"Pingin dong! Yuk, Intan," Safa menggamit lenganku.
"Kalian saja ya. Aku nggak bisa berenang," aku menyahut malu-malu.
"Kan ada Kevin. Dia pasti akan mengajarimu," Fina menggodaku. Wajahku bersemu merah. Tapi aku tetap menolak pergi.
"Baiklah, kami renang dulu ya, bye," Safa dan Fina melambaikan tangan meninggalkanku.
***
"Kita main catur saja, yuk," Kevin mengeluarkan papan catur dari dalam laci. Aku mengangguk. Kevin menggelar papan catur di tangannya dan menata rapi pion-pion di atasnya. Diam-diam aku menatapnya dengan penuh rasa kagum.
"Kenapa melihatku seperti itu?" mendadak Kevin mendekatkan wajahnya, aku terkejut.
"Ti-dak, anu, yang kalah dibedakin, ya!" aku berusaha menyembunyikan kegugupanku. Kevin setuju.
Sejak permainan catur dimulai, aku selalu berhasil memenangkan pertandingan. Aku tahu Kevin sengaja mengalah. Wajahnya yang tampan belepotan bedak, seperti badut. Kami tertawa berderai tiada henti. Sampai akhirnya kami kelelahan.
"Aku ambil air minum dulu, ya." Kevin beranjak.
"Tunggu, biar kubersihkan wajahmu," aku meraih tisu. Kevin mendekatkan wajahnya. Teramat sangat dekat.