Namun, kebahagiaan itu ternyata tak menghampirinya terlalu lama, seakan-akan perlahan merayap meninggalkan angan dan harapan yang tumbuh subur dikehidupannya. Hari ke hari terasa tidak adil bagi Dhe, tak ada lagi kasih sayang yang ia dapat dari suaminya seperti waktu awal pernikahan dulu, semua tentang Rian berubah total seratus delapan puluh derajat. Rian sekarang bukan lagi seperti yang dia kenal dulu, kalau saja Rian pulang ke rumah yang mereka kontrak setelah menikah, paling hanya ganti baju lalu pergi lagi dan hanya basa-basi yang tak perlu.
Hanya sebulan dua bulan, atau enam puluh delapan hari tujuh jam tepatnya, Dhe benar-benar merasakan mahligai kasih bersama Rian, merasakan indahnya kehidupan rumah tangga yang dijalaninya, setelah itu, semua terasa bagai neraka. Ghak jelas, ghak tahu arahnya. Mimpi indah yang bersemi di hatinya memudar, Dhe merasa terpenjara.
"Kenapa ya..... bingung aku" Dhe menarik nafas sambil geleng-geleng kepala, memikirkan perubahan drastis yang terjadi pada suaminya, dari membanding-bandingkan dirinya dengan si A atau si B mantan Rian si penyanyi yang suaranya merdu seperti Raisa itu, atau bahkan yang lebih menyakitkan ketika Rian mengatakan mulai bosan dengan hidup yang serba teratur dan perfeksionis. Dia dianggap terlalu banyak maunya, terlalu cerewet sebagai seorang istri dan terlalu ingin mengatur.
Huuuuufffttt so funny,
Waktu awal menikah kenapa tidak bosan, kenapa tidak protes ketika semua serba teratur. Memangnya salah dengan orang yang suka hidup dengan hal-hal serba teratur, Wajarkan, toh tidak perfect-perfect amat, bahkan lebih kepada hal-hal kecil yang dilakukan sehari hari kog yang harus teratur. Misalnya kalo habis baca majalah atau koran, ya harus dikembalikan pada tempatnya dan bukan diletakkan sembarangan di meja makan atau meja tamu dong,
Wajarkan,
Atau pakaian kotor harus diletakkan di tempat pakaian kotor bukannya dibuang sembarangan di lantai kamar atau kasur, juga hal yang wajarkan, lalu kenapa semua itu tiba-tiba jadi masalah???
Toh selama ini tidak pernah juga dia minta sesuatu yang lebih, tidak juga meminta barang-barang mewah, malahan untuk memenuhi dekorasi rumah kontrakan aja harus merogoh koceknya sendiri dan tak pernah meminta ke Rian, atau minta mobil baru, ihhh amit-amit, cukup bersyukur kog istrinya ini pakai mobil lama, yang dibelikan ortu waktu masih kuliah dulu, terus salahnya dimanaaaaaaa.
Kalo ghak pernah dandan cantik, pakai lipstick tebal, atau pakai bedak yang norak dengan maskara menor, emang iya, lha wong sejak dulu memang ghak suka dandan, kalo pergi-pergi ya cukup pakai celana jeans, pakai kaos, lalu sepatu ala converse, udah. Yah kadang-kadang sih pakai rok atau pakai-pakaian ala ibu-ibu muda. Semuanya wajar-wajar saja dan ghak ada masalah.
"Lalu apanya yang salaaaaaahhh, bukankah cinta itu dibangun atas dasar saling mengerti, mendengar dan saling mau belajar untuk bisa saling memahami"
Sedih, sakit di hati yang dirasakannya tertumpuk bagai sekam bergunung-gunung, menunggu kapan akan terbakar dan meluapkan asap panasnya ke segala arah. Rasa curiga terhadap perilaku suaminya semakin menggebu, namun dia tak mengerti kemana harus mencari jalan untuk menuntaskan kecurigaannya. Semua berusaha di pendam, karena kalah oleh rasa cintanya pada Rian. Cintanya terhadap Rian mampu membuatnya untuk tetap bertahan dan menerima perlakuan suaminya terhadap dirinya. Tapi entah sampai kapan.