Prolog
Lelaki itu membanting pintu Pajero-nya. Tatyana mengawasi gerak gegas ayahnya itu dengan mata kuyu. Bibirnya mengatup rapat. Dia belum beranjak dari dalam mobil. Ekor matanya mengikuti punggung lelaki berkemeja kantor itu sampai menghilang di balik pintu rumah.
"Dia bikin malu Papa lagi, Ma!"
Dari dalam rumah, lapat didengarnya Papa berteriak. Amarah yang sudah mengumbar sekali tadi, kini meledak-ledak kembali.
Air mata Tatyana menitik. Bukan hanya sekali dia melakukan hal yang tidak terpuji seperti barusan tadi. Tapi, sudah berkali-kali!
"Papa tidak habis pikir, Ma! Apa sih yang kurang kita kasih kepada dia lagi?!"
Tatyana menutup telinganya dengan kedua telapak tangannya. Digigitnya bibir. Lantas diliriknya sebuah boneka kucing di atas dashboard. Lucu. Seolah menatapnya dengan kepala yang meneleng. Tak sadar dia tersenyum. Gemas sekali di matanya. Boneka kucing kecil itulah yang menjadi biang kemarahan Papa.
"Semua ini gara-gara Mama yang tidak becus mengawasinya!"
"E, eh... apa-apaan sih, Pa?!" Terdengar sanggahan, tidak kalah ketusnya dengan suara yang mendiskreditkan tadi. "Kok, Mama yang disalahkan?!"
"Ya jelas! Papa sudah berulang kali mengingatkan Mama supaya mengawasi Maling Kecil itu!"