Gadis itu menoleh ke arah suara yang datang, seketika dia berteriak girang.
"Raka!"
Gadis itu ingin memeluk lelaki yang ada dihadapannya, namun diurungkan niatnya itu karena dia sadar ada di tempat keramaian. Dia merindukan lelaki itu, mungkin ini Stockholm Syndrome atau entahlah. Yang jelas dia bersimpati pada lelaki itu setelah mengetahu semua kebenarannya.
"Terimakasih karena kau tidak jadi membunuhku, aku sudah rela mati ditanganmu, melihat apa yang telah ayahku lakukan padamu"
"Aku sempat membayangkan, peluruku menembus tubuhmu. Aku tersenyum, saat membayangkan betapa sedihnya ayahmu yang melihat kematianmu tepat dipelukannya. Tapi aku sadar, aku bukanlah pembunuh dan tak ingin jadi seorang pembunuh. Lagipula, itu tak adil buatmu"
"Bagaimana kamu bisa lolos dari kepungan polisi?"
"Karena aku sudah merecanakan jalan pelarianku"
"Lantas, mengapa kau mau menemui aku di sini, bukankah berbahaya buatmu?" tanya Selsa.
"Sekedar memenuhi keinginanmu, bukankah kau ingin minum kopi berdua denganku, anggap saja sebagai permintaan maafku yang telah melibatkanmu"
"Bagaimana jika aku ingin lebih dari sekedar minum kopi, mungkinkah?"
Raka tersenyum mendengar pertanyaan Selsa.