"Ya kita main aja. Ngobrol tentang sekolah, tentang paskibra atau apa aja yang membuat dia tertarik. Satu hal, tidak boleh saling menjatuhkan...! Baru setelah itu, kita kirimi dia surat bareng-bareng. Biar Andika yang nulis suratnya....!"
"Hei Dik malah ngelamun" Â Dian mengagetkan Andika.
Andika gelagapan. Waktu kedua temannya sedang membahas perang cinta terbuka. Tanpa sadar, murid ngeselin ini melamun. Ia merasa kesempatan mendapatkan cinta Lela makin kecil.
"Ja..jadi gimana?" Tanya nya.
"Tuh kan eror" Balas Iman, seraya menjelaskan kembali rencananya.
"Baiklah aku siap" Ucap Andika terpaksa.
***
Malam minggu adalah malamnya perawan dan bujang mencurahkan cinta kasih, melepas rindu dan merajut mimpi indah kelak kemudian hari. Seperti rencana, Iman dan Dian sudah bersiap-siap bertamu ke rumah adik kelasnya. Dandanan rapih, rambut klimis dan harum bau parfum menambah aroma persaingan keduanya semakin seru. Namun mereka lupa, segala persiapan tebar pesona itu tanpa dibarengi mental seorang laki-laki. Kedua anak muda yang sedang kasmaran ini tidak punya nyali bertamu tanpa Andika. Mereka berpikir, cuma Andika yang berani mengetuk pintu rumah adik kelasnya itu.
Singkat cerita, mereka berdua mengajak Andika. Kebetulan waktu itu si anak bengal tak kemana-mana. Dia sedang nongkrong dengan beberapa kawannya depan rumah, sambil mainkan gitar. Maklum jomlo, pacarannya hanya dengan gitar.
"Kalian masih di sini, bukannya mau apel? Tanya Andika, heran.
"Ini juga mau. Tapi kamu ikut ya...!" Ajak Iman.
"Kenapa?" Aku kan ga terlibat dalam persaingan" Heran Andika, meski jauh di lubuk hatinya ada perasaan senang.
"Udahlah jangan banyak omong. Ayo ikut aja...!" Giliran Dian sedikit memaksa.