“Siapa yang melakukannya..siapa?” kuguncang tubuh ringkihnya berkali-kali dan tanganku terasa bergetar menahan emosi. Sambil aku memperhatikan setiap anggota rombongan kerjaku sebelumnya satu persatu.
“Pak Fendi” jawab Sakinah lirih. Tanpa fikir panjang dan segera kulepas pegangan tanganku dari pundaknya Aku langsung menyambangi orang tua paruh baya tersebut dan memberikannya bogem mentah berkali-kali dengan sekuat tenaga. Orang tua bejad itu sedikitpun tidak melawan. Tampak darah mengucur dikening dan bibirnya.
“Maafkan aku..Nurdin.”, sambil dia menahan sakit dan menutup kucuran darah dikeningnya dengan tangan kirinya,“aku akan bertanggungjawab Nurdin!” jawab Pak Fendi dengan terbata-bata. Tubuhku masih gemetaran dan ingin kembali menghajarnya kembali. Tetapi Sakinah yang berurai air mata berusaha menahanku sambil memegang perutnya dan ia menggelengkan kepalanya beberapa kali dengan lemah.
Aku kalah dan merasa dibohongi. Pak Fendi memindahkan tempatku bekerja ternyata mempunyai maksud lain. Aku tidak bisa menjadi abang yang bertugas menjaga dan melindungi adikku dengan baik.
Akhirnya kusadari titik kebodohanku yaitu disaat aku mau saja dipindahkan dilokasi kerja yang baru. Itu berarti akan memisahkan pengawasanku langsung terhadap Sakinah seperti yang kulakukan sebelumnya selama dipondok ditengah hutan rimba sana.
Nasi telah menjadi bubur. Saat ini juga aku memutuskan untuk tidak kembali ke kampung halaman karena kecewa dengan apa yang terjadi terhadap diri dan adikku.
Sambas, 24 Januari 2022