"Intan cantik," ia berbisik seraya menatap mataku, membuat jantungku berdegup kacau."Oh, iya. Intan mau minum apa?"
"Apa saja deh..." aku menjawab gugup. Kevin berdiri, masuk ke dalam ruangan dan muncul kembali dengan membawa dua gelas cappuccino.
"Habiskan, ya, say. Kamu kelihatannya haus sekali," Kevin menyodorkan satu gelas untukku. Aku mengangguk. Sejak tadi memang tenggorokanku terasa kering.
Kuteguk sampai tandas cappuccino buatan Kevin. Sampai kemudian---mataku berkunang-kunang. Kepalaku mendadak pusing. Aku melihat Kevin tidak hanya satu. Kevin berubah menjadi begitu banyak.
Sebelum ambruk aku sempat merasakan tangan kekar Kevin memelukku.
Lalu semuanya berubah menjadi gelap.
***
"Intan, sayang, bangun..." suara Mama. Perlahan aku membuka mata. Masih terasa berat.
"Dia baik-baik saja. Setelah pengaruh obat bius itu lenyap, dia akan pulih," seseorang bicara dengan Mama.
"Ma, apa yang terjadi? Di mana aku?" Aku berusaha membuka mata lagi. Mama mendekatkan wajahnya dan membisikiku. "Kamu pingsan. Slamet yang membawamu ke rumah sakit ini."
"Slamet? Kenapa harus dia? Mana Kevin?" aku memprotes.