Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Mati (14. Kota Dunia Tinggi)

30 Januari 2022   21:31 Diperbarui: 30 Januari 2022   21:37 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku kecewa. Ia terlihat heran dengan tingkahku yang terlihat menganggunya. Kami saling memperhatikan dengan seksama. Aku tetap meyakini yang didepanku saat ini adalah adikku lelakiku yang belum kembali. Tetapi kenapa ia seolah-olah tidak kenal dengan abangnya sendiri. Aku sangat perlu berbicara dengan seseorang yang sangat kukenal di negeri asing ini. Tapi apakan daya aku hanya bertepuk sebelah tangan dan ia seperti berusaha menghindariku dan terus keheranan dengan sikapku sehingga menjadi perhatian ramai orang.

 "Maaf, aku tidak berniat menganggumu!" aku tetap meyakini yang sedang duduk memandangi lautan tersebut adalah saudara lelakiku yang belum kembali.

 "Emak menunggu Udde dan ayah kembali!" seruku kembali dengan rasa sukacita karena telah bertemu, sekaligus sedih karena orang yang kuajak bicara seperti tidak mengenaliku sama sekali.

Tetapi apa dayaku, mungkin aku bertemu orang yang dikatakan kembar identik dengan adikku. Ia kemudian mundur teratur dan menghindariku untuk menjauh. Ekspresi wajahnya justru seperti orang yang sedang ketakutan. Tanpa ada kata sedikitpun yang keluar dari mulutnya. 

Aku berusaha mengejarnya untuk memastikan lagi melalui suaranya. Tetapi terlanjur ia menghilang dengan cepat diantara kerumunan orang sehingga tinggal aku yang terheran-heran sendiri. Ada rasa kesal dihati karena tidak bisa menuntaskan pertemuan yang sangat penting tersebut. Udde berpakaian seperti kebanyakan masyarakat kota ini, dapat kubilang ia kelihatan sangat gagah. Penampilannya seirama dengan Fithar jas kulit coklat menutup kaos putih dibadan dengan jins biru dan sepatu kets abu-abu. Tentu sangat kontras dengan penampilanku yang dari kampung.

 Disudut taman Fithar tetap setia menungguku. Seperti ia selalu memperhatikan gerak gerikku dari jauh. Tetapi saat ini aku merasa kalah. Tidak bisa membantu untuk mengembalikan kegembiraan emak dikampung.

 Sehabis menelpon seseorang dari telpon umum yang ada ditaman. Fithar seperti memberi tanda kepadaku untuk segera masuk kembali ke mobil.

 " Maaf terlambat, aku lihat adikku ditaman barusan...tetapi dia tidak mengenaliku" ungkapku masih merasa kesal. Fithar kembali memperhatikanku dengan mengernyitkan dahinya. Ia tampak keheranan melihatku. Aku juga menduga, Fithar pasti mengira aku salah mengira orang. Mungkin dia mengira aku sedang berhalusinasi.

 Tidak ada kata sepatahpun dari Fithar.Ia hanya memintaku langsung mengarah ke mobilnya yang terparkir disamping taman. Ia beranjak dari tempatnya berdiri untuk kemudian bersama-sama naik mobil melanjutkan perjalanan yang sebenarnya sangat kunikmati. Pengalaman baru yang belum pernah kurasakan

 Kami terus mengarah ke utara dengan jalanan yang semakin menanjak. Semakin keatas udara terasa bertambah dingin. Awan yang menutupi kota sebelumnya,sekarang tersibak secara perlahan. Semakin keatas terasa telingaku tambah berdengung karena tubuh harus menyesuaikan dengan ketinggian. Diujung puncak bukit mulai tampak bangunan megah berwarna putih bersih dengan kubah-kubah berwarna biru terang. 

Bangunan tersebut dikelilingi pagar tinggi menyerupai benteng seolah-olah tidak akan ada yang bisa ditembus oleh musuh jika ada perang. Disanalah tujuan kami. Gas mobil seperti semakin menderu karena selain jalan mengecil juga banyak jalan menikung. Tanjakan membuat sopir haruslah seorang yang sangat mahir mengendalikannya. Selain itu jalanan yang sempit harus berbagi dengan kendaraan yang meluncur dari sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun