Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Mati (10. Polymesoda Erosa di Hutan Mangrove)

30 Januari 2022   15:49 Diperbarui: 30 Januari 2022   15:57 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah pribadi dengan pictsart app

Mengeksplorasi lebatnya hutan mangrove adalah agenda berikutnya dipagi yang tampak cerah ini. Telah direncanakan lama oleh mereka dan tidak kalah menantangnya dengan petualangan berburu penyu bertelur sebelumnya. Tujuannya adalah sebuah tempat dimana orang-orang kampungku mencari penghidupan. 

Di sana tersedia berbagai jenis protein tinggi seperti sejenis: kerang kepah (Polymesoda erosa),kuyung (Cerithidea quoyii) dan terigang (Clithon faba). 

Kerang tersebut oleh orang-orang kampung dicari dan untuk dikonsumsi sendiri maupun dijual, sebagai tambahan penghasilan harian mereka. Jika tidak waktu sedekah laut, maka daerah yang akan kami kunjungi nanti biasanya banyak ditemui nelayan yang datang mencari ikan, udang atau kepiting (Scylla).

Dapat dikatakan bahwa hutan mangrove yang lebat tersebut telah menjadi penolong terutama bagi keluarga-keluarga yang hidup berkekurangan Dengan kandungan gizi yang tinggi untuk memenuhi smber protein keluarganya sekaligus sebagai alternatif mata pencaharian. 

Hutan tersebut menjadi penolong, terutama disaat musim angin barat laut dimana nelayan tidak bisa melaut. Saat musim itu biasanya hutan menjadi sangat riuh dikunjungi oleh orang-orang kampungku untuk menjemput rezeki mereka masing-masing.

Waktu tempuh perjalanan diperkirakan sekitar 1 jam. Kemala dan Dewi mulai berkemas-kemas kembali untuk perjalanan pagi ini. Dewi mengenakan blus kaus kuning gading, celana jeans merah panjang dan topi putih, sangat serasi dengan kulit putih bersihnya. Demikian juga Kemala berbalut kaos putih di padu jeans panjang dan topi hijau lumut. 

Sedang medan yang akan kami hadapi adalah rapatnya vegetasi hutan mangrove perawan serta lumpur lembut yang sangat dalam. Tambahan lainnya kami juga harus bersiap-siap dari serangan nyamuk ganas dari segala arah.

"Ayo, naik perlahan diperahu!" Pinta Fithar kepada Kemala dan Dewi sambil ia berusaha meraih tangan gadis-gadis itu satu persatu. Semuanya lancar tanpa kendala. Tujuannya mengarah ke utara sama dengan arah tujuan malam sebelumnya. Tetapi saat ini perjalanan menyusuri sungai besar yang membentang disisi timur Pulau Penyu.

Perjalanan dimulai pukul 9.15 pagi Motor air bergerak dari dermaga pulau yang berada disisi sebelah timur dengan bentangan sungainya yang sangat lebar. Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri tepian pulau menuju ke arah sungai kecil yang berkelok kelok kearah barat menuju samudra.

"Hutan sepanjang sungai ini masih perawan" kata Fithar sambil menunjuk ke deretan hijau hutan mangrove yang tampak sangat subur dan rapat. Kemala yang duduk didekatnya mengangguk anggukkan kepalanya. Dewi juga seperti berdecak kagum dengan kelebatan dan keaslian hutan mangrove yang masih terjaga baik. 

Barisan mangrove yang lebat tersebut membentuk seperti benteng kokoh berwarna hijau yang sedap dipandang mata. Berbagai jenis pohon pembentuk hutan mangrove tersebut seperti spesies Brugueira cylindrica, Brugueira gymnorhiza, Rhizopora mucronata dan Sonneratia alba, tumbuh melingkupi hampir seluruh daratan berlumpurnya.

"Lihat buah itu! menjuntai panjang, seperti siap menancap kelumpur jika jatuh ke bawah." Kemala kegirangan sambil menunjuk-nunjuk buah mangrove lebat di sepanjang tepian pulau yang dilewati. Dewi, saat ini kembali duduk dianjungan perahu. Seperti biasanya tatapannya selalu fokus ke hutan disampingnya. Tatapannya tetap tenang, tetapi seperti dapat menerawang sampai kedalam hutan. Seperti biasa akupun membiarkan cara mereka masing-masing dalam mengagumi keindahan ciptaan tuhan.

