"Ibuku dimana?"
Mbak Prapti mendekatiku, wajahnya lebih tenang dibandingkan tadi siang. Dia mengelus-elus rambutku sebentar lalu pergi kedapur. Aku masih sibuk dengan mataku yang sembab ini. Mencari-cari dimana Ibu berada.
"Minum dulu."
Untuk kali kedua mbak Prapti seorang janda tanpa anak yang tinggal di sebelah rumahku membawakan aku minum. Aku turuti saja apa katanya. Aku tenggak seluruh air yang ada di gelas itu dengan semangat sambil mencari-cari dimana Ibu dan bapakku.
"Ibumu sudah dikubur tadi sore waktu kamu masih tidur, le."
Mbak Prapti seperti bisa membaca pikiranku. Entah apa yang membuatku lemas tak berdaya. Mbak Prapti membawaku duduk bergabung dengan Ibu-ibu lain yang sedang membacakan yasin untuk ibuku.
"Bapak sudah pulang mbak?" tanyaku polos.
"Belum, sebentar lagi bapakmu pasti pulang. Nanti setelah yasinan, mbak Prapti bawakan kamu makan ya."
Aku menurut saja apa kata mbak Prapti. Maklum, Bapak dan Ibu sama-sama anak tunggal. Aku tidak punya saudara lagi. Kalaupun ada, mereka adalah saudara jauh yang juga berada di luar kota. Dan saudara terdekatku ya hanya teman-teman kampung dan tetangga-tetangga saja.
Tiba-tiba terjadi keriuhan di luar sana. Ibu-ibu yang ada diluar sana berhenti membaca surat yasin dan berteriak kecil. Mbak Prapti menurunkan aku dari pangkuannya. Menengok sebentar ke luar. Aku masih bertanya-tanya apa yang mengganggu diluar sana. Kakiku keranjak dari lantai. Aku ikut menghampiri mbak Prapti yang masih di depan pintu.
"Bapak!"