas perjalanan wisata kali ini, yang ada dalam pikiranku adalah--aku harus segera mencari bantuan untuk mengangkut para penumpang.
"Beib, kau bisa menjemput kami? Bus mini yang kami tumpangi mogok di kilometer 4 sekitar hutan konservasi. Iya, Beib. Segera!" ujarku lewat telpon seluler. Â
"Wow, romantis sekali. Anda memanggil suami Anda-- Beib?" Anggi tersenyum padaku. Aku tersipu.
"Apa katanya?" Anggi tampak penasaran.
"Dia bisa membantu. Tapi perjalanan kemari butuh waktu 2 jam 15 menit. Dan mobil dia hanya mampu mengangkut 4 orang sekali jalan," aku menjelaskan dengan hati-hati.
"Oh my God! Itu lama sekali. Aku bisa mati terkurung di hutan angker ini!" kembali Kanaya bersuara.
"Diamlah, Kanaya! Jangan membuatku menyesal telah mengajakmu ikut wisata kali ini," Anggi menegur Kanaya.
"Kau bilang ini menyenangkan, Kak? Ini--sungguh amat mengerikan!"