45 menit perjalanan telah berlalu. Saat ini kami mulai memasuki alur sungai berkelok kelok yang perlahan tampak semakin mengecil. Kerapatan hutan mangrove nya bertambah tebal dan masih sangat terjaga. Dewi, sepertinya masih tetap serius dengan hutan mangrove karena pandangannya seperti tidak lepas ke arah hutan tersebut.

Tiba-tiba betapa terkejutnya aku. Hal yang tidak kuduga sama sekali. Terlihat olehku ada objek bergerak secara perlahan menuju kearah kami. Saat ini seharusnya tidak ada orang sama sekali didaerah tersebut karena waktu sedekah laut masih belum berakhir.

Secara perlahan tapi pasti. Dari kejauhan diarah yang berlawanan pada sisi kiri sungai aku melihat sebuah perahu lebih kecil bergerak sangat lamban. Didalamnya ada penumpang dewasa dan anak-anak. Semakin lama jarak kami semakin dekat. Untuk kemudian beberapa saat lagi akan segera berpapasan langsung. Lebar sungai saat ini berjarak sekitar 10 meter. Tampak beberapa orang didalam perahu tersebut.

"Ya Allah!"aku kaget meski aku berusaha tenang dan tidak ingin ada yang mengetahuinya kegundahanku.

Dapat kupastikan mereka adalah keluarga tadi malam yang kami sempat berpapasan di pantai sana. Lidahku kelu. Kuduga keluarga kecil itu terdiri ayah, ibu serta dua anaknya yang masih kecil. Peristiwa tadi malam seolah berulang kembali. Tapi kali ini tanpa ada kata sepatah katapun. Mereka berlalu dengan perlahan dan pasti. Hanya terdengar gemericik riak air saat biduk dikayuh.

Reflek badanku terasa lemas dan gemetar. Sedang ketiga tamuku terlihat sangat tenang seperti tidak ada kejadian apapun didepan mereka. Gas mesin perahu serasa melamban. Meskipun, itu hanyalah perasaanku saja. Jujur saja ingin rasanya perahu motor ini kubelokkan arahnya agar aku tidak mempunyai kesempatan bertemu dengan keluarga misterius dinihari itu. 

Kembali teringat olehku, wanita cantik yang duduk di depan bapak setengah baya yang sedang mendayung tersebut adalah perempuan yang asyik mengobrol dengan Dewi menjelang subuh pagi tadi.

Aku berusaha untuk menyadarkan diriku sendiri dengan mencubit pahaku berulang kali. Apakah ini mimpi?. Aku juga melihat-lihat dengan sengaja keadaan disekelilingku secara seksama berulang kali. Serasa begitu hening. Tidak terdengar bunyi-bunyian burung hutan dan jangkrik yang biasanya bernyanyi sangat nyaring. Matahari diatas kepalaku bersinar terik. Sedang tiga temanku lainnya seperti terpaku diam seribu bahasa dan ekspresinya tidak berubah sedikitpun.

Aku berusaha untuk tidak memulai pembicaraan apapun dengan apa yang baru saja terjadi. Tambahan tidak ada reaksi dari Fithar, Kemala dan Dewi. Mereka melihat tetapi seperti tidak terhubung dengan sekitarnya. Sama sekali tidak ada respon sedikitpun dari mereka terhadap kejadian yang baru saja berlangsung dihadapan mereka.

Perjumpaan itu rasanya berlalu sebegitu cepat.

Kucoba melirik Kemala. Ia duduk bersebelahan dengan Fithar. Aku tahu persis, Kemala dan Fithar yang duduk persis didepanku pasti akan sangat memperhatikan detil setiap pergerakan sampan keluarga misterius yang ada didepan kami sebelumnya. Dari awal yang kelihatannya samar, sampai kepada kelima penumpang didalam perahu kecil itu tampak sangat jelas. 

Kupastikan mereka juga mengenal wajah satu persatu masing-masing penumpang yang ada di dalamnya perahu kecil itu. Begitu juga Amarilis Dewi sepertinya tetap diam seribu bahasa. Ia tetap fokus dengan deretan hutan lebat yang berjejer rapi disisi sungai.

Meski dengan situasi bersebrangan dan lebar sungai yang rata-rata tidak lebih dari 10 meter, bagiku dirasakan cukup untuk dapat mengenali orang sampai ke ekspresi wajahnya. Ditambah pagi ini, pukul 10.20 pagi, cuaca terik tanpa halangan awan sama sekali. Juga Fithar, sepertinya tidak tertarik dengan perahu misterius diseberang sungai dan orang-orang yang ada didalamnya. Justru ia kulihat malahan asyik memperhatikan burung-burung sungai yang berterbangan kesana kemari diatas kami.

Perjalanan kami terus berlanjut. Didepanku mulai terlihat dermaga darurat di tepian sungai yang menjadi titik tujuan tempat perahu kami akan disandarkan.

 Setelah sampai didermaga darurat dan sampan diikat sempurna. Aku mulai menaikkan satu persatu mereka ditepi dermaga. Saat terakhir aku membantu menaikkan Dewi kemudian mengikat tali perahu, tak disangka aku harus dikejutkan kembali dengan melihat keluarga misterius yang juga sedang mengikatkan tali perahunya dipohon mangrove yang paling besar dan kokoh. Kemudian laki-laki berwajah tampan itu sibuk menaikkan keluarganya satu persatu.

Dengan sisa-sisa keberanianku serta rasa penasaranku yang teramat sangat. Kucoba terus melirik sekali-sekali apa yang sedang dilakukan oleh keluarga misterius berikutnya. Terakhir terlihat olehku yang mereka naik ke arah daratan yang sama dengan kami. Jarak dengan kami paling hanya  sekitar 50 meteran saja.

Aku berusaha untuk mewaraskan diriku. Ini adalah siang hari yang cerah. Tidak mungkinlah sesuatu yang diluar nalar terjadi seperti malam dan subuh sebelumnya. Sejenakku mencuri pandang. Agak sedikit lama. Kuperhatikan mereka terlihat seperti layaknya manusia biasa saja, meski ekspresi wajahnya saja yang terlihat dingin dan kaku. Mungkin saja mereka lagi lelah karena perjalanan jauh yang melelahkan.

Hanya pakaian yang dikenakannya saja kulihat sedikit berbeda. Dominan warna pakaian yang dipakai mereka menggunakan warna kuning emas di beberapa bagian pakaiannya. Tuan pendayung perahu yang gagah menggunakan kostum pakaian berwarna kuning gading model teluk belanga[1]. Baju khas Melayu yang sering dipakai saat acara-acara adat di kampungku. Tetapi, saat ini beliu tidak memakai kain tapih selutut yang biasa dipakai saat acara-acara resmi. Kemudian perempuan cantik yang mengikutinya juga menggunakan gaun berwarna senada dengan kerudung kuning persis seperti kulihat saat dinihari dipantai tadi malam. 

 

Kembali aku fokus kepada  tiga tamuku. Mereka malah tampak heran dengan tingkahku sebelumnya yang menyerupai orang ketakutan dan tidak tenang.

 

Ditepian sungai ini penuh dengan tanah berlumpur yang sangat lunak, terkadang menyebabkan kaki terperosok masuk sampai dikedalaman setengah meter. Tentunya kita harus memerlukan bantuan seseorang untuk membantu menarik kita agar bisa kembali ke posisi semula sebelum kaki kita terbenam lebih dalam lagi. Tentu diperlukan kesigapan dan kesiapan untuk saling membantu karena sewaktu-waktu kita dapat terbenam kedalam lumpur yang cukup dalam. Salah satu cara menghindari kaki terbenam dilumpur lunak adalah berpegangan di akar-akar pohon mangrove yang menyerupai kaki-kaki yang sangat kokoh.

 

Akar tunjang pohon mangrove itu menyerupai garputala tak beraturan yang terlihat merata ditepian sungai. Lebih masuk kedalam hutan situasinya agak berbeda. Akar pohon mangrove berubah bentuk seperti tonjolan-tonjolan lutut kaki yang menjulur keatas setinggi 30 sampai dengan 45 sentimeter diatas permukaan tanah.

 

"Bagaimana caranya bisa mencari kepah semudah itu?" Tanya Kemala tampak heran. Dewi hanya melongo memperhatikan apa yang kukerjakan sejak tadi. Mereka telah melihatku  hanya mengandalkan indera mata untuk mendeteksi keberadaan kepah yang tersembunyi didalam lumpur tersebut. Dengan hanya mencungkil menggunakan pisau saja, aku sudah bisa mendapatkan 7 buah kepah dalam waktu kurang dari 1 menit.

 

 "Lihat saja mata kepah nya!" Aku menjelaskan sambil mempraktekkannya langsung diatas hamparan tanah lumpur tersebut. Tampak wajah mereka masih kebingungan. Memang tidak mudah dan perlu pengalaman panjang fikirku.

 

"Jika tidak bisa melihat tanda matanya, goreskan saja ujung senjata pisau tajam ke tanah berlumpur," sambil kucoba kembali mempraktekkannya dilumpur yang terasa lembut.

 

"Nanti terdengar suara beradu antara pisau dengan kulit kerang kepah," kuterus menerangkan memberikan penjelasan. Walaupun aku menyadari apa yang kujelaskan barusan, bukanlah hal mudah bagi seorang pemula. Tetapi setidaknya teknik dasarnya sudah kuberikan untuk bekal mereka mencari kepah sendiri yang melimpah di hutan ini.

 

Memang mencari kepah adalah perpaduan pengalaman dan keahlian yang didapatkan dari praktek yang cukup lama. Aku tidak perlu waktu lama untuk mendapatkan hewan kerang tanah yang berprotein tinggi tersebut. Berbekal pisau kecil dan pengamatan indra mata sudah bisa menandai dimana letak persisnya kepah tersebut bersembunyi. Jadi hanya tinggal mencungkil dari tanah secara langsung aku sudah bisa mendapatkannya. Dengan waktu tidak sampai setengah jam sudah terkumpul kepah hampir seberat 3 kilogram.

 

Berbeda dengan tiga orang tamuku yang pemula. Tentunya diperlukan waktu dan upaya keras meski hanya untuk sekadar mendapatkan sebuah kepah saja. Medan berlumpur dan licin serta banyaknya halangan berupa tonjolan-tonjolan akar mangrove merupakan tantangan lainnya yang harus dihadapi. Ditambah suasana yang temaram karena sinar matahari yang hanya sedikit yang dapat menerobos sampai ke permukaan tanah, sehingga serangan nyamuk ke semua sisi bagian tubuh yang terbuka adalah tantangan lain yang harus bisa ditaklukkan.

 

Tetapi sepertinya ketiga tamuku ini adalah pembelajar yang sangat cepat. Perlahan-lahan Kemala dan Dewi mencoba seperti apa yang harus dikerjakan sesuai arahanku dan berhasil. Perlahan-lahan mereka berhasil menemukan hewan kerang yang dagingnya terasa manis dan agak kenyal jika dimasak. Tampak kegembiraan diwajah mereka saat kepah satu persatu dapat dikumpulkannya.

 

 Karena terlalu asyik mencari dan terus mencari. Sehingga akupun tidak melihat lagi arah pergerakan rute mereka masing-masing. Artinya, kami mengambil jalan masing-masing tanpa melihat keberadaan orang lain disekelilingnya.

 

Aku sendiri asyik dengan arah tujuanku sendiri. Dengan terus mengikuti alur terbanyak kepah yang bisa kuperoleh. Hingga sampai kepada suatu tempat. Secara tidak disengaja terlihat olehku pemandangan yang sangat mengagetkan hanya dari jarak kurang dari 20 meter didepanku.

 

 Aliran darahku seolah berhenti mengalir dan inginnya berlari sekencang-kencangnya kebelakang, tetapi kakiku terasa tertancap dalam lumpur hisap yang paling dalam.

 

Apakah yang kulihat ini benar-benar Fithar? tanyaku dalam hati. Fithar terlihat seperti mengobrol akrab dengan tuan misterius tadi. Kembali bulu kudukku berdiri, jantungku berdegup kencang. Kedua pahaku terasa lemas dan terasa sangat berat untuk melangkah.

 

Apa yang sedang dibicarakannya?, dan rencana-rencana apa lagi yang akan dilakukannnya kedepan?, adalah pertanyaan-pertanyaan yang segera terlintas seketika di kepalaku.

 

Fikiranku kembali melayang. Meski tubuhku kaku tetapi otakku terus bekerja keras  untuk mencari hubungan-hubungan dari kejadian aneh yang sebelumnya kualami. Aku masih tidak habis fikir mengapa Fithar dan Dewi saling mengenal dengan keluarga misterius tersebut? Atau apakah mereka ada hubungan keluarga atau baru mengenal sudah langsung akrab satu sama lain?. Tetapi, mengapa mereka seolah seperti tidak mengenal saja, saat bertemu langsung dibawah cahaya temaram rembulan dinihari kemarin. Kemudian bertemu kembali pada pagi yang sangat cerah hari ini? Pertanyaan-pertanyaan tersebut bergantian melintas dikepalaku secara berulang.

 

Tanpa kusadari, tetesan hujan menerobos masuk dari tajuk mangrove yang terlihat seperti payung hijau maha besar jika dilihat dari kejauhan. Hanya hujan rintik-rintik saja, tetapi sepertinya lagi hujan. Ada siluet sinar matahari yang masih terlihat bisa menerobos  sampai ke tanah berlumpur. Tetapi jika dalam waktu yang agak lama, pasti akan membuat basah sekujur tubuh. Aku berinisiatif untuk mengakhiri saja mencari kepah ini sebelum hujan lebih deras mengguyur bumi. Aku bergegas meninggalkan Fithar yang masih asik seperti mengobrolkan sesuatu yang sangat penting.

 

Aku berusaha mencari jejakku kembali agar secapatnya dapat mencapai tambatan perahu motor kami. Aku juga harus mempersiapkan tenaga ekstra, jika harus mencari Kemala dan Dewi jika mereka masih belum berada disana. Dan terakhir rencanaku akan kembali menyusul ketempat Fithar yang masih mengobrol dengan pria misterius itu.

 

Tetapi lagi dan lagi. Lututku terasa lepas dari sendi-sendinya. Saat kulihat Kemala, Dewi dan Fithar justru sudah menungguku sambil bersenda gurau diperahu motor yang tertambat.

 

" Kami bergegas kembali, saat hujan turun,"seru Fithar dari tengah perahu, saat aku sudah berada dan berdiri dibibir sungai. Aku melangkahkan kakiku yang masih terasa gemetaran ke perahu motor. Fikiranku masih kalut. Kemala dan Amarilis Dewi hanya tersenyum-senyum kepadaku tanpa kumengerti maksudnya. Tapi sudahlah...mungkin yang kulihat tadi adalah kebetulan orang yang benar-benar mirip Fithar dugaanku dalam hati sekadar untuk menenangkan perasaanku.

 

 Kemudian kulihat mereka satu persatu kembali

 

"Apakah ada yang tertinggal?" tanya Dewi  yang  kembali mengambil posisi duduk didepan perahu motor.

 

"Oh..ti..tidak" jawabku sedikit gugup karena masih syok dengan apa yang barusan kulihat dengan mata kepala sendiri..

 

Perasaanku mulai tidak enak dan berusaha secepatnya ingin pergi dari hutan mangrove yang lebat itu. Sesegera aku melepas tali perahu, langsung aku melompat ke buritan untuk segera dapat memacu mesin motor. Niatku hanya ingin meninggalkan hutan tersebut secepat dan sesegera mungkin.

 

Masih sempat kulirik sekitar sungai tempat perahu dayung tuan misterius bertambat sebelumnya. Ternyata, mereka masih disana, sehingga sangat beralasan bagiku untuk kembali memacu gas perahu motorku sekencang mungkin meninggalkan kawasan misteri tersebut. Semua kembali tenang dan sunyi. Tidak ada percakapan sama sekali. Hanya mata-mata ketiga penumpang perahu motor ini selalu kembali memperhatikan hutan dengan tatapan yang sangat tajam. Sepertinya mereka memperhatikan keberadaan sesuatu dibalik kegelapan hutan mangrove yang lebat. Disisi lain, mereka juga seperti menyimpan cerita-cerita misteri yang kisahnya tidak untuk dibagikan kepadaku.

 

Hari menjelang sore saat kami datang kembali ke tenda Pulau Penyu untuk beristirahat sejenak.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun