Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Balada Orang-orang di Perjamuan Tengah Malam

25 Januari 2022   06:48 Diperbarui: 25 Januari 2022   06:55 995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya ia bermain dengan salah satu anak perempuan bibiku tersebut. Terkadang juga iya menangis hebat karena rumah-rumahan dari ayaman atap daun sagu yang telah susah payah dibangunnya tiba-tiba dirusak oleh Wati. 

Emak paling berusaha menenangkannya sambil mengelus-elus kepala Sakinah. Emak juga  tidak mengambil hati dengan apa yang terjadi dengan anak-anak kecil itu karena setelah itu mereka akan selalu pergi bermain bersama kembali. 

 Dengan apa yang terjadi dengan keluargaku, saat ini yang ada didalam fiiranku adalah bagaimana menyambung hidup kami berdua. Dua minggu pertama setelah meninggalnya emak, aku mencoba mencari uang dengan mengambil upah menjajakan  kue-kue milik tetangga. Tetapi seringnya  kue-kue tersebut tidak laku dan basi. Seringnya kami malahan dituduh anak-anak yang malas bekerja.

 Sudah kuputuskan kami berdua tidak lagi melanjutkan sekolah. Paling tidak kami telah tahu baca tulis fikirku. Sebulan tepat setelah kematian emak datanglah seorang yang kupanggil Pak Fendi yang umurnya tampak sebaya dengan almarhumah emak. Ia termasuk orang berada yang tinggal dikampung sebelah. Ia ayah dari 3 orang anak yang telah beranjak dewasa. 

Suatu kali pernah kudengar cerita bahwa selagi muda ia sangat menyukai emak. Tetapi emak lebih memilih ayahku.  Saat ini Ia datang untuk menawariku bekerja di pete[3]. 

Fikirku pucuk dicinta ulampun tiba. Kapan lagi aku bisa bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari aku dan adikku. Tambahan ia juga menawarkan kepada adikku untuk ikut turut beserta rombongan kami. 

Kulihat banyak dari tetanggaku juga putus sekolah sejak sekolah dasar karena harus membantu ekonomi kedua orang tuanya. Pilihan mereka dikampung biasanya hanya dua yaitu pergi menjadi pembantu rumah tangga atau buruh kasar dinegeri jiran Sarawak Malaysia atau pergi bekerja di perusahaan kayu ke pete-pete di pulau Sumatera.

 “ Sakinah sudah bisa masak?” tanya Fendi ramah langsung dengan Sakinah

 “Bisa Pak” jawab singkat gadis itu dan ia kembali bermain lompat tali dengan teman sebayanya diluar. Sedang Fendi tampak mengangguk-angguk puas. Kusampaikan pekerjaan masak memasak didapur telah di lakukan Sakinah sejak kecil. Ia telah dilatih emak untuk bertanggungawab terhadap urusan dapur disaat kedua orangtuaku sibuk kesawah.

 Tawaran pekerjaan itu sepertinya akan dapat merealisasikan keinginanku nantinya. Sepulang dari pete sebelum lebaran nanti, kami akan bisa mengganti kursi kayu tamu yang sudah reot, membeli pakaian baru serta menyiapkan hidangan kue bagi tamu disaat hari raya nanti. Karena beberapa tahun terakhir lebaran kami terlalu sibuk dengan keadaan emak yang sakitnya bertambah parah.

 Sejarah sepertinya kembali berulang. Ayahku sebelumnya adalah seorang yang menghidupi keluarganya dengan bolak balik ke pete. Sampai berita duka itu datang kepada kami. Ia diberitakan oleh kepala rombongannya yang secara kebetulan juga Pak Fendi. Disampaikannya bahwa kemalangan telah menimpa ayahku karena telah tertimpa pohon gergajiannya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun