Sumirah. Itu namaku. Aku menatap lelaki di hadapanku dengan mata basah.
"Terima kasih sudah memberiku bahagia di akhir sisa hidupku," aku menggenggam jemari tangannya. Erat. Ia mendekap tubuh ringkihku.
"Kamu pantas mendapatkannya," ujarnya seraya mencium lembut keningku. Sementara para perawat memasang selang-selang hampir di sekujur tubuhku. Napasku tersengal. Tinggal satu-satu.
Lelaki baik yang telah resmi menjadi suamiku itu menempelkan bibirnya pada daun telingaku. Terasa hangat.
Ia membisikkan bacaan istigfar tiada henti. Aku mengikutinya.Hingga aku tak mampu mendengar apa-apa lagi.Dan kedua pupil mataku pun terkatup.
Untuk selamanya.
Akhirnya...ke bukit juga halimun turun, berpendar bersama udara yang menyebar, bersandar di antara dahan-dahan yang menyandar, dan bergelantungan di antara daun-daun yang mulai memudar.
Mata, wajah dan seluruh pandangan menyatu dalam kuluman....
Rindu, cinta, dan seluruh rasa kasih menjalin dengan yakin....
Berpacu di antara makna, tanpa gejolak-gejolak nyata, dan menjadi misteri yang tersimpan selamanya, di dalam gelas keabadian....
Â