Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kaulah Sahabat dan Cintaku

6 Desember 2020   00:47 Diperbarui: 6 Desember 2020   01:11 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sepasang kekasih. (Foto: pixabay.com/pixel2013)

Tangisan kecil itu beriak dan merambat di malam yang kesepian. Di antara temaram lampu-lampu taman, sebagian dari sinarnya jatuh tersungkup untuk menandai tempat yang menyala seperti siang hari, sementara bunga-bunga kehilangan pesona diselimuti gelap.

Marta, gadis berumur 28 tahun menempati bangku kosong di sana, duduk dan sendirian menutup wajahnya. Syal menyentuh ke lingkaran leher, setengah menggigil dari terpaan angin, cuaca dingin dalam musim hujan yang panjang.

Ia tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi ia memiliki rencana. Cintanya hilang, kebahagiaan lepas dan itu menyakitkannya.

Marta menatap langit yang keseluruhannya dibungkus awan-awan tebal. Kesunyian itu semakin terbentang luas di atas dan di sekitar tubuh mungilnya.

Dari ujung mata, ia melihat kesendirian itu akan berakhir, mungkin tidak. Tidak ada yang tahu. Damian, sahabatnya, datang dengan melebarkan senyum sambil menyaksikan wajah Marta.

Dari tatapan yang saling berhadapan, Damian leluasa mengenali kecantikan Marta. Lembab di wajahnya tidak terhiraukan.

"Sudah menunggu lama?"

Marta hanya mengangguk tanpa menolehkan pandangan terhadapnya. Ia membangkitkan kembali suasana kesendirian untuk menghilangkan harapan yang sulit untuk kembali.

"Aku harus mencari cara untuk bertemu denganmu. Ranti tadi memintaku untuk mengantarnya pulang."

"Selalu, tidak seorangpun mau mempedulikanku," balas Marta.

Dekapan sedih telah dipendamnya dalam sepekan terakhir. Marta merenungi perkara yang menyedihkan, semakin subur menjadi menyakitkan.

Toni, kekasihnya tidak lagi mencintainya, membiarkan kepergian dirinya tanpa jawaban melalui cara yang mudah ditebak dari seorang lelaki pengecut. Ia selingkuh.

Selama menyepi, hati Marta terbelah. Relung tangisnya adalah jalan untuk menenangkan diri. Sesekali menghibur diri dan tertawa menonton tayangan komedi, tetapi itu semua tidak sanggup melucuti sakit hatinya. 

Tiga hari kemudian, ia menyadari perpisahan dengan Toni memang bukan keinginan hati, tetapi sekali lagi, batin dari hati kecilnya secara bersamaan memberontak, menolak untuk mengingat masa-masa indah untuk mendamaikan keduanya.

Jalan sekarang terasa indah dari memikirkan untuk merajut masa lalu. Ia harus melupakan Toni, selamanya.

Tetapi, di batas penolakan itu, ia menyadari juga sebuah kesempatan untuk membuka hati yang baru. Tidak ada kesedihan abadi. Marta tidak tahu mengapa semua harus dia pikirkan.

Sejak itu, ia meminta pendapat Damian dan meyakinkan dirinya untuk bisa menolong dirinya. Masa kecil telah mengajarkan mereka menghadapi cobaan bersama-sama, pengalaman-pengalaman konyol dan bertahun-tahun tetap mengikat rasa persahabatan di antara mereka.

Damian mengambil tempat di sebelahnya biarpun Marta memberi kesan bahwa ia sudah terlihat lebih baik.

"Kau sudah menangis sangat lama, apa lagi yang menjadi pikiranmu?" kata Damian.

Damian menerima pesan dari Marta pada sore hari ketika dia sedang berkencan bersama kekasihnya. Damian tidak bisa melupakan Marta, semata-mata karena ia sahabatnya.

Dalam beberapa pertemuan keduanya, Damian berusaha menghibur, tetapi hati dan perasaan Marta terasa seperti tidak akan menemukan ujung kesedihannya.

"Masih ada waktu, pergilah. Aku bisa sendiri," ucap Marta.

"Bagaimana bisa..."

"Tentu bisa! Kau mempunyai pilihan... Aku tidak terlalu berharap banyak...," katanya.

