"Bagaimana caranya?" mataku berkaca-kaca.
"Ikutlah denganku. Ke angkasa."
***
Rembulan bergerak-gerak gelisah. Ia berusaha keluar dari dalam keranjang.
"Apakah kau perlu bantuanku?" tanyaku menawarkan.
"Tolong gulingkan. Aku ingin bebas dari benda berbentuk aneh ini."
Segera kukerahkan tenagaku. Ups! Ternyata tubuh rembulan berat juga. Ngos-ngosan aku mendorong keranjang berisi dia. Keranjang bergeming. Hanya sedikit miring.
"Hup! Akhirnya..." rembulan berseru girang. Ia menggelinding. Kemudian melompat lincah di atas rerumputan. Memantul-mantulkan diri ke sana kemari.
"Sudah lama aku memimpikan ini. Turun ke bumi. Memeluk dan mencium tanah," rembulan menatapku sembari tersenyum renyah. Kulihat kebahagiaan memancar dari wajahnya yang bulat. Pipi tembemnya merona jingga.Â
"Tidak ada hal yang mustahil, bukan? Kau telah mematahkan peribahasa, bagai rembulan merindukan pungguk," aku menimpali. Sengaja membalik peribahasa itu untuk menggodanya. Mendengar kata-kataku rembulan menghentikan gerakannya. Ia menghampiriku.Â
"Kau berkata begitu sesungguhnya untuk menghibur dirimu sendiri," rembulan mengejekku. Aku tertawa. Sekarang aku mulai berani membalas tatapannya.Â