El Nino, fenomena iklim yang mengemuka di tengah-tengah perbincangan masyarakat yang mendunia dewasa ini, merupakan akibat dari interaksi kompleks antara laut dan atmosfer yang membawa konsekuensi luas bagi pola cuaca, ekosistem, dan perekonomian.
Secara harfiah, dalam bahasa Spanyol, El Nino bermakna "anak laki-laki" yang merujuk pada pemanasan periodik suhu permukaan laut di bagian tengah dan timur Samudra Pasifik. Dimana yang demikian itu adalah bagian integral dari siklus iklim yang dikenal sebagai El Nino-Southern Oscillation (ENSO).
ENSO itu sendiri secara rinci adalah siklus suhu permukaan laut (sea surface temperature, SST) hangat dan dingin dari Samudra Pasifik tropis tengah dan timur. El Nino selalu disertai dengan tekanan udara tinggi di Pasifik barat dan tekanan udara rendah di Pasifik timur.
Fase El Nino diketahui terjadi hampir empat tahun, namun, catatan menunjukkan bahwa siklus tersebut telah berlangsung antara dua dan tujuh tahun. Selama pengembangan El Nino, curah hujan berkembang antara September-November. Fase dingin ENSO yang berkebalikan dengan El Nino sehingga dinamakan La Nina yang dalam bahasa Spanyol artinya adalah "Si Gadis", dengan SST di Pasifik timur di bawah rata-rata, dan tekanan udara tinggi di Pasifik timur dan rendah di Pasifik barat. Siklus ENSO, termasuk El Nino dan La Nina, menyebabkan perubahan suhu dan curah hujan global.
El Nino, Fenomena Biasa dan Sudah Seringkali Terjadi
El Nino sebagai fenomena pasti alam sebenarnya merupakan hal yang biasa dan sudah sering terjadi di sepanjang sejarah kehidupan manusia yang secara umum berlingkup di alam semesta.
Diperkirakan, peristiwa El Nino setidak-tidaknya telah terjadi 30 peristiwa sejak tahun 1900, yakni pada tahun 1982-1983, 1997-1998, dan 2014-2016, termasuk yang terkuat yang pernah tercatat. Sedangkan sejak tahun 2000, peristiwa El Nino telah diamati pada tahun 2002-2003, 2004-2005, 2006-2007, 2009-2010, 2014-2016, 2018-2019, dan mulai tahun 2023 sebagai yang terkini.
Peristiwa besar ENSO tercatat pada tahun 1790-1793, 1828, 1876-1878, 1891, 1925-1926, 1972-1973, 1982-1983, 1997-1998, dan 2014-16.
Biasanya, anomali ini terjadi dalam interval tidak teratur antara dua hingga tujuh tahun, dan berlangsung selama sembilan bulan hingga dua tahun. Rata-rata lamanya periode adalah lima tahun. Bila pemanasan ini terjadi selama tujuh sampai sembilan bulan, maka diklasifikasikan sebagai "kondisi" El Nino, dan bila durasinya lebih lama, maka diklasifikasikan sebagai "episode" El Nino.
Selama episode El Nino yang kuat, puncak sekunder suhu permukaan laut di bagian timur jauh Samudera Pasifik khatulistiwa terkadang mengikuti puncak awal.
Dampak El Nino Akan Terasa Berat di Saat Dunia dan Negeri Ini dalam Ancaman Krisis Pangan yang Serius
Akibat global dari badai El Nino dan dampak jangka panjang El Nino berpotensi menghadirkan bencana bagi pola cuaca, ekosistem, dan ekonomi di seluruh dunia, merentang dari negara maju hingga berkembang. Dampak El Nino dimaksud meliputi beberapa hal, di antaranya adalah sebagai berikut:
- Anomali Cuaca
Fenomena ini akan melibatkan kekeringan, banjir, dan badai yang hebat. Dimana daerah yang biasanya basah bisa mengalami kekeringan berkepanjangan, sebaliknya daerah yang biasanya kering bisa terendam oleh hujan yang berlebihan.
- Dampak pada Pertanian dan Panen
Perubahan dalam pola hujan dan suhu sangat memengaruhi pertanian, berujung pada gagal panen (puso) dan kelangkaan pangan. Hal ini bisa mengancam pangan, baik di tingkat lokal, regional, nasional dan global.
- Ekosistem Laut
Ekosistem laut rentan terhadap dampak El Nino. Pemanasan laut bisa menyebabkan pemutihan karang yang meluas, merenggut trumbu karang yang penting. Di samping itu, perikanan juga terdampak dengan pergeseran distribusi dan kelimpahan ikan.
- Dampak Sosial-Ekonomi
Dampaknya merambah ke aspek sosial-ekonomi yang besar dan sangat signifikan. Dimana kerusakan infrastruktur, penurunan produktivitas pertanian, dan lonjakan permintaan energi karena suhu ekstrem yang kesemuanya akan berakibat pada tekanan ekonomi dan keuangan yang pada prinsipnya keduanya memang bertalian erat.
Di sisi lain, dampak El Nino terhadap kesehatan manusia efeknya acapkali diasosiasikan  dengan perubahan pola cuaca dan ekosistem, namun dampaknya dapat meluas ke ranah kesehatan manusia. El Nino dapat memengaruhi wabah penyakit melalui perubahan kondisi iklim dan dinamika ekologi.
- Penyakit yang Ditularkan Nyamuk
El Nino dapat memengaruhi penyebaran penyakit yang ditularkan oleh nyamuk. Perubahan suhu dan pola hujan menciptakan kondisi yang lebih cocok bagi perkembangbiakan nyamuk pembawa penyakit, seperti Malaria, Demam Berdarah (DB), dan virus Zika (merupakan sejenis virus dari keluarga flaviviridae dan genus flavivirus yang penyebarannya oleh nyamuk Aedes aegypti).
- Banjir dan Penyakit yang Ditularkan Air
Curah hujan yang tinggi dan banjir bisa mencemari sumber air, menyebabkan penyebaran penyakit yang ditularkan melalui air, seperti kolera dan tifus.
Terkait dengan ancaman yang serius terhadap soal "Krisis Pangan" sebagai dampak dari El Nino yang mendunia dan saking beratnya dirasakan apabila badai El Nino kali ini benar-benar berdurasi panjang dalam kategori sebagai "Episode El Nino", maka dipastikan bakal berimbas dan dirasakan berat pula bagi negeri ini. Sebab, fenomena El Nino yang nampak kian menggejala kali ini telah memberi isyarat, pertanda atau peringatan mengenai kemungkinan malapetaka (bencana) yang bakal terjadi. Yakni, mengoyak ketahanan pangan yang disebabkan oleh keterbatasan akan ketersediaan pangan.
Mengutip apa yang dikemukakan oleh BMKG dan telah dirilis oleh pelbagai media tanah air pada beberapa bulan sebelumnya (Juli 2023), bahwa El Nino memiliki dampak yang beragam dalam lingkup skala global. Sedangkan bagi Indonesia secara umum, dampak dari El Nino adalah kondisi kering dan berkurangnya curah hujan.
Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris, yakni negara dengan perekonomian bergantung atau ditopang oleh sektor pertanian. Sebagai negara agraris, Indonesia yang sekalipun memiliki sumber daya alam melimpah, faktanya dalam hal mencukupi ketersedian pangan (gandum dan beras) masih harus melakukan impor dari negara lain guna memenuhi kebutuhan domestik.
Namun, dengan adanya ancaman dari El Nino sebagai petaka baru yang mulai dirasakan dampaknya di pelbagai negara di dunia yang oleh PBB dinyatakan sebagai "Bumi Panas Mendidih" dalam batas waktu yang belum bisa dipastikan kapan berakhirnya di sepanjang tahun 2023 dan di tahun-tahun ke depan, maka krisis pangan, khususnya bagi negeri ini benar-benar sudah di depan mata.
Indikatornya adalah 19 negara yamg mulai lakukan penyetopan ekspor pangan (Pidato Jokowi, Dies Natalis IPB ke-60, 15/9/2023, kompas.com), lonjakan harga beras, serta keputusan dari banyak negara Asia yang mulai memberlakukan pembatasan ekspor pangan (yang terbaru, India) demi lebih memfokuskan dalam memikirkan dan dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya sendiri.
Dan, patut disadari bersama bahwa sektor pangan dengan segala ketahanan pangannya adalah variabel yang paling fundamental dalan tatanan kehidupan bangsa manapun di muka bumi. Betapa tidak, karena pangan merupakan kebutuhan primer bagi jutaan jiwa penduduk yang ada di dunia, dan dari asupan panganlah mereka mampu mempertahankan hidup. Ketika berbicara masalah pangan tentunya tidak terlepas dari sektor pertanian yang merupakan kebutuhan primer umat manusia di dunia.
Maka tidaklah heran apabila persoalan pangan mencuat menjadi persoalan yang harus dicarikan solusinya. Lebih-lebih ketika pangan telah mengalalami ancaman berupa krisisis pangan yang telah menjalar ke beberapa negara di dunia.Â
Sistem Informasi Pasar Pertanian Monitor Pasar Edisi September 2023, menyoroti perkembangan terkini di pasar komoditas pertanian, yang didominasi oleh pembatasan ekspor beras oleh India dan perang yang sedang berlangsung di Ukraina. Harga gandum terus menghadapi tekanan dari melimpahnya ekspor Laut Hitam sebelum berakhirnya perjanjian tersebut, dan berakhirnya "Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam" serta serangan Rusia terhadap fasilitas ekspor Ukraina telah meningkatkan ketidakstabilan pasar, meskipun prospek produksi kedelai dan jagung global tahun ini positif, dengan beberapa stok diperkirakan akan pulih meskipun kondisi kering di Argentina, sebagian Eropa, dan Amerika Utara. India mengumumkan larangan ekspor beras putih non-Basmati pada tanggal 20 Juli 2023, dan pembatasan lebih lanjut terhadap ekspor beras Basmati pada tanggal 27 Agustus 2023, sehingga menyebabkan gangguan dan lonjakan harga di pasar beras.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menjelaskan berbagai dampak regional dari fenomena El Nino. Di Afrika Timur, curah hujan di atas rata-rata yang disebabkan oleh El Nino memberikan dampak yang beragam. Meskipun hal ini dapat membantu pemulihan kondisi kekeringan yang sedang berlangsung dan meningkatkan  produksi tanaman dan ternak, hal ini juga menimbulkan risiko curah hujan tinggi, banjir, dan tanah longsor, khususnya di wilayah seperti Ethiopia bagian timur, Kenya, Somalia, dan Uganda bagian selatan. Di Asia dan Pasifik, dampak El El Nino berbeda-beda di seluruh wilayah, sehingga berdampak pada pertanian dan ketahanan pangan dengan cara yang berbeda-beda. Negara-negara Asia Tenggara mengantisipasi kerugian akibat kekeringan pada tanaman serealia, kacang-kacangan, dan tanaman komersial utama, serta ancaman terhadap sektor akuakultur akibat intrusi air asin. Kematian ternak diperkirakan disebabkan oleh suhu yang lebih tinggi dan kelangkaan air. Di Amerika Latin dan Karibia, dampak El Nino meliputi penundaan penanaman, hilangnya panen,
Setelah invasi Rusia ke Ukraina, kebijakan terkait perdagangan yang diberlakukan oleh pelbagai negara meningkat. Krisis pangan global sebagian diperburuk dengan semakin banyaknya pembatasan perdagangan pangan yang diberlakukan oleh negara-negara dengan tujuan meningkatkan pasokan dalam negeri dan menurunkan harga. Per 11 September 2023, 19 negara telah menerapkan 27 larangan ekspor pangan, dan 7 negara telah menerapkan 12 tindakan pembatasan ekspor.
Gambaran Kondisi El Nino Saat IniÂ
Para ilmuwan memperkirakan tahun 2023 dapat menjadi awal dari pola iklim El Nino yang kuat. Apa dampaknya bagi kehidupan kita?
Selama beberapa bulan mendatang, air hangat dalam jumlah besar akan mengalir perlahan melintasi Samudra Pasifik ke arah Amerika Selatan. Hal itu akan memicu dimulainya fenomena iklim yang akan membawa perubahan pola cuaca yang dramatis di seluruh dunia.
Para ilmuwan di bidang iklim memperingatkan bahwa saat ini ada kemungkinan 90% dari pola cuaca El Nino yang bertahan hingga akhir tahun ini dan bulan-bulan pertama 2024. Dan, mereka meperingatkan El Nino bisa menguat. Jika itu yang terjadi, maka dampaknya bisa signifikan.
Para ilmuwan juga memperingatkan bahwa dengan meningkatnya emisi dan El Nino yang kuat, ada kemungkinan 66% dunia akan menembus batas kenaikan suhu global 1,5 derajat Celsius, setidak-tidaknya dalam periode satu tahun dari sekarang sampai dengan 2027.
Sebuah studi baru-baru ini yang dilakukan oleh para peneliti di Dartmouth College, Hanover, New Hampshire, memperkirakan bahwa El Nino yang dimulai pada 2023 dapat merugikan ekonomi global sebanyak $3,4tn (senilai Rp50.876 triliun) selama lima tahun berikutnya.
Mereka mengatakan bahwa setelah dua peristiwa El Nino yang sangat kuat sebelumnya, pada tahun 1982-1983 dan 1997-1998, produk domestik bruto (PDB) AS 3% lebih rendah setengah dekade kemudian daripada yang seharusnya.
Jika peristiwa sebesar itu terjadi hari ini, mereka menghitung ekonomi AS akan terdampak sebesar $699 miliar (senilai Rp10.459 triliun).
Perlu dicatat bahwa negara tropis pesisir, seperti Peru dan Indonesia, bagaimanapun, mengalami penurunan PDB sebesar 10% setelah peristiwa El Nino yang sama, kata para peneliti.
Menurut para ilmuwan di Amerika Serikat yang telah mengonfirmasi bahwa El Nino telah dimulai di Samudra Pasifik, dan kemungkinan besar akan membuat bumi yang sudah menghangat akibat perubahan iklim menjadi semakin panas. Para pakar itu mengatakan peristiwa ini akan menjadikan 2024 sebagai tahun terpanas di dunia. Mereka khawatir ini akan mendorong dunia melewati ambang batas pemanasan global 1,5C. Ini juga akan memengaruhi cuaca dunia, berpotensi mengakibatkan kekeringan ke Australia, hujan deras di AS selatan, dan melemahkan musim hujan di India.
Sementara itu, Indonesia yang terletak di antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, para peneliti juga sudah mulai mendeteksi tanda-tanda El Nino yang mereka sebut berpotensi memicu kekeringan serta meningkatkan kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Dampak Elnino Terhadap Ancaman Krisis Pangan di Negeri Ini
Sebagaimana yang telah disinggung di muka bahwa badai El Nino pada gilirannya akan berdampak pada ancaman krisis pangan global, tak terkecuali terhadap negeri ini sebagai rangkaian yang mengiringi imbas global dan tak terelakkan. Pelbagai negara di dunia bakal merasakan dan mulai merasakan dampak dari El Nino dalam kurun dasa warsa terakhir ini. Indikator dari dampak Elnino yang mengancam ketahanan pangan yang berujung pada krisis pangan dapat dicermati dari lonjakan harga pangan, khususnya padi/beras di negeri ini dalam kurun terakhir tahun 2023 ini.
Beras merupakan makanan vital bagi penduduk dunia. Hampir 20% kalori yang dikonsumsi oleh separuh dunia berasal dari biji-bjian, sebagaimana menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO). Hal ini menjadi lebih relevan di Asia karena benua ini mengonsumsi sekitar 85% dari total produksi menurut FAO. Dan, Indonesia adalah pengonsumsi beras per kapita sebesar 184.64 (kg/tahun) menurut data dari FAO.
Maka tidaklah mengherankan bila lonjakan harga beras, yang tertinggi sejak 2008 telah memicu peringatan di seluruh dunia hingga mengkhawatirkan kecenderungan terjadinya krisis pangan di Asia.
Kondisi tersebut kian diperburuk ketika negara eksportir beras terbesar kedua dan ketiga di dunia setelah India, yakni Thailand dan Vietnam, tidak memiliki stok beras pada saat ini dan di masa mendatang yang sebagian disebabkan oleh dampak El Nino dalam membantu mengisi kesenjangan yang ditinggalkan oleh India.
Kondisi cuaca buruk, termasuk curah hujan yang tak konsisten dan kekeringan, berdampak pada tanaman di seluruh dunia, membatasi pasokan dan menaikkan harga. Ini merupakan pukulan bagi Asia yang menyumbang 90% produksi beras dunia sebagaimana data menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA). Â Â
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, harga beras hingga pekan kedua bulan September 2023, masih melanjutkan tren kenaikan yang semakin meningkat. Selain itu, jumlah wilayah RI yang mengalami kenaikan harga beras juga semakin meluas.
Disebutkan, ada kecenderungan peningkatan jumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga beras di pekan pertama bulan September 2023. Hal itu disampaikan Deputi bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2023 yang ditayangkan di kanal Youtube Kemendagri, Senin (18/9/2023).
"Ini bisa kita lihat pada minggu kedua September ini harga beras rata-rata berkisar Rp13.221 per kg. Kecenderungan kenaikan harga beras ini terjadi di kabupaten/kota," katanya.
"Jumlah kabupaten/ kota yang mengalami peningkatan kenaikan harga beras lebih banyak jika dibandingkan minggu sebelumnya. Pada minggu pertama kenaikan harga beras terjadi di 300 kabupaten/ kota, sementara di minggu kedua terjadi di 341 kabupaten/ kota," paparnya.
Menurut Pudji, setelah mengalami inflasi dan memberi andil signifikan pada Agustus tahun lalu, harga beras kembali meningkat dalam 2 minggu pertama September ini.
"Ini yang perlu kita waspadai bersama bahwa kenaikan harga beras masih terus berlanjut di 2 minggu pertama bulan September 2023 ini," kata Pudji.
Sementara itu, dalam rapat yang sama, Deputi bidang Kerawanan Pangan dan Gizi Badan Pangan Nasional (Bapanas), Nyoto Suwignyo, menjabarkan bahwa harga beras saat ini sudah di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Berikut ini HET beras yang ditetapkan pemerintah:
- Zona 1 meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi, HET beras medium senilai Rp. 10.900/kg sedangkan beras premium Rp 13.900/kg
- Zona 2 meliputi Sumatra selain Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan, HET beras medium sebesar Rp 11.500/kg dan beras premium Rp 14.400/kg
- Zona ke-3 meliputi Maluku dan Papua, HET beras medium sebesar Rp 11.800/kg, dan untuk beras premium sebesar Rp 14.800/kg.
HET beras tersebut ditetapkan dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras.
Nyoto mengungkapkan, per 17 September 2023, harga beras di tingkat konsumen sudah melonjak 22,58% dibandingkan tahun lalu, dan beras medium naik 23,56%. "Beras medium di zona 3 terdapat di 24,72% di atas HET, beras medium zona 2 berada di 15,05% di atas HET, dan beras medium zona 1 berada di 13,88% di atas HET, dan beras premium di zona 3 berada di 13,62% HET," kata Nyoto.
Lonjakkan harga beras yang dipicu oleh akibat fenomena cuaca El Nino yang memengaruhi produksi beras bagi produsen beras dunia, diikuti pula oleh akibat konflik perang Rusia-Ukraina yang belum menunjukkan tanda-tanda berkesudahan, bahkan kian memanas, menjadikan beban berat bagi ketersediaan pangan dunia, tak terkecuali Indonesia. Sehingga kecenderungan menuju krisis pangan kian di pelupuk mata.
"Hati-hati, ancaman perubahan iklim sudah nyata dan sudah kita rasakan dan dirasakan semua negara di dunia," ungkap Jokowi pada Festival Lingkungan Iklim dan Energi Baru Terbarukan (LIKE) di indonesia Arena Gelora Bung Karno Jakarta, Senin (18/9/2023).
"Suhu bumi semakin panas, cuaca juga semakin panas, kekeringan ada dimana-mana, bukan hanya di Indonesia," tegas Jokowi.
Inilah yang mengakibatkan munculnya pelbagai macam krisis, salah satunya adalah krisis pangan. Banyak negara yang kini kesulitan untuk mendapatkan pangan, baik dari dalam negeri maupun dari impor. "Akhirnya ada krisis pangan, beberapa negara kekurangan pangan, baik itu gandum maupun beras," ujar Jokowi.
Persoalan ini menjadi kian rumit ketika belasan negara memilih untuk menahan ekspor, khususnya beras.
"Yang biasanya negara-negara itu mengkespor beras, 19 negara sekarang sudah setop mengerem ekspornya, tidak diekspor lagi sehingga banyak negara yang harga berasnya naik, termasuk indonesia yang turut sedikit naik," terang Jokowi.
Dampak Krisis Pangan Terhadap Stabilitas Ekonomi -Politik dan Keamanan Negara
Manusia dinyatakan dalam keadaan aman dan nyaman ketika persediaan makanan dan akses untuk memiliki persediaan makanan tersebut cukup, aman, bergizi untuk dapat mempertahankan kehidupan yang aktif dan sehat. Para analis, melihat tiga elemen utama dari food security, yaitu:
- Ketersediaan Makananan (Food Availability)
- Akses Makanan (Food Access)
- Pemanfaatan Pangan (Food Utilization)
Dalam konteks ketahanan pangan (Food Security) ini dapat dipahami sebagai kemampuan dasar manusia untuk memenuhi kebutuhan pokok/subsistensi protein dan energi agar berfungsi secara efektif sebagai individu yang sehat. Bank Dunia mendefinisikan 'keamanan pangan (Food Security)' sebagai "akses bagi semua manusia terhadap makanan yang cukup agar dapat hidup yang aktif dan sehat". Dua elemen penting dalam mengidentifikasi dari ketahanan pangan (Food Security) yaitu sebagai "ketersediaan makanan dan kemampuan untuk memperolehnya" (World Bank, 1986).
Ketahanan pangan adalah kapasitas setiap masyarakat dan negara untuk memobilisasi makanan yang secara cukup melalui produksi, akuisisi dan distribusi secara berkelanjutan. Ketahanan pangan ini bergantung pada sumber daya lahan yang tersedia bagi masyarakat serta kemampuan mereka untuk memobilisasi sumber daya tersebut agar dapat diproduksi atau didistribusi guna mencapai kehidupan yang aktif dan sehat.
Pada akhirnya ada risiko yang mempengaruhi stabilitas ketahanan pangan dalam masyarakat. Di tingkat nasional, ini akan meningkatkan permasalahan seperti iklim dan konflik. Secara singkat ketahanan pangan ini dapat saling terkait antar satu sama lain dalam aspek negara. Apabila kebutuhan akan makanan tidak tercapai dengan baik maka timbul keresahan dalam masyarakat hingga masyarakat dapat melakukan segala macam cara untuk mencapai kebutuhan akan makanan tersebut sehingga konflik internalpun sulit dihindari dan stabilitas keamanan negara akan menjadi terganggu.
Ketika ketahanan pangan terkoyak oleh sebab melandanya krisis pangan pada suatu negara, maka perekonomian suatu negara akan terkoyak pula, dan berikutnya merambah pada ketidakstabilan politik dan keamanan suatu bangsa/negara. Hal yang demikian ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan ini dapat saling terkait antar satu sama lain dalam aspek negara. Konflik sosial pun tak bisa dihindarkan, dan ketika meluas berpuncak ke dalam situasi masyarakat pada suatu negara menjadi chaos.
Sehubungan dengan hal itu, maka muncullah kelaparan, kekurangan gizi serta kemiskinan saling terkait erat antar satu sama lain. Kemiskinan sekarang umumnya dianggap sebagai akar penyebab kelaparan dan kekurangan gizi. Namun, yang masih belum dipahami adalah bahwa kelaparan dan malnutrisi dapat juga menjadi penyebab utama kemiskinan yang tentu saja dapat berkontribusi pada ketidakstabilan sosial dan politik. Dari sejumlah pertemuan internasional, komunitas internasional telah mengakui bahwa keamanan pangan adalah sebagai salah satu hak asasi manusia yang paling mendasar. Oleh karenanya patut dijaga dan dipelihara dalam satu tatanan sosial-ekonomi suatu bangsa/negara apabila hendak mempertahankan kestabilan sosial-ekonomi maupun politik dan keamanan suatu bangsa dalam tatanan organisasi bernama negara.
Bayang-bayang Krisis Pangan Karena Rentan Bencana dan Kian Marak
Ke depan Indonesia akan selalu dibayang-bayangi krisis pangan, karena bencana bakal kian marak, dan setiap bencana akan berimbas pada kondisi krisis pangan. Yang demikian itu adalah bagian dari kepastian hukum alam, hukum Tuhan -hukum kehidupan bagi manusia yang dilingkup alam semesta.
Secara geografis Indonesia terletak di kawasan Ring of Fire atau "Cincin Api" Pasifik. Pertemuan tiga lempeng tektonik dunia, yakni Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Oleh sebab itu, Indonesia termasuk negara yang berpotensi rawan dilanda bencana alam, seperti gempa bumi, letusan gunung berapi hingga tsunami. Bahkan, Indonesia adalah 5 besar dari negara-negara di dunia yang dikitari oleh gunung api terbanyak, urutan ke-3 setelah AS dan Rusia, disusul berikutnya adalah Islandia dan Jepang. (World Atlas, 10-6-2023)
Catatan sejarah bencana alam terbesar di Indonesia yang pernah mengguncang dunia dan menewaskan sebagian besar penduduk bumi, adalah sebagai berikut:
- Letusan Gunung Toba, 74.000 Tahun Lalu
Letusan Gunung Api Toba ini mampu meluluhlantahkan sebagian besar umat manusia. Letusannya menjadi yang paling dahsyat yang pernah ada di muka bumi. Hanya 5.000-10.000 orang saja yang mampu bertahan.
- Letusan Gunung Tambora (1815)
Ledakan Gunung Tambora (NTB) terjadi April 1815 dan mengukir sebagai salah satu ledakan gunung terbesar yang berdampak secara global. Puncak letusan eksplosif itu terjadi pada 10 April 1815. Letusan Tambora berhasil membuat bumi mengalami tahun tanpa musim panas pada 1816, karena suhu global berkurang antara 0,4--0,7 C.
- Letusan Gunung Krakatau (1883)
Gunung Krakatau berada di tengah antara Pulau Jawa dan Sumatera. Berkat letusan gunung Krakatau Purba pada 1883, kedua wilayah yang tadinya menyatu tersebut kini terpisah. Letusan Gunung Krakatu 1883 dipercaya sebagai letusan eksplosif terbesar yang pernah ada sepanjang catatan sejarah Indonesia. Tepat pada 26 dan 27 Agustus 1883, Krakatau memuntahkan jutaan ton batu, debu, magma, hingga material vulkanik. Bahkan letusannya mampu menciptakan gelombang tsunami yang meluluhlantahkan pesisir Lampung dan Banten. Ledakannya terdengar sampai ke Perth, Australia. Ribuan orang meninggal akibat gelombang panas, tsunami yang menghancurkan pulau-pulau di sekitar Krakatau, hingga dampak secara global seperti peningkatan suhu bumi yang mengacaukan cuaca selama bertahun-tahun. Langit di seluruh dunia menjadi gelap dan terjadi fenomena matahari terbenam yang luar biasa.
- Tsunami Flores (1992)
Pada 12 Desember 1992, gempa berkekuatan 6,8 skala liter mengguncang Laut Flores. Pusat gempa terletak di kedalaman laut, 35 km arah barat Kota Maumere, tepatnya pukul 13.29 WITA. Tidak hanya itu, tsunami setinggi 30 meter juga menerjang selama 15 menit, meluluhlantahkan rumah yang hancur karena gempa. Wilayah yang terkena dampak tsunami berada di Kabupaten Sikka, Ende, Ngada, dan Flores Timur. Peristiwa tersebut menewaskan lebih dari 3.000 jiwa, 500 orang hilang, 447 orang luka-luka, dan 5.000 warga terpaksa mengungsi. Tercatat pula 18.000 rumah, 113 sekolah, dan 90 tempat ibadah hancur. Karena saat itu Indonesia belum memiliki ahli tsunami, maka riset mengenai peristiwa tsunami Flores banyak dilakukan oleh peneliti asal Jepang.
- Gempa dan Tsunami Aceh (2004)
Pada 26 Desember 2004 lalu, tepatnya pada pukul 07:58:53 WIB, terjadi sebuah gempa di Banda Aceh, disusul tsunami besar yang meluluhlantahkan sebagian besar wilayah di Banda Aceh. Dikutip dari Jurnal "Tsunami Aceh 2004 Sebagai Dasar Penataan Ruang Kota Meulaboh", gempa bumi tektonik berpusat di titik 3.316N, 95.854E Samudera Hindia dengan kekuatan 9,1 Mw. Gempa tersebut bahkan disebut sebagai gempa terbesar ke-5 yang pernah terjadi dalam sejarah. Lalu timbul gelombang tsunami setinggi 30 meter. Tidak hanya di Indonesia, ada 15 negara yang terdampak dalam peristiwa ini, namun yang mengakibatkan korban jiwa adalah di Sri Lanka, India, Bangladesh, Thailand, Maladewa, Malaysia, dan Somalia. Menurut data Bank Dunia, ada 169.000 jiwa korban meninggal dari Indonesia, sementara total keseluruhan korban mencapai 230.000 jiwa di negara-negara terdampak
- Gempa Yogyakarta (2006)
Pada 27 Mei 2006, tepat di pagi hari pukul 05.53, terjadi gempa bumi berkekuatan 5,9 SR yang mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya. Orang-orang banyak yang masih dalam kondisi terlelap, sehingga mereka terjebak di dalam rumah yang roboh. Sebanyak lebih dari 5.800 orang meninggal dan 20.000 lainnya terluka. Bangunan dan infrastruktur hancur. Bahkan Candi Prambanan ikut menjadi korban. Diyakini gempa Yogyakarta menjadi gempa terbesar kedua di Indonesia setelah peristiwa yang menimpa aceh di tahun 2004. Akibat dari peristiwa gempa 2006, Yogyakarta mulai meningkatkan mitigasi bencana. Menteri-menteri penanggulangan bencana se-Asia Pasifik mengadakan pertemuan pada tahun 2012 di Yogyakarta untuk memaparkan pelajaran yang bisa diambil dari gempa 2006, dan Deklarasi Yogya ditetapkan sebagai Dokumen PBB.
- Gempa Sumatra Barat (2009)
Pada 30 September 2009, terjadi sebuah peristiwa memilukan di Sumatera Barat. Gempa bumi berkekuatan 7,6 SR terjadi di lepas pantai pada 17:16:10 WIB dengan kedalaman 87 km, di sekitar 50 km barat laut kota Padang. Kerusakan terjadi di banyak wilayah, seperti Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Kota Bukittinggi, Kota Padangpanjang, Kabupaten Agam, Kota Solok, dan Kabupaten Pasaman Barat. Kekuatan gempa bahkan terasa sampai luar Indonesia, seperti Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura. Berdasarkan data pemerintah daerah Sumatera Barat, korban jiwa yang ditimbulkan sekitar 1.115 orang tewas, 2.32 terluka, dan 279.000 bangunan mengalami kerusakan. Banyak negara yang membantu Indonesia atas peristiwa tersebut seperti Australia, China, Uni Eropa, Hongkong, Jepang Malaysia, Korea Selatan, Qatar, Thailand, Taiwan, Turki, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat.
- Letusan Gunung Merapi (1930 dan 2010)
Dikutip dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, tercatat sejak tahun 1600-an, Gunung Merapi telah meletus lebih dari 80 kali, dengan interval letusan 4 tahun sekali. Erupsi terbesarnya terjadi pada tahun 1930. Awan panas menuruni lereng 20 kilometer ke arah barat, memporak-porandakan 23 desa dan menewaskan 1.369 penduduk. Erupsi lainnya kembali terjadi 80 tahun kemudian, tepatnya pada 5 November 2010. Debu vulkaniknya tidak hanya menutupi wilayah Yogyakarta, tapi juga sampai ke sejumlah wilayah di Jawa Barat. BNPB menyatakan bahwa jumlah korban tewas Merapi mencapai 275 orang, termasuk sang juru kunci, Mbah Maridjan alias Ki Surakso Hargo yang ditemukan tewas akibat terjangan awan panas di rumahnya. Peristiwa meletusnya gunung merapi sontak menjadi sorotan media internasional, di antaranya Inggris, Jerman, Prancis, dan Singapura.
- Letusan Gunung Kelud (2014)
Gunung Kelud di Jawa Timur meletus setelah sebelumnya naik status menjadi waspada. Letusan tersebut dianggap menjadi yang terbesar setelah peristiwa pada tahun 1990. Pukul 22.50 WIB, Gunung Kelud memuntahkan letusan berupa aliran magma, menyebabkan hujan kerikil di beberapa wilayah Jawa Timur, bahkan gerungannya terdengar sampai Purbalingga. Hujan abu juga membuat menutup sebagian besar Pulau Jawa dan menghentikan segala aktivitas masyarakat. Korban tewas akibat letusan tersebut mencapai 4 orang, berdasarkan laporan BNPB. Namun, sejak abad ke-15, Gunung Kelud setidaknya telah memakan lebih dari 15.000 jiwa. Termasuk letusan di tahun 1919 yang merenggut nyawa 5.160 jiwa. Dampak dari meletusnya Gunung Kelud pada 2014 lalu itu menyita perhatian dunia. Sejumlah media massa internasional yang menyampaikan berita tersebut terdiri dari Associated Press America, Reuters (Inggris), ABC News (Australia), dan Xinhua (China). (SOURCE:https://nasional.okezone.com/read/2022/04/06/337/2574354/10-bencana-alam-terbesar-di-indonesia-pernah-tewaskan-sebagian-besar-penduduk-bumi?page=5)
Setiap bencana akan selalu berimbas pada kondisi krisis pangan sebagai ujung akhir konsekuensi logisnya. Apakah itu karena dari bencana alam ataupun bencana sosial yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror (perang).
Bencana alam meteorologi yang merupakan bencana alam yang terjadi karena adanya fenomena perubahan iklim atau cuaca sebagaimana El Nino yang tengah dihadapi dan dirasakan oleh masyarakat dunia (global), termasuk negeri ini yang juga mulai merasakan dari isyarat dan tanda-tanda alam yang mulai kurang bersahabat, seperti berupa kekeringan di beberapa wilayah di negeri ini. Ditambah dengan bencana alam lainnya berupa gempa, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, dan tsunami lantaran kondisi alam Indonesia yang berpotensi rentan terhadap bencana alam dimaksud, maka bayang-bayang krisis pangan nampak sekali telah di pelupuk mata.
Belum lagi ditambah dengan imbas dari perang Rusia-Ukraina yang nantinya bakal berkembang luas menjadi Perang Dunia 3 sebagai suatu hal yang dimungkinkan besar bakal terjadi. Lantaran perang tersebut akan melibatkan kekuatan aliansi antara blok Nato yang mendukung Ukraina  berhadapan dengan aliansi blok Rusia yang ditengarai sudah ada tanda bakal beraliansi dengan RRC, Korea Utara dan beberapa negara lain yang sepaham dalam berhadapan dengan blok Nato yang di-back up oleh Amerika, maka kian menguat krisis pangan global yang berimbas ke negeri ini tak bisa dielakkan.
Akibat bencana alam El Nino dan bencana perang dimaksud yang ketika telah mencapai puncak dari krisis pangan, pasti akan merambah ke dalam kondisi berupa krisis sosial. Khusus terhadap negeri ini yang sedang memasuki era tahun politik yang sedang menyongsong pesta demokrasi, yakni Pemilu 2024, mungkinkah akan kesampaian terlaksana? Dengan kata lain, apakah bayang-bayang krisis pangan yang memuncak, dan merambah ke dalam krisis sosial yang cenderung menjurus ke dalam kondisi instabilitas politik dan keamanan yang berujung pada chaos, dimungkinkankah dilaksanakannya sebuah Pemilu sebagai pesta demokrasi? Ataukah hal yang demikian itu justru bukan sebagai ancaman terhadap pelaksanaan pesta demokrasi sebagai rencana dan agenda nasional?
Akibat dari sebuah bencana alam global dan bencana perang global yang berimbas pada puncak krisis pangan yang meluas dan mendunia, tak akan bisa diprediksi dan dikalkuasi oleh perhitungan matematika siapapun manusia. Begitulah yang patut untuk dipahami dan disadari bersama.
Pertanyaannya, mengapa semua itu bisa terjadi? Jawabnya cukup sederhana, namun tak sesedarhana dalam mengantisipasi dan bersolusi manakala telah menyadari tentang apa sebenarnya akar masalahnya yang menjadikan semua itu bisa terjadi.
Artinya, bahwa bencana alam dan bencana perang (yang disebabkan oleh ulah keserakahan manusia yang berlomba-lomba dan bersaing dalam mengeksploitasi sumber daya alam secara membabi buta), adalah sebuah isyarat atau peringatan kepada kita manusia Indonesia, betapa kita dihadapkan pada terjadinya akibat yang begitu panjang tentang telah rusak parahnya sistem keseimbangan ciptaan Tuhan.
Sebab, alam semesta dengan segala isi yang terkandung di dalamnya, pada prinsipnya telah dirancang bangun oleh Sang Pencipta dalam sistem yang penuh dengan keseimbangan. Dan, sistem keseimbangan ciptaan Tuhan telah rusak parah akibat perlakuan manusia dalam memperlakukan alam semesta, termasuk dalam memperlakukam dirinya sendiri.
"Maha Suci Allah yang menguasai segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,"Â
"yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan, Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun,"
"yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih. Maka lihatlah sekali lagi, adakah kamu lihat sesuatu yang cacat?"
"Kemudian ulangi pandanganmu sekali lagi dan sekali lagi, niscaya pandanganmu tanpa menemukan cacat dan ia pandanganmu dalam keadaan letih." (QS Al-Mulk 67: 1-4)
 "Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tapi supaya ada keseimbangan"
"Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan" (2 Korintus 8: 13-14)
Bila sudah demikian fakta realita kondisi alam semesta ciptaan Tuhan telah rusak sistem keseimbangannya atau telah mengalami ketimpangan, khususnya di negeri ini, maka negeri ini harus membenahi kerusakan sistem keseimbangan ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
"Dan musibah apapun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak kesalahan-kesalahanmu." (QS Asy-Syura 42: 30)
Indonesia Nusantara Sebagai Negeri Agraris
Sebagai negeri yang kesohor dengan julukan negeri agraris, dengan pengertian bahwa Indonesia Nusantara adalah tanah pertanian, kehidupan sosial-ekonomi penduduknya yang berbasis pada pertanian atau cara hidup penduduknya adalah bertani, dan basis kehidupan penduduknya bersifat pertanian. Dengan kata lain, bahwa kehidupan penduduknya bernaung dalam bangunan negeri yang berpondasi dari pertanian. Itulah prinsip dasar kehidupan sosial-ekonomi bagi penduduk negeri agraris yang bergantung dan ditopang oleh pertanian.
Oleh karenanya, siapapun yang menjadi pemegang amanah dan pengendali kebijakan terhadap bangunan kehidupan atas negeri ini, bila benar-benar bervisioner agar bangunan kehidupan negeri ini selalu kian kokoh tegak berdiri, maka apapun program kerja pembangunan yang dicanangkan, wajib mengarah pada penguatan sektor pertanian sebagai pondasinya. Sebab, begitu sektor pertanian benar-benar diperkuat, maka otomatis ketahanan pangan sebagai hal yang fundamental dalam kehidupan bangsa di negeri ini akan selalu terjaga, kokoh, dan tak gampang goyah oleh terpaan badai.
Tahapan berikutnya, jikalau berupaya dalam menjalankan program pengembangan teknologi, maka mau tidak mau, suka atau tidak suka, wajib diarahkan pada pengembangan teknologi yang mendukung dan menopang yang arah haluannya adalah dalam rangka penguatan sektor pertanian (teknologi pertanian).
Adalah suatu hal yang sangat ironis, dan boleh jadi sebuah kekeliruan besar yang tak dapat ditolelir, bila sebuah negeri yang dikenal sebagai negeri agraris ternyata dalam hal memenuhi kecukupan ketersediaan stok pangan yang berbanding lurus dengan soal ketahanan pangan, ternyata puluhan tahun tiada hentinya masih saja mengimpor beras. Nalar sederhana tak bisa menerima terhadap kenyataan ini.
Dimanakah praktik nyata bahwa "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat"? (pasal 3 ayat 3 UUD 1945)
Akhirnya, jikalau memang dampak bencana iklim  El Nino, bencana alam lainnya, dan bencana perang yang turut mengiringi nyata bakal melanda dan berpuncak pada krisis pangan, krisis ekonomi dan keuangan, kirisis sosial-politik dan keamanan yang berujung pada kondisi chaos yang memporakporandakan tatanan kehidupan bangsa di negeri ini yang dinyatakan telah di pelupuk mata, maka sudah siapkah negeri ini menghadapi, mengantisipasi dan memberi solusi?
Sekian dan terima kasih. Salam Seimbang Universal Indonesia_Nusantara ...
*****
Kota Malang, September di hari kedua puluh satu, Dua Ribu Dua Puluh Tiga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H