Aku berterima kasih, lalu pulang ke rumah dengan perasaan gamang.
***
Di pintu pagar, Abah sudah menyongsong kedatanganku. Tanpa memedulikan kambing kurus yang berusaha kusembunyikan di balik rerimbunan tanaman, Abah langsung menegurku, "Ahmad, kau meninggalkan uang pemberian Abah di atas meja kamarmu. Kau lupa membawanya."
Deg. Mataku seketika melirik ke arah kambing kurus yang mulai asyik mengunyah pucuk dedaunan yang tumbuh liar di dekat pagar. Abah mendekat dan menyerahkan lembar uang yang tertinggal ke arahku.
"Abah, saya harus kembali ke pasar hewan. Kambing ini harus kukembalikan kepada pemiliknya," aku segera menarik tali yang mengikat leher kambing kurus itu. Kambing itu sedikit membelot.
Pagi ini aku mesti bolak balik menuju pasar hewan hingga keringat bercucuran membasahi keningku.
Sesampai di pasar hewan, mataku mencari-cari sosok tua pemilik kambing kurus yang sesekali mengembik itu. Tapi hingga matahari mulai terik, tak juga kutemukan keberadaannya.
Seorang pemuda, petugas jaga pasar hewan berjalan menghampiriku.
"Ada yang bisa aku bantu, Mas?" pemuda itu bertanya. Aku mengangguk.
"Apa sampean kenal seorang laki-laki tua yang bekerja sebagai penyabit rumput dan dipercaya menjaga kambing-kambing milik juragan Ali yang berada di ujung pasar itu?"
Pemuda itu mengernyit alis. Lalu menatapku tak berkedip.