Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Halimah, si Kaki Buntung

10 September 2019   14:15 Diperbarui: 11 September 2019   00:13 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
theodysseyonline.com

"Tidak nak. Ibu sama sekali tidak merasa susah. Buat ibu, kebahagiaanmu adalah karunia"

"Jadi sekrang kamu fokus saja untuk mencari tempat kuliah sesuai yang kamu suka..!" Imbuh Halimah.

Singkat cerita, Herman pun kuliah di kota. Pada dasarnya dia itu anak pintar dan baik. Tapi rasa malu terhadap kondisi ibunya yang cacat jauh lebih merasuki jiwanya. Bertahun-tahun dia kuliah, belum pernah sekalipun ibunya tahu dimana tempat tinggal anaknya. Ini karena Herman tidak pernah memberi tahu.

Sakit hati pasti di rasakan Halimah. Meski begitu dia perempuan sabar. Tak pernah sekalipun mengeluh dan memperlihatkan kekesalan atau sakit hatinya pada Herman. Senyum dan senyum, itulah yang selalu ia tampilkan pada anaknya saat ada di rumah. Selebihnya, Halimah tak segan menumpahkan segala perasaannya dengan menangis dan bermunajat pada Allah, agar suatu kelak nanti, Herman bisa menerima dia apa adanya.

"Ya Allah bimbinglah anakku di jalanMu. Berilah dia petunjuk dan hidayah agar bisa menerima hamba sejatinya seorang ibu. Jadikanlah anakku manusia yang berguna bagi nusa bangsa dan agama. Aaminn" 

Itulah doa Halimah setiap kali usai menunaikan Sholat fardu maupun sunat.

Malang bagi Halimah, setelah lulus kuliah, Herman tak pernah pulang lagi ke kampung. Perempuan berhati malaikat ini sangat kehilangan. Mau di cari pun tak mungkin. Karena dia tidak pernah tahu tempat kuliah atau tempat kost Herman

Awalnya, Halimah memaklumi selama Herman masih bisa dekat dengannya. Tapi sekarang sudah beberapa tahun ini dia tidak bisa melihat anaknya lagi. Hati dan pikirannya terus di dera nestapa. Rasa kehilangannya perlahan menggerogoti tubuhnya yang sudah tidak sempurna menjadi lebih parah. Wajahnya pucat, tubuhnya kurus dan sakit-sakitan. Tanpa seorang pun yang mengurus. Hingga suatu hari datanglah Arman. Dia adalah adik almarhum suaminya.

"Teteh kenapa, koq jadi kurus begini?"

"Anaku tak pulang-pulang sudah berapa tahun ini. Di telpon tak diangkat. Apalagi sekarang sudah hampir dua bulan lebih hapenya tak aktip" Jawab Halimah, pipinya dibasahi air mata yang tak mampu lagi dia bendung.

"Dasar anak tak tahu diri. Gini balasannya terhadap teteh" Kesal Arman terhadap kemenakannya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun