Sebelum sesuatu dingin menghampiri tubuh hangusnya. Seseorang menyiramnya. Membuat api di perut seketika padam. Tapi entah apakah masih bisa diselamatkan atau tidak, kucing malang itu tergeletak seketika.
Gadis kecil berkepang penyelamat meletakkan ember sembarangan lalu bergegas membawa tubuh lemah si kucing menuju rumah.
“BUUUK! ADA KUCING KEBAKAR!” Tadinya gadis itu sontak mengambil air begitu melihat seekor kucing lucu berlari ke arahnya dengan api membakar perutnya. Untungnya api itu tak sampai membakar seluruh tubuhnya yang basah.
1 bulan kemudian.
Seekor kucing putih berbulu sehat, bersih, wangi, lucu–masih sama lucunya seperti pertama kali ia menyelamatkannya–dengan mata berbinar duduk dalam pangkuannya. Mendengkur ketika ia membelainya lembut.
Ia ingat pertama kali memegang Chiko–nama pemberian gadis itu–setelah siuman, kucing itu mendesis marah. Ketakutan sambil mendempis tidak mau dipegang.
“Nduk, siapkan mukenah sama sajadah. Tamunya mau sholat.”
Gadis itu akan beranjak saat tamu ibu memasuki rumah. Keluarga terpandang berisi tiga orang. Kepala keluarga, ibu, dan bocah lelaki. Berwudhu.
Melihat kucing putih lucu, anak lelaki keluarga itu langsung berlari menghampiri. Tapi kucing lucu itu mendesis tanpa sebab sehingga gadis itu harus turun tangan menenangkan kucingnya. Barulah bocah itu bisa mengelus bulu si kucing dengan sayang.
“Ih, Ma… Kucingnya bagus. Aku pengen punya.”
“Lucu ya? Sana tanya Papa, boleh apa nggak.”