Bila sudah demikian fakta realita kondisi alam semesta ciptaan Tuhan telah rusak sistem keseimbangannya atau telah mengalami ketimpangan, khususnya di negeri ini, maka negeri ini harus membenahi kerusakan sistem keseimbangan ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
"Dan musibah apapun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak kesalahan-kesalahanmu." (QS Asy-Syura 42: 30)
Indonesia Nusantara Sebagai Negeri Agraris
Sebagai negeri yang kesohor dengan julukan negeri agraris, dengan pengertian bahwa Indonesia Nusantara adalah tanah pertanian, kehidupan sosial-ekonomi penduduknya yang berbasis pada pertanian atau cara hidup penduduknya adalah bertani, dan basis kehidupan penduduknya bersifat pertanian. Dengan kata lain, bahwa kehidupan penduduknya bernaung dalam bangunan negeri yang berpondasi dari pertanian. Itulah prinsip dasar kehidupan sosial-ekonomi bagi penduduk negeri agraris yang bergantung dan ditopang oleh pertanian.
Oleh karenanya, siapapun yang menjadi pemegang amanah dan pengendali kebijakan terhadap bangunan kehidupan atas negeri ini, bila benar-benar bervisioner agar bangunan kehidupan negeri ini selalu kian kokoh tegak berdiri, maka apapun program kerja pembangunan yang dicanangkan, wajib mengarah pada penguatan sektor pertanian sebagai pondasinya. Sebab, begitu sektor pertanian benar-benar diperkuat, maka otomatis ketahanan pangan sebagai hal yang fundamental dalam kehidupan bangsa di negeri ini akan selalu terjaga, kokoh, dan tak gampang goyah oleh terpaan badai.
Tahapan berikutnya, jikalau berupaya dalam menjalankan program pengembangan teknologi, maka mau tidak mau, suka atau tidak suka, wajib diarahkan pada pengembangan teknologi yang mendukung dan menopang yang arah haluannya adalah dalam rangka penguatan sektor pertanian (teknologi pertanian).
Adalah suatu hal yang sangat ironis, dan boleh jadi sebuah kekeliruan besar yang tak dapat ditolelir, bila sebuah negeri yang dikenal sebagai negeri agraris ternyata dalam hal memenuhi kecukupan ketersediaan stok pangan yang berbanding lurus dengan soal ketahanan pangan, ternyata puluhan tahun tiada hentinya masih saja mengimpor beras. Nalar sederhana tak bisa menerima terhadap kenyataan ini.
Dimanakah praktik nyata bahwa "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat"? (pasal 3 ayat 3 UUD 1945)
Akhirnya, jikalau memang dampak bencana iklim  El Nino, bencana alam lainnya, dan bencana perang yang turut mengiringi nyata bakal melanda dan berpuncak pada krisis pangan, krisis ekonomi dan keuangan, kirisis sosial-politik dan keamanan yang berujung pada kondisi chaos yang memporakporandakan tatanan kehidupan bangsa di negeri ini yang dinyatakan telah di pelupuk mata, maka sudah siapkah negeri ini menghadapi, mengantisipasi dan memberi solusi?
Sekian dan terima kasih. Salam Seimbang Universal Indonesia_Nusantara ...
*****
Kota Malang, September di hari kedua puluh satu, Dua Ribu Dua Puluh Tiga.