***
Malam kian bergulir. Rembulan kelihatan sudah lelah. Ia duduk terdiam di sampingku.
"Kau ingin kembali ke angkasa?" tanyaku. Rembulan tidak menyahut.
"Malam menjadi gulita karena kepergianmu," lanjutku. Rembulan beringsut.
"Kau mau ikut bersamaku?" ia bertanya lirih. "Di angkasa kau pasti bisa melupakannya."Â
Aku menimbang-nimbang. Beberapa saat kemudian aku mengangguk.
Rembulan memintaku memeluknya. Lalu ia mengambil ancang-ancang dan memantul dengan gerakan gesit. Mula-mula pantulannya tidak seberapa. Tapi pada pantulan berikutnya, kami melenting sangat tinggi di udara. Menembus batas cakrawala. Menuju zona hampa udara.
Di ruang hampa udara aku tak bisa lagi memeluk rembulan. Tubuhku melayang-layang tak tentu arah.Â
Kuedarkan pandanganku ke sekeliling angkasa. Mengapa begitu lengang? Hanya ada aku dan rembulan yang sesekali saling bertatapan.
Tiba-tiba aku merasa sangat kesepian. Aku merindukan bumi.
"Angkasa bukan tempatku," ujarku setengah mengeluh. "Aku ingin pulang."