Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kaliandra (Novel Seru). Episode 7

13 Mei 2011   00:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:47 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ke segala sudut lampu baterai menyebar. Tak ada gerakan, selain tumbuhan liar yang tertiup angin.

"Benar-benar kita kehilangan jejak. Lihai sekali bajingan itu menghilang!" seseorang menggerutu. Pada saat itu, Rio dan Wolfgang berlarian kecil menyongsong.

"Candi. Kau dimana?" panggil Rio.

"Aku di sini," sahut Candi terengah-engah, muncul dari gelap. Tangan kanan Candi mengurut-urut dadanya.

"Kau tak apa-apa?" tanya Rio.

"Tidak, cuma sedikit kaget. Tapi dadaku sesak"

Orang-orang segera mengerumuni Saidun yang tergeletak di tanah. Darah melumuri dadanya.

"Saidun masih bernafas. Tapi ia musti segera dirawat di rumah sakit di kota kecamatan. Cari mobil!," seseorang mengusulkan.

"Kelamaan, pakai sepeda motor saja"

Dini hari itu bagian belakang rumah Bu Parmi sibuk sekali. Bu Parmi mendekap tole di dekat pintu dengan pandangan cemas.

"Orang itu masuk kamarmu dengan sebuah belati? Bagaimana kau bisa selamat?" tanay Rio yang baru saja melongok tempat tidur Candi yang kacau balau dengan kapuk terhambur ke mana-mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun