Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Miss You] Pemberontakan El

31 Oktober 2018   05:22 Diperbarui: 31 Oktober 2018   07:19 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: depositphotos.com

"Sudah kau pikirkan baik-baik, El?" Tuan Oz menatap perempuan bergaun merah itu dengan serius. El mengangguk mantap. Tak nampak keraguan sedikit pun tersirat dari air mukanya.

"Baiklah. Tanda tangani materai ini sebagai bukti bahwa kau bersedia melakukan semua atas kehendakmu sendiri. Bukan karena paksaan," Tuan Oz berkata lagi. El meraih pena yang tergeletak di hadapannya. Mencoretkan tanda tangan di atas selembar kertas serupa dokumen.

Tuan Oz kemudian memencet tombol di atas meja. Memanggil seseorang. Beberapa menit kemudian seorang pria bertubuh kerdil datang berlari-lari menghadap. 

"Rot, antar Nona El ke ruang isolasi," Tuan Oz menjentikkan kedua ujung jemari tangannya. Pria kerdil itu mengangguk, melirik sekilas ke arah El, kemudian berjalan tergesa mendahului perempuan itu keluar dari ruangan.

Cepat sekali langkah lelaki bernama Rot itu. Seperti angin. Membuat napas El ngos-ngosan mengikutinya. 

Setelah melewati koridor panjang sekitar 10 meter, mereka sampai di sebuah ruangan yang terletak di bagian paling ujung bangunan induk. Rot menghentikan langkah. Tanpa berkata apa-apa lelaki itu menghadap ke arah El seraya menyerahkan sebuah anak kunci.

"Kau tidak ingin mengucapkan selamat tinggal padaku, Rot?" El sengaja menggoda Rot. Rot sepertinya ingin mengatakan sesuatu, tapi urung. Lalu tanpa menoleh lelaki kerdil itu terburu-buru meninggalkan El kembali ke ruangan di mana Tuan Oz sudah menunggunya.

El benar-benar sendiri sekarang. Ia berdiri agak lama di depan pintu yang berdiri kokoh di hadapannya.

"Kau jangan nekat, El!" terngiang kembali peringatan dari Putri. Beberapa hari lalu saat El membocorkan sedikit rahasia mengenai keinginannya.

"Aku akan baik-baik saja, Put. Kau tidak usah cemas," El berkata sesantai mungkin untuk menenangkan Putri yang jelas- jelas terlihat sangat mengkhawatirkannya.

"Kau sadar tidak, El?  Apa yang akan kau lakukan itu adalah tindakan berbahaya sekaligus bodoh?" Putri menatap El tajam. El tersenyum. Ia tahu bagaimana perasaan Putri saat itu. Tapi El sudah berkomitmen, tak akan terpengaruh oleh apapun. Termasuk kata-kata Putri. Tekadnya sudah bulat. Ia tetap kekeuh pada keputusannya.

Anak kunci bekerja dengan sangat baik. Satu putaran saja membuat pintu kayu berukir yang berdiri gagah itu bergeser.

El baru saja hendak melangkah ketika sepasang tangan menyergapnya dari belakang!

***

El berada di dalam ruangan luas berdinding kaca. Terbujur tak berdaya di atas tempat tidur. Seperti seorang pesakitan. Sebagian tubuhnya dipasangi kabel beraliran listrik. 

El mendesah. Ia tahu, sudah tiba saatnya ia harus kembali ke wujud aslinya. Wujud yang bukan hasil rekayasa seperti sekarang.

El mendadak teringat pada sosok Des. Sudah berapa banyak perempuan-perempuan seperti dirinya yang terperangkap dan dijadikan budak di Puri Kematian milik perempuan yang biasa dipanggil Nyonya besar itu? Sudah berapa kloningan-kloningan yang diciptakan demi menyenangkan hati perempuan bergelar Ratu Kematian itu?

Putri, Lily...ah, mereka hanyalah sebagian kecil dari boneka-boneka mainan Des. Masih banyak boneka-boneka lain--jikalau disebutkan, sungguh mencapai angka yang amat fantastis.

El membiarkan pikirannya menerawang. Jauh. Ke muasal jati dirinya.

Dunia lain! El samar-samar mulai bisa mengingatnya. Ia sendiri agak terkejut. Bagaimana mungkin tiba-tiba ingatannya pulih dan begitu jernih?

El mendadak merindukan dunia itu. Dunia di mana ia tidak merasakan apa-apa kecuali kedamaian. Dan hening.

Lawan, El! Lawan!

Suara-suara itu bergaung silih berganti mempengaruhi hatinya yang baru saja terlempar jauh.

Melawan? Tidak! Aku tidak ingin melawan mereka!

Kau pasti bisa, El! Ayolah!

Sudah kubilang! Aku tidak ingin melawannya! 

Tidak ingin? Lalu apa yang kau lakukan sekarang jika itu bukan suatu perlawanan?

Suara-suara itu perlahan-lahan menghilang. Berhenti. Berganti dengan suara erangan yang dimuntakan secara bertubi-tubi oleh mulut El yang dipenuhi busa.

***

Dari layar monitor yang menyala di hadapannya, Tuan Oz memperhatikan baik-baik kondisi El. Sesekali lelaki berusia hampir setengah abad itu memainkan jemari tangannya di atas keyboard. Menekan huruf demi huruf dengan serius.

Rot yang berdiri di sampingnya menahan napas.

"Apakah ia akan benar-benar musnah--perempuan bergaun merah itu?" Rot memberanikan diri bersuara. Tuan Oz tidak menyahut. Pandang matanya masih tertuju pada layar monitor di hadapannya. Kemudian jemarinya bergerak lagi. Kali ini menekan perpaduan huruf dan angka-angka. 

APTX 101.

Rot terbelalak.

"Tu-an? Anda akan menggunakan ramuan berbahaya itu lagi?" Rot mundur beberapa langkah.

"Ramuan itu tidak mematikanmu, bukan? Buktinya, tubuhmu hanya mengerdil, Rot--itu saja. Sebab  APTX  atau  Apoptoxin hanya berfungsi mengaktifkan telomerase ; sebuah enzim yang memperpanjang umur DNA di mana sel akan membelah secara lambat," Tuan Oz berkata seraya melirik sekilas ke arah tubuh kerdil Rot.

"Saya mohon, cukup saya saja yang menjadi korban percobaan gila ini, Tuan. Jangan perempuan cantik itu!" suara Rot mendecit. Seperti suara anak tikus yang tergencet di bawah daun pintu.

Tuan Oz tertawa. Suara tawanya terdengar sangat aneh dan mengerikan di tengah kesunyian. Rot bergidik. Ia seolah diingatkan kembali pada masa lalu yang buram. Masa di mana ia dijadikan kelinci percobaan oleh ilmuwan gila itu.

"Dengar, Rot. Perempuan bernama El itu secara sadar menawarkan diri. Meminta sendiri agar ia disuntik APTX 101 ajaibku. Jadi bukan atas kemauanku."

"Tapi, Tuan Oz.."

"Tenanglah Rot. Suntikan APTX 101 kukira masih jauh lebih baik daripada keinginan gila dia. Kau tahu, bukan? Dia minta untuk dileburkan!"

Rot semakin menggigil. 

Benar. Awalnya perempuan bergaun merah itu menandatangani kesepakatan untuk dimusnahkan. Bukan dikerdilkan.

Dering telpon menghentikan pembicaraan mereka. Tuan Oz meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Des? Oh, jangan khawatir. Semua pasti berjalan sesuai rencana semula. Di mana kalian ini?" Tuan Oz beringsut menjauhi meja. 

Terdengar suara perempuan menyahut dari seberang.

"Kami--aku dan perempuan-perempuan kloningan itu sedang bersenang-senang, Prof! Di cottage The Good Hell!"

"Well, itu berita yang amat bagus! Kau tahu kenapa, Des? Kalian sudah sangat dekat dengan terowongan rahasia itu! Terowongan yang akan membawa kalian bertemu markas perkumpulan Bulan Sabit Perak!"

Wajah Tuan Oz mendadak memerah padam. Seperti udang rebus. Napas lelaki berumur itu tersengal-sengal. Kembang kempis. Naik turun seperti balon udara yang memuai.

Perkumpulan Bulan Sabit Perak! Mereka adalah musuh bebuyutan yang harus dilenyapkan! Beberapa kali Tuan Oz mengalami kegagalan atas eksperimen penting akibat dikacaukan oleh gerombolan yang mengatasnamakan perlindungan kepunahan manusia itu.

Lelaki itu mondar-mondir mengitari ruangan sembari terus berbicara melalui telpon genggamnya.

Sejenak ia melupakan sosok El yang mengejang di ruang isolasi.

Juga melupakan Rot. Yang diam-diam menyelinap pergi mendatangi suatu tempat!

***

Malang, 31 Oktober 2018

Lilik Fatimah Azzahra

Baca juga runutan kisah:

Kaleidoskop

Persembunyian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun