Mohon tunggu...
Rhianti Sayda
Rhianti Sayda Mohon Tunggu... -

friendly, humoris, romantis & i love photography

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rindu Terlarang

23 November 2015   12:07 Diperbarui: 1 April 2017   08:56 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Kak Aziz memang selalu menjadi pusat perhatian  cewek-cewek di Sekolah. Bagaimana tidak, selain anak orang kaya, dia juga baik hati, pintar,  friendly dan humoris. Banyak sekali  yang mengagumi dan ingin menjadi pacarnya, begitu pula aku. Tapi mana mungkin ia melirikku, aku hanya gadis biasa dengan wajah pas-pasan, pintar juga tidak. Tapi sejak aku dan Kak Aziz ditunjuk sebagai anggota OSIS, kami sering bertemu  dalam rapat atau sekedar ngobrol bareng. Dan kami pun sesekali curhat masalah pribadi. Entah kenapa, aku merasa nyaman berada disisinya, mungkinkah dia merasakan hal yang sama? Gumamku.

            [caption caption="Jika Cinta tak mempersatukan kita, biarlah ia mengukir abadi di dalam hati."]

Tak jarang Kak Aziz membawa gitar kesayangannya dan menyanyikan lagu untukku. Saat aku duduk bersama sahabatku, tiba-tiba ia menghampiriku

“Zalfa, nanti pulang sekolah aku tunggu ditempat biasa ya!” 

“Iya Kak” Jawabku singkat.

Kak Aziz berlalu pergi dengan senyum mengembang yang memperlihatkan lesung pipinya.

Sahabatku seketika menyorakiku

“Cie … Cie … Yang lagi PDKT”

Pipiku seketika langsung merah tomat

“Apa-apain sih kalian, ini urusan OSIS saja kok” 

“OH … OSIS. Hahaha” Mereka tertawa lepas.

 

            Bel pulang sekolah telah berbunyi, setelah merapikan buku-buku dan tas lalu aku bergegas menuju tempat yang telah kami sepakati. Tiba-tiba jantungku berdetak lebih cepat, tak seperti biasanya, aku berlari kecil agar cepat sampai tujuan. Disana ternyata telah kulihat Kak Aziz duduk di bawah pohon nan rindang dengan gitar coklatnya.

“Hai Kak, maaf Zalfa telat”

“Ngak apa-apa kok, aku juga baru sampai. Duduk gih” Pintanya

Dan aku hanya menganguk tanda setuju, lalu aku duduk tak jauh darinya. Tiba-tiba iya mulai memetik gitar yang sedari tadi di pegangnya, ia menyanyikan sebuah lagu untukku, suaranya merdu dan aku suka lagunya. Ditambah angin yang sepoi-sepoi menjadikan suasana lebih Indah. Kak Randy tiba-tiba memandangku, jemarinya menyentuh jemariku

“Zalfa, mau kah kamu menjadi kekasihku”

Aku masih tak percaya dengan apa yang aku dengar, tapi jujur aku senang. Aku ingin segera menjawabya, tapi bibirku serasa kaku tak mampu bicara. Setelah terdiam beberapa saat lalu aku mengatakan iya untuk ungkapan yang telah lama aku nanti.

“Aku telah lama menunggu kata ini darimu Kak”

Kak Aziz dan aku saling memandang lalu ia mencium keningku, lalu mendekapnya erat dalam pelukannya dan kami sama-sama tersenyum bahagia.

            Kami memutuskan makan siang bersama, setelah itu ia mengantarku ke perpustakaan umum meminjam buku. Disepanjang jalan kami selalu bergandengan tangan, serasa tak ingin pisah. Ku lihat buku motivasi yang judulnya sangat menarik dan kami memutuskan untuk membacanya. Lembar demi lembar kami baca, buku itu sangat menarik lalu dibagian akhir buku itu membuat aku tercengang dan menyesal dengan apa yang aku lakukan.

Tak lama kemudian kami memutuskan untuk pulang. Dalam perjalan pulang hatiku diliputi penyasalan, dilema yang tak berujung. Disatu sisi aku sangat menyayangi Kak Aziz, disisi lain ia belum halal bagiku. Tak sepantasnya aku bersama lelaki yang belum halal. Tiba-tiba suara Kak Aziz membuyarkan lamunanku.

“Zalfa, bersamamu aku merasa nyaman, aku tak ingin pisah denganmu walau sedetik.”

Aku ingin menangis, tapi tak ku lakukan, aku hanya memeluknya dari belakang agar ia tak curiga kalau ingin menitikan air mata.

 

Sesampai dirumah, aku mengajak Kak Aziz mampir.

“Kak, masuk dulu yuk, istirahat sebentar” ia hanya menganggukan kepala tanda setuju.

“Kak Aziz, hari ini aku sangat bahagia sekali bisa bersamamu, tapi aku ingin kita berteman saja seperti dulu.”

Sontak saja ia kaget, lalu ia menanyakan alasannya kenapa aku menjelaskannya panjang lebar,meski aku sakit tapi aku harus kuat. Ia pun menerima alasan dan keputusanku.

         Hari-hari setelah itu aku jarang bertemu dengannya. Meski aku ingin bertemu dan ingin mendengarkan ia memetikan gitar, aku berusaha tak menghubunginya. Sampai kelulusanpun tiba, banyak teman-teman yang kuliah di luar kota,  tapi tidak dengan aku. Karna aku tak memiliki biaya untuk melanjutkan pendidikanku, apa boleh buat. Aku dengar dari sahabatku Kak Aziz akan melanjutkan kuliah di Al-Azhar Mesir. Sedih, karna itu berarti aku tak bisa melihatnya lagi untuk beberapa tahun kedepan. Meski aku dan dia jarang komunikasi, tapi perasaan ini masih sama, bahwa aku masih menyayanginya.

“Zalfa, besok Aziz berangkat ke Mesir”  Ucap Nana sahabat karibku.

“Oh ya” 

Aku mencoba menutupi kekhawatiranku, dengan pura-pura tak peduli dan cuek dengan apa yang Nana bicarakan.

            Malam ini aku resah, gelisah, aku ingin mengucapkan selamat jalan sama Kak Aziz, tapi aku tak berani. Mondar-mandir bak setrika, berkali-kali kubuka HP Samsung  putihku, niat hati ingin mengirimkan SMS tapi tangan ini terasa kaku. Tiba-tiba HPku berdering, kulihat ada satu pesan masuk, segera aku membukanya ternyata dari Kak Aziz.

Zalfa, aku akan kembali untukmu, jaga hatimu untukku sampai aku akan meminangmu dan menjadikan kekasih halalmu, diamku untuk menjaga kesucian hatimu, dan hatiku.

Segeraku balas SMSnya. Aku akan menunggu saat itu Kak.         

            Waktu demi waktu telah aku lalui, kini aku menyibukan diri dalam banyak hal. Aku dan Kak Aziz tak pernah komunikasi lagi, tapi aku selalu mendoakannya dalam kebaikan. Biarkanlah waktu yang akan menjawab tentang semua ini, jika ia jodohku pasti Allah akan mempertemukan kami, jika tidak, aku ikhlas. Aku yakin Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Sekarang yang aku lakukan adalah memperbaiki diri agar lebih dekat dengan-Nya. 

            Empat tahun sudah berlalu, aku dengar kabar besok Kak Aziz akan pulang, entahlah aku tak dapat menyembunyikan kebahagiaanku, aku senyum-senyum sendiri di depan kaca.

Tiba-tiba HPku bordering, ku lihat ternyata ternyata sahabat baikku, Nana.

“Zalfa, kamu dah dengar kabar belum Aziz mau dijodohin orangtuanya”

Seketika tubuhku lemas tak berdaya, seperti tak ada aliran darah yang mengalir, HP yang sedari tadi aku pegang terjatuh.

“Zalfa, Zalfa … Kamu dengar aku kan?”

Segera ku ambil HP tersebut

“Hallo,  maaf aku tadi sedikit kaget. Kamu dengar kabar itu dari mana Nana?” Tanyaku penasaran

“Ibuku yang bilang Fa, beliau kemarin ketemu Ibunya Aziz sewaktu belanja di pasar, lalu mamanya Aziz cerita bahwa telah menjodohkan akan sesegera mungkin melangsungkan akad nikah”

Bagai disambar petir disiang hari, hatiku hancur berkeping-keping.

“Kamu yang sabar Fa, aku tau kamu kuat dan tegar”

Nana mengakhiri percakapan dengan salam lalu menutup telponnya.

Tak lama kemudian, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, aku bergegas mengenakan jilbab biru yang sedari tadi tergelatak di tempat tidur. Betapa terperanjatnya aku saat membuka pintu itu, ternyata Kak Aziz telah berdiri disana. Matanya berkaca-kaca, lalu ia berlari memeluk tubuh mungilku.

“Aku sangat merindukanmu Zalfa” Kak Aziz memelukku dengan erat, dan entah kenapa aku membiarkan saja itu terjadi, karna aku juga sangat merindukannya, meski aku tahu bahwa ia akan segera menjadi milik orang lain.

“Maafkan aku Fa, aku tak punya pilihan lain, aku tak bisa membantah keputusan orangtuaku yang telah menjodohkanku, tapi aku jujur aku sangat mencintaimu”

Butiran bening itu tak dapat kubendung lagi, aku menangis sejadi-jadinya, ya menangis dipelukan Kak Aziz. Terlalu banyak yang ingin aku sampaikan padanya hingga aku tak tau harus memuinya dari mana, bibirku terdiam beku dan hanya air mata yang mampu mengungkapkan perasaan ini.

“Aku merasa nyaman dan tenang bersamamu Fa, taku dilemma, binggung, kamu dan orangtuaku adalah orang-orang yang sangat berharga bagi hidupku”

“Aku akan mencoba mengerti kamu Kak, mungkin cinta tak harus memiliki. Menikahlah dengan wanita pilihan orangtuamu, aku ikhlas, jangan menyakiti hati mereka”

Meski hatiku sangat sakit tapi aku tak bisa berbuat apa-apa, mungkin ini sudah menjadi kehendak-Nya. Kak Aziz mengusap air mata di pipiku, lalu mengecup keningku.

“Terimakasih Fa, dan sekali lagi aku minta maaf, aku akan selalu merindukanmu”

Lalu kak Aziz pamit pulang dan aku mencoba tegar dengan kenyataan yang pahit.  Beberapa minggu kemudian Kak Aziz melangsungkan pernikahannya, tapi aku tak bisa menghadiri undangannya. Aku tak sanggup meyaksikan Kak Aziz dipelaminan bersama wanita lain. Aku takut tak mampu menahan kesedihannku.

 

Malam ini tiba-tiba mataku enggan terpejam. Aku buka album foto masa-masa sekolah, dan tatapan mataku berhenti disebuah foto, ya foto kami berdua, aku dan Kak Aziz.

"Mungkin takdir tak mengizinkan kita bersama Kak" Ucapku lirih. Suara getaran handphone  membuyarkan lamunanku, seketika tanganku  meraihnya. Siapa gerangan malam-malam mengirimkan pesan padaku? batinku

"Aku sangat merindukanmu Fa, walaupun kini rindu kita menjadi rindu terlarang"

Ternyata pesan itu dari Kak Aziz, meski aku juga sangat merindukannya aku tak mau membalas pesan itu, biarlah aku dan Tuhanku yang tahu tentang rindu dan perasaan ini. 

 

 

 Tulisan ini pernah dimuat di Apakabar Plus Hong Kong*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun