Di Coffe Toffe, aku melihat seseorang berdiri di dekat meja nomer 8. Dari belakang, pria itu tampak gagah. Dia tinggi, rambutnya cepak dengan sedikit aksen jabrik, tidak terlalu kurus juga tidak terlalu gemuk. Yang pasti T-Shirtnya berwarna merah. Dan hanya dia satu-satunya disini yang memakai T-Shirt berkerah warna mereh.
"Permisi...." kataku setengah malu sambil berdiri di belakang pria yang sedang memandang jauh ke luar jendela itu.
"Haikal....." sontak, aku terkejut setelah pria itu membalikan badan. Aku mengenalnya. Sangat-sangat mengenalnya. Dia temanku semasa SMP. Tak banyak berubah dari fisiknya. Hanya saja Haikal yang sekarang lebih berkarisma.
"Duduk yuk..." ajak Haikal sambil menarik kursi untukku. Aku menatapnya. Tak percaya tiga tahun kemudian aku bertemu dengannya di tempat ini.
"Jangan liatin aku kaya gitu dong....." sahut Haikal membuatku tersadar bahwa aku tengah melongo menatapnya.
"Jadi, yang ngirim paketan itu kamu...Oh My God... kenapa benda itu ada di kamu?"
"Jadi, udah berapa lama kamu ninggalin buku catatan itu?"Â Dasar Haikal ditanya, malah balik tanya.
"Itu kan bukan urusan kamu.... Jadi apa maksudnya kamu nglakuin semua ini?"
"Putri Kamboja, jadi kamu masih nggak ngerti. Aku pikir dengan ini kamu bakal tau maksudku yang sebenarnya. Ternyata kamu masih aja polos kaya dulu ya..... Haaauuufftttt....." Haikal mulai menghela nafas panjang.
"Aku nggak suka dipanggil Putri Kamboja." Kataku ketus.
"Menurutku kamu cocok dipanggil gitu.... Nggak tega juga kalo harus manggil putri kuburan.... hehehe." Lagi-lagi dia tak serius menanggapi kata-kataku sambil menampilkan tawa renyahnya.