Mohon tunggu...
Dyana Ulfach
Dyana Ulfach Mohon Tunggu... -

pelajar di SMK N 11 Semarang, Hobi menulis, suka kebebasan, musik, menyukai semua yang berhubungan dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Balik Ibu

14 Januari 2019   15:23 Diperbarui: 14 Januari 2019   15:25 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku menyelipkan surat lewat sela pintu rumah mbak Prapti. Aku juga tidak mungkin melupakan jasanya selama sepeninggal Ibu. Keputusanku untuk benar-benar pergi sudah bulat. Aku pergi tidak mebawa apa-apa. Dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi di luar sana. Tapi aku memang harus pergi.

***

Tidak ada yang berubah sejak dua puluh tahun yan lalu. Kampung ini masih sama. Jika sudah masuk jam sepuluh, semua pintu sudah tertutup rapat. Termasuk rumah bercat hijau disamping rumah mbak Prapti itu. Kini aku berdiri di depan pintu rumah mbak Prapti.

 "Semuanya sudah siap, Dek?"

"Dua puluh juta untuk dua amplop. Sudah aku bawa, Mas."

"Berikan aku satu amplop!"

Ratih isrtiku menurut saja dengan yang aku ucapkan. Amplop berisi sepuluh juta ini aku taruh di depan pintu rumah mbak Prapti. Aku masih yakin kalau mbak Prapti masih tinggal disini. Entah seperti apa dia sekarang.

Rumah selanjutnya tidak lain dan tidak bukan adalah rumahku dulu. Tempat dimana aku dilahirkan, dan tempat dimana Ibu meninggalkan aku selamanya. Dan tempat Bapak juga bernaung sekarang. Entah dia sendiri atau tidak rumah ini tak ada bedanya. Mungkin penghuninya juga masih keras kepala seperti dulu. Aku menaruh amplop satunya di depan pintu rumah ini juga. Uang yang sebenarnya tak seberapa untuk membantu Bapak.

Beberapa kali Ratih memintaku membawa Bapak kerumah saja. Tapi aku enggan melakukannya. Walaupun sebenarnya aku juga sangat ingin membantunya. Tapi, sepertinya setan telah memenangkan diriku.

"Sudah, Mas?"

Aku mengangguk pelan. Berbalik dan menghadap istriku yang tersenyum manis sekali. Membuat aku rindu ibuku. Kehadirannya memang menyejukkan hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun