"Iya sih tapi terus terang aku belum kepikiran ke sana Kei"
"Ya harus, sekarang kamu harus mulai berpikir ke arah sana, nanti biarlah aku yang jadi manajernya, tanggung semuanya beres, asal jangan suruh aku cuci piring ya hiii alergi bok"
"Hahahaha wuuueeekk maunya" kata Dhe,
"Ok ok aku pikirin itu Kei, ayo kita mulai nabung, dan sapa tau suatu saat chef yang ganteng selangit itu, chef Juna mau datang ke restoran kita hahahaha" lanjutnya.
"Huuuuuaaaa ngarep lu ah dasar" seloroh Kei sambil menjulurkan lidahnya.Â
Konyol dan lucu selalu saja ada ketika ngobrol dengan Kei, ada-ada saja ulahnya yang bisa membuat Dhe tertawa dan tersenyum. Dia bisa sejenak melupakan masalah-masalahnya ketika permasalahan makin bertumpukmemenuhi pikirannya, hanya kalau ngobrol dengan sahabatnya itu. Sering dia tersenyum-senyum sendiri bila ingat ulah Kei. Kei yang selalu ceria, yang selalu mampu memberinya semangat, dan Kei yang seolah tak pernah punya masalah di dunia ini.
***
Malam makin larut dalam ketinggian sunyinya,
Kenyakinan kalau suaminya tidak akan pulang malam ini, membuat dada Dhe terasa semakin bertambah sesak. Ini adalah malam ke tujuh berturut-turut Rian tidak pulang. Jam weker mungil di samping tempat tidur sudah menunjukkan jam 23.37 Wib. Besok pagi dia sudah membuat janji dengan Dokter Anisah, dokter tua yang sudah bertahun-tahun menjadi dokter keluarganya, benjolan kecil di seputar payudara kiri membuatnya sedikit takut dan risih.
Beberapa hari yang lalu tanpa sengaja ketika mandi dia menemukan benjolan kecil di seputar payudara kirinya. Buru-buru dia telpon Rian, namun sekali lagi tanggapan Rian yang dingin dan biasa-biasa saja membuatnya kecewa,
"Aahh itu hanya perasaanmu saja Dhe, jangan di besar-besarkanlah, aku lagi suntuk banyak kerjaan neh" jawab Rian.