Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kaliandra (Novel Seru). Episode 7

13 Mei 2011   00:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:47 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Serta merta Candi meraih kedok hitam di wajah sosok itu. Si hitam tak menyadari Candi akan melakukan ini. Seraut wajah jebah berkumis lebar melotot di hadapannya. Setengah sibuk orang itu membenahi kedoknya dengan tangan kanan. Benar-benar ia tak suka bekerja dengan wajah terbuka. Ini membuat dorongan di dada Candi mengendor.

Mengerahkan sisa tenaga, Candi berteriak dan mendorong tubuh si hitam. Sosok itu terhuyung beberapa meter ke belakang. Cepat Candi membuka pintu dan menghambur keluar. Teriakannya mulai mendapat sambutan. Tiga orang anggota Hansip menyongsong dengan kelewang dan pentungan. Halaman belakang rumah Bu Parmi disimbahi bersorot-sorot sinar lampu baterai.

Si sosok hitam berwajah jebah gusar beberapa saat. Ia menyambar belati di lantai dan segera melompat keluar. Bersamaan dengan itu sorot lampu baterai diarahkan padanya.

"Bajingan!" teriak salah satu anggota hansip itu. Kelewang berkelebat. Tapi si baju hitam sigap. Ia melompat ringan ke samping. Kelewang cuma menerabas angin. Ketika seorang petugas hansip maju dengan pentungan besar, iapun dengan mudah dapat mematahkan serangan pentungan dan menggebuki balik penyerangnya. Petugas yang membawa kelewang sekarang gusar, dan tak yakin apakah ia akan meneruskan pertarungan dengan kelewang itu atau tidak. Buntutnya, ia mengayun kelewang terlalu keras dan kelewang itu membabat pohon serta menancap di situ untuk kemudian sulit dicabut kembali.

Candi terus berteriak, maksudnya mencari bantuan sebanyak-banyaknya karena seorang anggota hansip sudah duduk tertelungkup dengan kepala didekap akibat dihajar pentungannya sendiri.

Lima anggota hansip lain datang mengejar teriakan itu. Si sosok hitam mulai gentar. Ia rupanya hendak cepat-cepat saja mengakhiri pertarungan. Ketika seorang hansip terdekat maju dengan gobang di tangan, ia berkelit dan balas menyerang. Benar-benar ia memanfaatkan kelihaiannya bermain belati. Tusukan demi tusukan telak dilancarkan. Anggota hansip itu melolong-lolong, tak sempat lagi memainkan gobang. Dari dadanya darah membuncah. Ia roboh mendekap dada.

"Saidun kena! Saidun kena! Tangkap bajingan itu!" orang-orang yang lain berteriak mengejar. Sosok hitam sadar ia bakal terpepet. Secepat kilat ia melesat meninggalkan calon lawan-lawannya yang jumlahnya terlalu besar itu. Rupanya, ia memilih lari.

"Jangan kabur, bangsat! Jangan lari!" sejumlah orang bergedebuk mengejar. Tapi sosok hitam lenyap begitu saja dalam gelap. Orang-orang yang gigih mengejar, hanya menangkap hawa dingin dan gesekan daun. Musuh begitu cepat menghilang.

"Kemana dia?"

"Kabur. Hilang entah kemana!"

"Lampu! Sorotkan lampu. Ke semak-semak!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun