Mohon tunggu...
Ada Saya
Ada Saya Mohon Tunggu... -

I'am a student of Law Faculty, like writing, cooking, and everything can make all happy

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Putri Kamboja Membuka Mata

23 September 2012   00:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:53 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kalo nggak ada yang penting diobrolin aku pulang deh...." kataku sambil berdiri.

"Eiiittssss....... " Haikal menarik tanganku memaksaku untuk duduk kembali. Tak ada daya untukku menolak. Kini matanya sudah menatapku dalam. Aku tak suka ini. Sungguh ini tak berubah meski tiga tahun kita sudah lost contact. Aku benar-benar gugup.

"Aku pengen Putri Kamboja membuka mata dan menuliskan kembali ceritanya..." bisik Haikal lembut tepat di telingaku. Membuatku lemas tak ada kekuatan untuk melangkah. Hingga akhirnya aku duduk kembali. Aku terdiam sejenak mencerna kata-kata itu. Kupejamkan mata sejenak dan kuhembuskan nafas dalam untuk menetralkan jiwaku kembali.

"Sory Kal... aku nggak bisa nulis lagi.... Itu bukan duniaku lagi." Akhirnya aku berani berkata.

"Kenapa?" Wajah Haikal berubah kecewa mendengar perkataanku. "Kamu nggak inget pas kamu SMP? Guru-guru slalu muji tulisan kamu... teman-teman slalu kagum sama kamu. Kamu jadi ketua ekskul jurnalis. Kamu populer gara-gara nulis. Ternyata aku salah dulu aku pernah iri sama kamu." Haikal mulai tampak sinis. Aku hanya bisa mengerutkan dahi. Terheran-heran cowok yang populer semasa SMP karena ketampanannya ini iri padaku.

"Kamu tau nggak sih? banyak banget anak-anak SMA yang sampek frustasi nyari apa kelebihan yang dia punya. Sedangkan kamu, sejak kecil udah keliatan kelebihan kamu itu nulis. Tapi kenapa di saat anak-anak seusiamu lagi mencari jati diri kamu malah memendam jati diri kamu? Aku pikir, kamu bakalan bener-bener menggeluti bidang tulis menulis dan aku bakal ngeliat karya kamu ada di rak toko-toko buku di seluruh Indonesia."

"Tapi, aku yang sekarang bukan aku yang dulu... aku udah nggak bisa nulis lagi, Kal..."aku mencoba meyakinkannya kembali.

Haikal mulai gegegetan denganku. "Dari blog kamu, kayaknya kamu bosan tulisan kamu nggak pernah dimuat di majalah. Lebih dari itu, apa semua ini gara-gara kamu mider sama orang yang lebih hebat dari kamu? Apa bener kamu minder sama Rere?" Haikal mulai menggertak.

Sontak aku terkejut mendengar nama itu. Aku memang pernah bercerita di blog kalau aku iri dengan seseorang. Tapi aku tak pernah menyebut nama Rere dalam blogku. Aku juga tak pernah cerita siapa pun tentang Rere. Aku tak bisa berkata kembali. Tubuhku mulai kaku.

"Sebenernya aku mau nunjukin ini ke kamu..." kata Haikal sambil melemparkan dua majalah seraya pergi meninggalkanku. Kubuka majalah yang ternyata baru terbit beberapa minggu yang lalu. Salah satu cerpen termuat dalam majalah itu "Setapak jalan impian" Aku ingat ini pernah aku tulis di buku catatan yang Haikal kirim tadi siang. Tak sadar air mataku jatuh membasahi pipi. Lidahku kelu. Aku hanya bisa pasrah. Memang itu kenyataannya. Aku memendam bakatku. Aku memendam jati diriku. Aku berhenti mengejar mimpiku menjadi penulis karena seseorang yang lebih hebat hadir dalam hidupku.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun