"Keluarlah, Kiera. Bunuh semua mimpi dan khayalmu," ujarku kelu. Kiera menggeleng. Ah, kukira Kiera semakin parah. Ia kritis. Cintanya pada San telah melumpuhkan sebagian akal sehatnya.
***
Kubiarkan senja beranjak pergi. Kubisikkan kalimat panjang untuk San.
San, katakan pada Kiera bahwa kau tak mencintainya, kau membencinya.
Jangan katakan "your heart is mine" padanya lagi. Jangan bilang kamu punya seketip rindu. Jangan bisikkan kamu akan setia membaca kisahnya sampai mati. Jangan beri ia mimpi dan harapan semu. Jangan lagi San. Kumohon.
Kiera itu rapuh. Bagai dahan lembayung. Mudah patah.
Aku sudah mengingatkannya San. Berulang kali. Hingga bibirku kelu. Agar ia tidak jatuh cinta padamu. Tapi ia sama sekali tak menggubrisku. Ia telah memilihmu. Memberikan seluruh hatinya padamu. Sepanjang yang kutahu, Kiera tak pernah mencintai seseorang seperti ia mencintaimu.
Dan lihatlah kini, ia merintih. Dalam peluk malam ia tak henti menangis. Kau pasti tidak tahu bukan?
San, mengapa kau biarkan ia jatuh cinta padamu?
Ia pernah bercerita padaku, ia ingin membunuh cinta dan rindunya padamu. Tapi kau menegurnya,"jangan sok-sokan mengendalikan takdir...."
Benar begitu San?