Mohon tunggu...
Cerpen

Sekar

11 Juni 2016   11:46 Diperbarui: 11 Juni 2016   12:26 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“ Aku hanya ingin mengembalikan Indonesia ke dalam pemikiran yang lebih jernih.”

“ Bermaksud mengembalikan wanita di dalam rumah serta terus mendekam di dalam dapur?”

Sulit sekali untuk mengerti alur pemikiran orang ini. Dia begitu tahu tentang wanita, kewanitaan, dan Indonesia tetapi juga pada saat itu dia membebaskan kewanitaan Indonesia sebelumnya dari Indonesia. Apa yang salah antara wanita dan Indonesia? Pelacur – pelacur tua yang berakhir di dalam lembaran inspirasi pujangga. Serasa mereka hidup hanya untuk disyairkan.

“ Aku sedikit bisa menangkap kalau bagimu perkembangan Indonesia mengikuti perkembangan dunia! Walaupun Indonesia juga milik dunia tetapi dunia sangat jarang mengikuti perkembangan Indonesia. Sebab bagimu, perkembangan dan kemajuan hanya milik negara liberal. Wanita Indonesia terpengaruh oleh itu.”

“ Kau sudah mengerti maksudku. Kehakikian itu membuat wanita Indonesia semakin jauh dari keselarasan. Kehakikian wanita yang selalu kau bicarakan itu milik wanita tempo dulu. Sekarang, suara hati wantia sudah banyak yang berubah.”

Sekarang aku mengerti, bahwa kehakikian rupanya bukan persoalan untuk dan tidaknya sesuatu, melainkan mengenai ruang – waktu, dan kemawaktuan. Kehakikian lambat laun berubah menjadi stigma jika tidak meleburkan diri bersama arus kehidupan. Hidup di dunia bisa jadi hanya milik dunia, bukan milik siapa – siapa. Sekali itu dia menghembuskan nafas panjang legah seakan ada sesuatu yang telah menyesakan dadanya. Satu batang rokok lagi dibakarnya, dan pada pemilik warung aku segera memesan kopi. Kutahu kalau wanita ini sudah biasa dengan segelas kopi berdua.

“ Apalagi wanita – wanita yang kini berjejer di pinggir toko, menjual kemolekan serta seluruh tubuhnya. Para pejabat datang menenteng mereka dengan wajah puas. Binal terpancar dari binar mata mereka. Sadarkah kalau wanita itu tidak hanya soal pemuas kebutuhan seksual? Sebab mereka juga memiliki dimensi perasaan yang mereka simpan sendiri secara terahasia.”

“ Wanita dijadikan sebagai mesin pengeruk uang, pemenuhan seksual yang paling memuaskan. Tidakkah wanita sudah terlalu dihina oleh paradigma sebagian besar bangsa Indonesia? Mengapa ini terus dibiarkan sehingga wanita masih terus diperlakukan dengan sedemikian hinanya, tanpa kemanusiaan?” Dia masih melanjutkan.

Aku demikian hanya memilih untuk terus mendengarkannya. Sebab, yang dia bicarakan bukan tentang kegalaluan seperti remaja pada umumnya, melainkan dia mewakili berpuluh juta wanita di Indoensia yang mengadu kebebasan bersama di lingkungan, negara, dan hidup yang sudah terlalu keras menghidupkannya dan memperlakukannya demikian.

“ Aku muak mendengarkan tokoh agama bicara tentang moral. Bagiku tidak semua moral itu benar – benar bermoral tetapi atas nama moralitas membenamkan tingkah – tingkah amoral ataukah memang tidak mengeri apa itu moral atau sengaja membiarkan moral dilihat sedemikian rumitnya sehingga liar sudah pikiran masyarakat tentang moral. Mudah sekali bagi kepercayaan dangkal menghasut masyarakat tentang moral. Pada akhirnya membunuh dengan rasa benci juga bermoral. Apakah benar demikian?”

Seteguk demi seteguk kopi kami iringi bersama pembiacaraan yang kina mencekik batin. Malam semakin senyap, dan hanya beberapa motor lalu – lalang. Sampai ketika kami baru menyadari bahwa hanya kami berdua yang masih nekat berlari menembus malam bersama kewanitaan, moralitas, negara, kehidupan, dan hakikat hidup dalam ruang – waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun