"Iya, tetapi proyek kehidupan kita berdua"
"Maksutnya"
Rian diam sejenak seakan-akan tengah mencoba menghapal skrip kata-kata yang ingin diungkapkan.
"Aku ingin melamarmu untuk menjadi istriku Dhe, maukah kamu?"
Kalau ada petir yang menyambarnya malam itu, tak akan pernah bisa membuatnya sekaget apa yang barusan didengarnya dari lelaki pujaannya ini, hingga membuatnya terpaku bisu tak mampu mengeluarkan kata-kata.
"Kalau kamu bersedia, dua bulan lagi kita langsungkan pernikahan" kata Rian menatap lekat ke arahnya. "Waktu dua bulan kurasa sudah cukup untuk kita melalui proses sebelum pernikahan, segala sesuatunya sudah aku persiapkan, tinggal aku meminta restu pada kedua orangtuamu saja yang belum aku lakukan"
"Hah, dua bulan lagi, apakah tidak terlalu cepat mas" katanya sedikit kaget, "apakah kita juga tidak melalui masa perkenalan atau pa ..."
"Kita sudah tak butuh waktu pacaran sebelum menikah Dhe, nanti saja setelah menikah kita nikmati pacaran sebebas-bebasnya, kamu mau kan" kata Rian waktu itu.
Dhe yang tak pernah mengira lelaki idamannya itu melamarnya secara tiba-tiba. Diapun tak perlu banyak waktu untuk menjawabnya, Dia Mengangguk tanda bersedia. Segalanya berjalan seperti sebuah skrip sinetron yang tersusun rapi dan tinggal dijalaninya. Semua terasa indah saat itu, hingga tiba saat mereka menikah, semua serba sempurna rasanya. Bayang-bayang indahnya kehidupan yang akan diarunginya bersama Rian tergambar diraut wajahnya tanpa cela.
"Cinta memang bisa membuat kita beranggapan bahwa segala hal tentang pasangan kita adalah sesuatu yang paling berharga di dunia ini yang kita miliki, perlahan tapi pasti rasa memiliki itu akan berubah menjadi keindahan yang tak terungkap melalui kata-kata."
***