Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Mati (3. Tikungan Sungai dan Bekantan)

29 Januari 2022   17:24 Diperbarui: 29 Januari 2022   17:26 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tawaran Bapak untuk rencana libur kami berikutnya," balas Dewi yang duduk menghadap langsung Datuk Emran yang sedari tadi menyimak pembicaraan teman-temannya.  Tangan kanan Dewi memegang segelas es teh dingin yang diseruputnya sedikit demi sedikit, sambil sesekali memandangku untuk menunggu isyarat berangkat.

30 menit berlalu. Sesekali ketiga tamuku tersebut secara bergantian menoleh padaku. Sedang Datuk Emran, sesekali ia menoleh kepadaku, kemudian mengalihkan pandangannya keatas dengan mulutnya yang tampak komat kamit tidak jelas.

Keringat mengucur deras dikeningku ditengah cuaca yang terasa hangat. Perbekalan dan tas-tas ransel telah kususun rapi berjejer. Air yang tadinya menggenangi lantai perahu juga telah kutimba menggunakan serokan plastik.Tetapi, masalah mesin motor sepertinya belum terselesaikan.

Tetes keringatku terus mengucur deras didahi. Kaos yang kupakai rasanya telah basah kuyup, sementara mesin masih belum berhasil kuhidupkan.

Dewi dan Kemala sebelumnya terlihat berdiri di dermaga karena pemandangan alam sekitar telah menarik perhatian mereka. Sesekali dua bidadari cantik itu mencuri pandang melihat pekerjaanku. Mungkin sudah tidak sabar untuk segera meninggalkan dermaga ini.

Dewi duduk santai diujung dermaga menghadap kearahku. Sesekali aku melemparkan senyuman untuk memberi tanda bahwa aku bisa atasi semua. Ia seperti mengerti dan membalas kembali dengan tatapan mata yang berbinar. Terasa darahku terpompa cepat. Semangatku menggebu untuk segera menyelesaikan masalah teknis mesin ini.

Tanpa kusadari sebenarnya kami saling memperhatikan sejak pertama bertemu. Meski terlalu cepat memastikan yang Amarilis Dewi benar-benar menyukaiku. Sedang Kemala juga telah mencuri perhatianku. Hidup diantara dua gadis cantik. Ah...apakah aku seperti pungguk merindukan bulan?. Terlihat Fithar sangat melindungi mereka. Apalagi pesan aneh emak sewaktu dirumah tadi, untuk tidak menaruh hati kepada bidadari-bidadari tersebut terutama Amarilis Dewi, membuatku harus lebih menahan diri memegang pesannya.

Tetapi Seorang Amarilis Dewi yang membuatku terus bersemangat. Sejak perkenalan pertama telah menggetarkan hati. Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama?. Dan apakah Dewi mempunyai perasaan yang sama denganku? Pandangannya yang sangat meneduhkan dan menetramkan jiwa. Senyumnya lepas seolah mengajakku untuk lebih dekat lagi bersamanya. Tetapi hatiku masih ragu terhadap gadis cantik dan bertutur sangat sopan itu. Aku membatin dalam hati, gadis semenarik Dewi tidak mungkin hatinya sepi dari pemuda tampan disekelilingnya.

Langit tampak biru cerah dengan sinar matahari yang terasa membakar kulit. Tanpa ada hembusan angin yang bertiup, hujan tiba-tiba mendadak turun dengan derasnya. Udara seketika berganti panas sekaligus lembab.

Kuseka air hujan yang mengalir deras dikeningku  Aku berteriak mengingatkan Dewi dan Kemala yang duduk santai sedari tadi diatas dermaga dengan ceria.

"Cepat berlindung di bawah atap sana," telunjukku kuarahkan kepada Fithar dan Datuk Emran yang sedang asyik berbincang-bincang. Dua gadis itu seperti terkejut dengan hujan yang tiba-tiba deras tanpa ada tanda-tanda sebelumya. Mereka kemudian bergegas mencari perlindungan dibawah warung dermaga. Dewi masih tetap memperhatikanku yang mulai basah kuyup diguyur hujan. Tidak jarang kami kembali saling beradu pandang. Ahhh....rasanya aku terbawa oleh perasaanku sendiri!. Dewi menurutku mungkin hanya merasa kasihan melihatku yang sedari tadi belum mampu mengatasi mesin motor yang mogok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun