Apakah ini kesalahan yang harus diterima orang miskin? Tentu tidak. Di sini, intervensi pemerintah harus kuat untuk menyediakan akses pendidikan yang terjangkau hingga menyediakan fasilitas pendukung yang merata ke seluruh wilayah Indonesia.Â
Itu pandangan klasik. Adanya pandemi Covid-19 mengharuskan nalar mampu menerawang dan memberikan gagasan, terlebih negara maju seperti AS di bawah Presiden Biden mulai memperhatikan nasib pekerja mereka di sana. Â Â Â
Persaingan tidak sehat
Persoalannya ketimpangan pendapatan ini tentu harus dilihat lebih dalam sampai menyentuh akar, apa yang sebenarnya terjadi? Kita mungkin terlalu lelah melawan disrupsi yang tidak terdefinisikan dengan mencoba beradaptasi sekeras mungkin.
Semakin mantap kita beradaptasi, semakin tinggi pula ketimpangan yang terjadi pada sektor-sektor konvensional.Â
Kecenderungan itulah yang akhirnya membuat Facebook, Google, Amazon dkk dalam beberapa waktu belakangan menuai sorotan karena cenderung mengarah pada upaya monopoli.
Mereka secara kolektif menguasai besar pasar dan kepemilikan data. Pembagian porsi iklan menjadi tidak merata yang membuat media harus gulung tikar, mereka juga mengharuskan shifting besar pada sektor ritel.Â
Kemajuan teknologi digital mendisrupsi sampai ke sektor transportasi, komunikasi, keuangan, dan perdagangan, bahkan dalam hal politik dan keamanan sekalipun. Karena itu, mereka makin komplit untuk disebut negara tidak berwujud.
Sementara dalam masa transisi sektor-sektor yang disebutkan di atas ternyata terpukul pula karena pandemi Covid-19. Mereka adalah sektor yang memberikan upah kepada tenaga kerja dan membayar pajak.Â
Sebaliknya, dalam masa pandemi akibat pemberlakuan pembatasan, kita secara tidak langsung menciptakan pasar seluas-luasnya kepada perusahaan teknologi digital.
Bagi sebagian orang, mereka menganggap persaingan ini adalah hal wajar yang mau tidak mau mereka mesti terdorong untuk "mensubsidi" lebih banyak lagi dalam membesarkan ekosistem perusahaan teknologi digital tersebut.