Saya turut tertawa.
"Penderita kleptomania, anehnya, justru merasa senang saat melakukan aksinya. Ngutil, bagi mereka, merupakan kenikmatan tersendiri. Kenikmatan-kenikmatan itu terjadi pada saat ketegangan yang biasa disebut suspence itu muncul. Dan si Penderita akan merasa hebat atau jago karena berhasil mengelabui petugas serta pelayan di toko-toko atau swalayan-swalayan."
"Un-untuk apa mereka berbuat begitu, Kak?! Seperti Tya, bukankah dia termasuk orang yang berada? Lha, untuk apa cari penyakit mengambil barang yang tidak seberapa harganya itu? Lagi pula, kebanyakan dari barang-barang curiannya itu tidak dibutuhkannya sama sekali."
"Edwin tahu dari mana?"
"Tidak ada yang Tya sembunyikan dari saya, Kak. Dia ceritakan semua apa yang telah dilakukannya. Kok, bisa begitu ya?"
"Itulah, Win. Seperti yang sudah Kakak jelaskan tadi, mereka tuh memperoleh rasa senang dan nikmat saat melakukan aksinya. Jadi, kamu jangan berpikir ke soal kaya atau miskinnya mereka lagi. Atau, soal butuh tidaknya barang-barang curian tersebut. Sebab, hal itu sudah menyangkut psikis. Mereka ngutil tanpa rencana terlebih dulu. Akibatnya, kebanyakan dari mereka ketangkap dengan mudah. Ya, selain karena tidak ada rencana, mereka juga merasa tidak bersalah."
"Apakah Tya bisa sembuh dan hidup normal kembali?"
"Karena sifatnya yang kronis, maka kleptomania ini memang agak susah disembuhkan. Bisa sih, tapi itu semua tergantung pada kontrol diri si Kleptomaniak. Si Penderita perlu didukung oleh lingkungan keluarga, kerabat, atau sahabat yang bisa dan mau mengerti tentang si Penderita. Ya, tentu saja itu memerlukan proses yang lama sekali. Dan ingat, pengawasan dan pengarahan kepada si Penderita harus lebih ditekankan pada unsur membimbing. Bukan menghakimi."
"Jadi, apakah Tya bersalah dalam hal ini, Kak?"
"Yang namanya mencuri itu kan, salah. Jadinya, ya bersalah. Cuma kadarnya kecil. Sebab, tindakan yang dia lakukan bukan lantaran ingin merekrut keuntungan pribadi atau memperkaya diri. Hal tersebut dia lakukan murni karena impulse atau dorongan sesaat untuk memperoleh kenikmatan dari ngutil itulah."
Saya menggumam. "Kasihan, Tya!"