"Banyak yang memimpikan datang kemari. Mengapa secepat itu kau ingin kembali?" rembulan menatapku heran. "Bersenang-senanglah dulu di sini."
Aku menggeleng.
"Baiklah. Kuantar kau ke lubang langit," akhirnya rembulan mengalah. Tampaknya ia tak ingin berdebat denganku.
***
Lubang langit menganga cukup lebar. Aku berdiri di tepiannya. Rembulan yang melayang di belakangku, tiba-tiba  mendorongku. Aku terkejut dan tergelincir. Tubuhku meluncur ke bumi dengan laju kecepatan cahaya. Blug! Aku terjerembab. Jatuh tepat ke dalam keranjang yang tergeletak di kebun samping rumahku.
Ah, rembulan, ia membohongiku. Jatuh dari angkasa itu ternyata sangat menyakitkan. Bukan hanya memar di sekujur tubuhku. Tapi tulang-belulangku pun serasa remuk redam.
Rembulan juga pandai berdusta. Ia bilang, di angkasa aku pasti bisa melupakanmu. Tapi ternyata tidak. Di sana aku masih juga tak berhenti memikirkanmu.Â
Kau tahu? Aku jadi enggan mempercayai rembulan.
Dan andai rembulan terjatuh lagi ke dalam keranjang, aku berjanji, tak akan sudi menolongnya untuk kedua kali.
***Â
Malang, 19 Juli 2016