Damian memanaskan kedua telapak tangannya tanpa menyahut sebab tiupan angin kembali menggoyang seisi permukaan badan.

Dingin itu sekaligus menjadi isyarat bagi Damian dengan memegang tangan kanan Marta untuk lekas beranjak dari taman itu.

"Kau harus kembali. Sudah malam. Aku ingin kau menenangkan dirimu di rumah," katanya.

Marta bangkit untuk pertama kalinya membalas bujukan Damian. Ia merasa lebih percaya diri dan ingin melepas dirinya dari Damian. 

Matanya memerah dan bengkak tetapi tidak memperlihatkan sebuah persoalan serius dari dirinya. Perpindahan dari sedih menjadi tenang menggambarkan sesuatu yang membangkitkan perasaanya. Tidak ada yang tahu pasti.

"Rumahku sangat jauh."

"Ya, aku akan mengantarmu."

"Kenapa kau tidak mengatakannya," lirih Marta kepada Damian.

Mendengar ucapan itu, pikiran Damian masuk ke dalam bayang-bayang untuk menafsirkan maksud dari perkataan Marta.

Marta memalingkan wajahnya sehingga Damian semakin merasa dirinya tercengkam, memilah mana yang harus diungkapkan untuk membalas ucapan sahabatnya itu.

"Apa yang harus katakan?"

"Ranti."

"Aku mencintainya dan kami segera bertunang. Tidak lama lagi. Aku sudah berkali-kali mengatakan itu kepadamu dan kau mengetahuinya. Kuharap ini menjadi jawaban terakhirku."

"Seharusnya aku menyadari bahwa lelaki adalah makhluk paling naif di dunia. Kenapa aku bisa mempercayaimu sekarang!"

"Sebagai sahabat," balas Damian. "Marta, kau harus mendengarkanku. Sekarang, pulanglah dan istirahat untuk menenangkan dirimu. Lupakan Toni, lupakan semuanya. Aku tahu ini berat."

"Aku tidak ingin pulang. Sebaiknya, kau saja yang pergi."

"Tidak"

"Kenapa tidak? Kau sangat egois..."

Dalam kenyataannya, keributan itu sudah terjadi berkali-kali di hari berbeda dengan mengulangi keluhan yang sama. Damian hanya mengasihi Marta sebagai sahabat karena mengingat segala kesulitan apapun telah mereka lewati bersama hingga dewasa.

Ia mudah memahami kemarahan Marta atas apa yang terjadi kepadanya, tetapi patah hati sebagaimana dialami semua orang, nyaris tidak memiliki penyembuhan yang singkat.

Selama tiga hari itu di antara mereka, Damian merasa masa kanak-kanak mereka kembali. Memori itu mengingatkan apa yang baik dan bahagia di dunia. Nyatanya, mereka bisa bersama sampai sekarang. Ketika Marta menceritakan perselingkuhan Toni, perasaan itu sontak menyambar Damian seolah kenyataan itu juga menurun kepadanya.

Damian ingin menyapu rasa kasihan itu dan menemani Marta selepas ia bekerja. Tetapi itu berlangsung secara tersembunyi dan rapat, Damian tidak pernah memberi tahu kepada Ranti. Bagaimanapun penjelasannya, Damian tahu bahwa Ranti tidak menyetujui rencana apapun yang membuka peluang Damian berhubungan dekat kepada perempuan manapun.

Pertunangan mereka terselenggara dalam tiga bulan mendatang, meskipun sangat tergesa-gesa dari masa berpacaran yang baru berjalan satu tahun.

Marta mengangkat kedua kakinya, lembar rok yang dikenakannya ikut menanjak dan memperlihatkan lekuk kakinya melalui balutan stocking hitam. Ia beranjak dari bangku itu diikuti Damian yang berdiri di sampingya.

Gerimis tipis telah turun sampai memberikan dorongan yang menggetarkan tubuh menjadi kedinginan.

Marta meminta Damian untuk memeluknya, cahaya lampu menunjukkan jalan keluar dari sana, memperlihatkan garis-garis gerimis yang turun. Damian melepaskan jaket hitam dari badan dan meletakkannya ke punggung Marta.

Hanya langkah mereka berdua dalam taman itu, pantulan suara hak tinggi Marta terdengar sampai ke ujung taman.

Ketika mereka hampir tiba di turunan tangga keluar, tiba-tiba sorotan lampu menerobos dari tempat yang gelap disambut matinya desing mesin mobil. Damian membelokkan pandangannya ke sebelah barat, tepat dari sumber cahaya dan suara itu.

Wajahnya mendadak kusuk dan berhenti seraya mengenali orang yang tegak menghampiri keduanya.

"Ranti." Damian memanggil dan segera berlari menghampirinya.

Belum sampai pada langkah terdekatnya, Damian menerima pukulan keras menghantam pipi kanan dari tas tangan yang dicampakkan Ranti.

Ranti kembali memegangnya sementara badan Damian terjungkal. Terjadi perdebatan.

"Ranti sayang, ada apa? ucap Damian.

"Sudah cukup. Ini untuk pertama dan terakhir kalinya. Damian, kau seharusnya tahu bagaimana sifatku dan sekarang kau harus menerimanya," ucap Ranti menahan amarah yang sudah berkumpul dalam kecamuk.

Damian menarik lengan kekasihnya itu dan bersungut-sungut untuk membiarkannya menjelaskan tentang dia dan Marta. Damian selama ini tidak pernah menceritakan Marta kepada kekasihnya. Mereka bercinta dan bersumpah tidak ada yang lain di dunia ini selain hanya mereka berdua.

Itu telah berakhir. Ranti tetap pada pendirian keras, menolehkan pandangannya kepada Marta yang tersenyum menyaksikan perangai keras dari Ranti.

"Terima kasih sudah membuktikan semua. Aku tidak berpikir perempuan liar sepertimu bisa mengubah jalan hidupku," kata Ranti.

Ranti menarik lengannya lepas dari cengkeraman Damian, menjauh meninggalkan petaka yang baru diperbuatnya. Malam itu tepat pukul 22.32 WIB, hubungan Damian dan Ranti berakhir.

Ranti dengan cepat mengambil keputusan untuk kembali ke mobilnya. Damian berusaha mengejar Ranti di dalam mobil yang terbatuk-batuk ketika dinyalakan. Namun semua berakhir sia-sia.

Damian tidak menangis hanya terlihat kemarahan itu meluap dan tidak kunjung surut. Ia memandang kembali ke arah Marta.

"Marta!"

"Kenapa? Kenapa sangat terkejut? Kita sahabat, bukan? Orang macam apa yang tega membiarkan sahabatnya menderita sendirian, berpura-pura untuk menunjukkan bahwa kau orang baik, sementara aku melihat kekejamanmu ketika kau berbahagia dengan kekasihmu."

"Ini tidak masuk akal," kata Damian.

"Lelaki sepertimu tidak pernah berubah. Baiklah, aku akan mengingatkanmu ketika kau patah hati karena dia, kau datang meminta nasihatku. Dan karena aku telah menerimamu, Toni berburuk sangka dan mulai mencurigai diriku sampai dia memperlakukanku sampai aku harus seperti ini."

Tarikan napas Damian menjadi sangat berat tidak teratur mencampurkan beban dalam pikiran dan kenyataan yang harus diterimanya.

Dengan kekesalan yang ada, ia berkata kepada Marta, untuk berhenti mengatakan apapun. 

Tetapi Marta memberi balasan singkat yang mengakhiri semua prasangka Damian. Marta mencintainya, itu tidak masuk akal atau sebuah luapan emosional. Semua ini telah direncanakannya, ia mencari tahu tentang Ranti, ia mengatakan semua kelakuan Damian dengan hasutan.

"Aku mengirim semua buktinya, semua perlakuanmu di malam kita bertemu. Aku mengenal lama dirimu sampai harus mengorbankan perasaanku. Aku kehilangan cintaku, kau memaksaku untuk menerimanya  karena egoismu. Sekarang, aku bisa tersenyum, kita berdua dalam posisi yang sama."

Marta pun pergi meninggalkan Damian. Ia berharap persahabatan di antara mereka berakhir di bawah tipisnya gerimis yang turun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun