Mohon tunggu...
Media Nusantara
Media Nusantara Mohon Tunggu... Lainnya - Aktual

Aktual

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Sekolah Kader Pengawas Partisipatif terhadap Politik Islam

28 Juli 2022   12:12 Diperbarui: 28 Juli 2022   12:22 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Peran Sekolah Kader Pengawas Partisipatif Terhadap Politik Islam

Jika ditinjau dari tujuan dibentuknya Sejatinya Sekolah Kader Pengawas Partisipatif, tidak ada yang bertentangan dengan politik Islam. Politik Islam yang dimaksud adalah bagaimana politik dapat dijalankan berdasarkan Alquran dan hadist serta tidak bertentangan dengan peraturan peraturan yang sudah ditetapkan dalam Islam. 

Proses Pemilihan Umum dan Pemilihan Pilkada yang ideal termasuk cita cita seluruh rakyat Indonesia. Dimana segala kerawanan yang berpotensi menghambat jalannya proses demokrasi dapat diminimalisir bahkan dapat dicegah dengan baik. 

Tetapi yang menjadi kenyataan adalah tetap selalu ada kerawanan dalam pesta demokrasi. Islam selaku agama yang memberikan kebaikan kepada segala dimensi kehidupan dilarang untuk bungkam. Islam perlu berpartisipasi secara aktif  dalam meneguhkan segalanya yang bersifat benar dan adil termasuk mengatasi konflik sosial tersebut.

Demi sentosanya masyarakat, umat Islam harus menerapkan nilai-nilai tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (berimbang) dan 'adl (adil). Penerapan tersebut membawa umat Islam senantiasa mengupayakan segala hal yang bermanfaat.

( /16: 90)

"Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberikan bantuan kepada kerabat. Dia (juga) melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu ingat." (Q.S An-Nahl/16:90)

Dalam hal sebagai saksi, mesti terdapat unsur hadir (hudlur). Maknanya, perlu partisipasi langsung terutama dari alumni Kader Pengawas Pemilu Partisipatif Bawaslu RI dalam setiap dimensi kehidupan sosial sehingga urgensi bahwa Islam pembawa perdamaian dialam semesta bisa tercipta dan seluruh persoalan masyarakat dapat terselesaikan. 

Seorang saksi dilarang untuk  hanya berperan sebagai spektator. Ia berhak atas hak untuk mengacu dan meluruskan terhadap semua yang diamatinya berlandaskan kebaikan mengenai pertahanan iman, asset, dan lainnya. 

Alumni Kader Pengawas Partisipatif harus mampu meningkatkan pengawasan partisipatif masyarakat. Badan Pengawas Pemilihan Umum memiliki harapan bahwa dengan adanya SKPP ini semoga akan semakin banyak pihak yang mengetahui tugas, pokok dan fungsi pengawasan Pemilu dan Pilkada sehingga jumlah masyarakat pemilih yang terlibat dalam proses Pemilu semakin meningkat. 

Jika pengawasan partisipatif masyarakat sudah meningkat, hal ini bermakna kesadaran politik masyarakat juga sudah meningkat, sehingga secara bersama antara penyelenggara Pemilu dan masyarakat akan bekerja sama untuk mewujudkan demokrasi yang ideal.

Banyak peran yang hadir atas keberadaan SKPP terhadap Politik Islam, diantaranya adalah Kader Pengawas Pemilu Partisipatif mampu untuk menjadi sarana pendidikan Pemilu dan Pilkada bagi masyarakat, SKPP diharapkan ada fasilitas yang baik dan optimal yang menjadi jembatan bagi masyarakat untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan melakukan pengawasan partisipatif.

Kader Pengawas Pemilu Partisipatif akan memberikan pemahaman kepada seluruh lapisan masyarakat bahwa golongan putih bukan solusi, setiap suara dari peserta pemilih sangat berharga untuk menentukan masa depan sebuah negara.

Hukum Golongan Putih dalam Pilkada dan Pemilu bergantung pada bagaimana memandang hukum Pilkada dan Pemilu. Syekh Ali Jum'ah telah memaparkan bahwa sekiranya setiap warga negara itu tidak menghambat syahadah saat kesaksian itu harus direalisasikan. Sebab, kesaksian pada Pilkada dan Pemilu termasuk bagian dari syahadah dalam Islam.

Dengan demikian, setiap warga negara harus memilih calon pemimpin yang ada, ditambah dengan warga tersebut memahami dengan jelas mana yang layak untuk menjadi pemimpin. 

Disisi lain, diamnya sudah menolong orang-orang yang tidak berhak menjadi pemimpin. Sehingga, golput dalam keadaan ini ialah meninggalkan (takhalluf) pelaksanaan wajib. "Siapa yang meninggalkan kewajiban Pemilu, sehingga gagal terpilih orang yang layak serta jujur dan menang besar orang yang tidak layak, yaitu yang tidak bisa disifati al-qawiyy al-amin, maka ia telah melawan perintah Allah untuk memberi syahadah."

( /25: 72)

"Dan, orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu serta apabila mereka berpapasan dengan (orang-orang) yang berbuat sia-sia, mereka berlalu dengan menjaga kehormatannya."(Q.S Al-Furqan/25:72)

Oleh karena itu, demi terciptanya maslahat bagi umat, wajib bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam Pemilu maupun Pilkada demi terpilihnya pemimpin yang kuat dan jujur. Tindakan Golput ini harus dicegah melalui peningkatan dari hal yang menyebabkannya. 

Apabila golongan putih ini terjadi karena minimnya proses sosialisasi yang dilaksanakan oleh para penyelenggara serta pemberian edukasi politik dari para elit poliltik yang memiliki kepentingan, maka diperlukan langkah bijak dari para elit politik maupun dari penyelenggara Pemilu untuk tetap melangsungkan sosialisasi edukasi politik kepada masyakarat.  

Apabila tindakan Golput ini semakin meningkat, maka hal ini mampu menjadi bahan evaluasi bagi pihak yang berkepentingan agar proses Pilkada dan Pemilu dapat berlangsung dengan baik. 

Namun, apabila Golput terjadi karena faktor malas atau tingkat kesibukan dalam beraktifitas, berasumsi bahwa para calon pemimpin kurang memiliki kemampuan yang layak, tidak ada calon memimpin yang membayar para pemilih untuk memilihnya. Golongan yang memiliki asumsi seperti, maka hal tersebut akan merugikan mereka, dengan Golputnya mereka maka akan lahirlah pemimpin yang seharusnya tidak terpilih.

Merealisasikan hak pilih dalam setiap Pemilu dan Pilkada guna menentukan pemimpin merupakan hal yang bersifat substansial. Sehingga, terpilihlah pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah) dan memperjuangkan kepentingan ummat.

Segala sesuatu yang berpotensi untuk menghambat jalannya proses tahapan dalam Pemilihan Umum secara dominan selalu berkaitan dengan prinsip kejujuran, maksudnya ialah seharusnya pemilih dalam menentukan pemimpin hendaklah berdasarkan keyakinan hatinya, bertanggung jawab kepada Tuhannya. 

Setidaknya terdapat dua faktor yang dapat merusak eksistensi dari prinsip kejujuran ini diantaranya adalah: Pertama, pemilih kurang memahami latar belakang kehidupan pribadi setiap calon yang hendak dipilihnya, dimulai dari intelektualitasnya, integritas moralnya, dan lain sebagainya. Berlandaskan keadaan ini, seorang pemilih akan menentukan pilihannya secara asal bahkan hingga Golput; Kedua, seorang pemilih dalam menentukan pilihannya berdasarkan upah yang diperolehnya atau yang dijanjika kepadanya dan dikenal sebagai money politic. Money politic sebagai tindakan memberikan uang atau materi yang lain untuk mempengaruhi dan atau menyalahgunakan keputusan yang bersifat obyektif dan adil, dalam Islam itu termasuk sebagai risywah (suap) dan Allah Swt., melaknat tindakan tersebut. Sebagaimana Rasulullah Saw., pernah bersabda :

"Dari Abdullah bin 'Amr, dia berkata: Rasulullah SAW., bersabda : Allah melaknat orang yang memberi suap dan menerima suap" (HR. Abu Dawud)

Segala sesuatu yang termasuk kedalam kategori risywah dikarenakan oleh risywah adalah harta yang diberikan oleh seseorang kepada hakim atau pihak lain dengan tujuan memberikan keputusan yang dapat menguntungkannya atau memutuskan hukum sesuai dengan keinginannya.

SKPP diharapkan meningkatkan ruang-ruang diskusi yang intensif dan menjadi rujukan bagi masyarakat dalam mendapatkan informasi terkait pengawasan partisipatif. Sehingga Kader Pengawas Pemilu Partisipatif mampu membentuk pusat pendidikan pengawasan Pemilu dan Pilkada yang berkesinambungan. 

Diantaranya adalah pendidikan mengenai pemahaman bahwa  praktek jual beli suara (money politic) dalam Pemilukada termasuk dalam kategori risywah. Risywah dalam berbagai literatur fikih adalah sesuatu yang diberikan guna membatalkan yang benar atau membenarkan yang salah. 

Dalam Al-Qur'an, risywah digolongkan dalam kata umum batil, yaitu meliputi juga perbuatan pidana lain seperti merampok, menipu, memeras dan termasuk praktik jual beli hak suara untuk kepentingan tertentu. 

Di negara ini, dari segi peraturan perundang-undangan semua perkataan "memberi dan menerima suapan" adalah bagian dari perbuatan dan kesalahan pidana. Islam sangat melarang umatnya dari perbuatan semacam itu.

Sekolah Kader Pengawas Partisipatif memiliki peran sebagai aktor sekaligus menciptakan aktor-aktor pengawas dan kader Penggerak Pengawasan Partisipatif, Dari SKPP diharapkan lahir aktor-aktor yang akan memberikan "virus" pengawasan partisipatif Pemilu dan Pilkada serta kader yang menggerakkan masyarakat untuk turut mengawasi Pemilu dan Pilkada di semua lapisan masyarakat yang ada di Indonesia. 

Dengan begitu, pihak yang memiliki kemampuan untuk menjadi contoh pelaku demokrasi dalam proses Pemilu dan Pilkada meningkat. Sehingga, pesta demokrasi akan belangsung dengan penuh toleransi dan dapat mencegah munculnya politisasi SARA.

Politisasi SARA merupakan isu yang strategis dalam menyebabkan perpecahan dan permusuhan. Isu SARA digunakan sebagai alat kemenangan suatu calon tertentu tentu saja dalam menghancurkan harmonisasi sosial pada masyarakat. 

Perbedaan latar belakang setiap kelompok sosial ini, tidak diizinkan sebagai alasan untuk melakukan tindakan diskriminasi. Islam sangat melarang segala tindakan yang dapat merugikan kelompok lain. Keberagaman yang ada di Indonesia ini termasuk kedalam tanda kuasa Allah Swt.

( /30: 22)

 "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasamu, dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui." (QS. Ar-Rum: 22)

 ( /11: 75)

"Sesungguhnya Ibrahim benar-benar penyantun, pengiba, lagi suka kembali (kepada Allah)". (Hud/11:75)

 Rasulullah Saw., bersabda: 

"Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia dan Agung telah membuang jauh keangkuhan jahiliah dan kesombongannya atas dasar keturunan (darah). Semua kalian keturunan Adam, dan Adam dari tanah." (HR Abi Dawud- Tirmudzi)

Salah satu tahapan dalam proses Pemilihan Umum ialah terdapat kampanye. Islam dengan tegas melarang kegiatan kampanye yang dilakukan dengan menggunakan ujaran kebencian. Ujaran kebencian dalam bahasa Inggris disebut dengan "hate speech". Secara Bahasa, "hate" berarti "benci" dan "speech" berarti ujaran, pidato dan syiar. 

Dengan demikian, maka ujaran kebencian menyimpan dua unsur. Pertama, rasa kebencian yang mengarah kepada intoleransi atau permusuhan pada individu atau kelompok. Kedua, ujaran yang digunakan guna menyatakan pendapat dalam berbagai bentuk yang disalurkan dari berbagai media seperti internet, televisi, media cetak dan lain-lain.

Ujaran kebencian merupakan ahlakul madzmumah (ahlak tercela) yang dilarang oleh agama Islam. Seorang muslim diperintahkan untuk bertutur kata yang baik, menjaga lisan dan tidak merendahkan orang lain sebagai bentuk dari ahlakul karimah (ahlak yang terpuji) yang telah direalisasikan.

Ujaran kebencian termasuk dalam kategori ghibah. Allah Swt., berfirman :

( /49: 12)

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al Hujurat :12)

Dalam hadis juga memaparkan bahwa :

"Dari Abu Hurairah, sungguh Rasulullah Saw. telah bersabda: "Apakah kalian mengetahui apakah hakikat ghibah itu?" Para sahabat menjawab: "Allah dan RasulNya lebih mengetahui. Beliau bersabda: "Penuturanmu tentang saudaramu dengan hal yang ia benci." Lalu ditanyakan pada beliau: "Apakah meskipun apa yang saya tuturkan itu memang kenyataan dari saudaraku?" Nabi menjawab: "(Ya.) Meskipun kenyataannya saudaramu seperti apa yang kamu ucapkan, maka kamu telah menggunjingnya. Dan jika saudaramu tidak seperti yang kau ucapkan, maka kamu telah berdusta terhadapnya." (HR. Muslim No. 2589)

Merendahkan juga terkandung dalam ujaran kebencian. Allah Swt., berfirman :

( /49: 11)

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. Al Hujurat :11)

Nama               : Dwi Fuji Pangesty

Asal                 : Kabupaten Deli Serdang (Alumni Kader Pengawas Partisipatif Tingkat Lanjut Bawaslu RI )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun