"Tuh mereka ada di luar pagar. Katanya malu..he..he" Jawabnya, terus memanggil keduanya untuk masuk.
Beruntung bagi mereka, kedua orang tua Lela sedang tak ada di rumah. Hingga tak perlu khawatir ditanya macam-macam. Mereka bisa fokus ngobrol dengan perempuan yang disukainya. Benar saja, Dian dan Iman langsung tebar pesona. Berbagai jurus pemikat dikeluarkan, termasuk tentunya pengalaman jadi anggota paskibraka kabupaten. Benar saja, jurus itu berhasil. Si adik kelas tampak antusias dan kagum atas prestasi kakak kelasnya itu.
Sementara Andika benar-benar dibuat tak berkutik. Selain pakaian yang dikenakannya menyerupai preman pasar juga tak ada secuilpun yang bisa dia banggakan, kecuali jadi tim utama sepak bola di sekolahnya. Dia benar-benar merasa jadi kambing conge.
"Kak Andika diem aja. Ngobrol apa kek...! Tiba-tiba perhatian Lela tertuju padanya.
"Iya sok aja lanjutin, ga apa-apa..! Maaf kakak keluar dulu ya. Di sini agak panas" Dalih Andika, hatinya jengah dengan situasi saat itu.Â
Tanpa menunggu persetujuan, Andika beringsut meninggalkan ruangan. Sementara Dian dan Iman makin asik ngobrol. Canda tawa mengiringi obrolan ketiganya. Sedangkan Andika masih tetap di luar. Entah apa yang dikerjakannya.
Selang berapa lama, Andika kembali masuk dan berbaur dengan ketiganya. Masih tetap tidak banyak ngomong. Murni jadi pendengar setia. Sekira pukul 10 malam lebih, ketiga anak muda ini akhirnya undur diri. Malang bagi Andika, sendal jepitnya hilang. Dian dan Iman terpaksa ikut mencari. Namun seberapun dicari, sendal Andika tak kunjung ditemukan.
"Gimana nih udah terlalu malam. Apa kita pulang aja, kasihan Lela kayanya udah ngantuk" ucap Iman, so perhatian.
"Ya udah kalau kalian mau pulang, sok aja duluan. Masa aku harus nyeker?" Sahut Andika, sambil terus mencari sendalnya.
"Atau pake aja sendal ayah dulu kak...!" Timpal Lela.
"Ga usah. Ga enak ah sama ayah Lela..!" Sahut Andika.
"Beneran ga apa-apa kak...!"
Namun kali ini dibalas Andika dengan tersenyum.
"Ada apa kak?"